BOGOR, KOMPAS.com - Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengaku kecewa dengan sikap United States Agency for International Development (USAID), sebuah lembaga atau badan independen asal Amerika Serikat.
Bima kecewa setelah USAID menilai ada upaya diskriminasi terhadap penyelenggaraan hak asasi manusia (HAM) di Kota Bogor.
Menurut Bima, alasan USAID itu dilatarbelakangi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual di Kota Bogor.
"Perda ini dianggap diskriminatif. Mari kita bahas, mana diskriminatif? Saya jamin tidak ada yang diskriminatif, tidak ada persekusi," ungkap Bima, Kamis (31/3/2022).
"Kalaupun ada, silakan saja uji materiil. Perda ini kan ketika disahkan sudah melalui uji materiil dari provinsi," sambung Bima.
Bima menjelaskan, sebelumnya ia menerima undangan untuk menjadi pembicara dalam acara Civil Society yang diselenggarakan oleh USAID.
Namun, beberapa hari lalu, Bima mendapat surat dari USAID yang isinya secara sepihak membatalkan ia menjadi pembicara di acara tersebut.
Baca juga: Dibatalkan Sepihak sebagai Pembicara Forum Civil Society oleh USAID, Bima Arya Kecewa
Bima menyatakan, surat resmi pembatalan dirinya sebagai pembicara dalam forum itu dilayangkan USAID disebabkan adanya Perda tersebut.
"Bagi saya ini aneh aja, mereka yang mengundang tapi mereka juga yang membatalkan dengan alasan yang enggak jelas menurut saya," sebut Bima.
"Ini bukan soal batal jadi pembicara, tapi cara pandang mereka (USAID) terhadap HAM di Kota Bogor," kata Bima.
Bima pun sangat menyayangkan sikap USAID yang dinilai tidak bijak dan sempit dalam memandang hal itu.
Selain itu, pihak USAID juga tidak memberikan ruang bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk menjelaskan terkait disahkannya Perda tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual tersebut.
Baca juga: Duduk Perkara Bima Arya Dibatalkan sebagai Pembicara oleh USAID
"Saya kira datang dulu dong ke kita, ngobrol dululah, kita jelaskan Perda ini. Nah ini belum ada proses itu tiba-tiba mereka membatalkan. Katanya mereka menghargai hak asasi, nah ini kan jadi tidak ada ruang bagi kita untuk menjelaskan hal itu," bebernya.
"Saya menyayangkan hal itu dilakukan oleh USAID lembaga yang menghargai hak asasi. Kok sangat tidak bijak dan sempit dalam melihat hal ini," pungkas Bima.
Cara pandang USAID terhadap Perda
Kepala Bagian Hukum dan HAM Sekretariat Daerah (Setda) Kota Bogor Alma Wiranata mengatakan, pihak USAID memiliki cara pandang berbeda terhadap Perda Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual di Kota Bogor.
Padahal, lanjut Alma, berdasarkan pembahasannya, Perda itu disahkan untuk menjalankan fungsi keluarga secara optimal menuju keluarga sejahtera lahir batin.
Alma menjabarkan, dalam Pasal 6 disebutkan bentuk perilaku penyimpangan seksual meliputi laki-laki penyuka laki-laki (homoseksual), perempuan penyuka perempuan (lesbian), biseksual, pencinta seks anak (pedofilia erotica), waria (transvetisme), pamer alat vital (ekshibionisme), pengintip (voyeurisme), hubungan intim sedarah (insestus).
Kemudian soal seks dengan kekerasan (sadisme), ketertarikan pada benda mati/objek seksual (fetisisme seksual), pencinta mayat (nekrofilia), berhubungan seks dengan lebih dari satu orang secara bersamaan, kepuasan ketika melihat pasangan berhubungan seks dengan orang lain (triolisme).
Berikutnya soal seks dengan hewan (bestialitas), dan segala perilaku atau aktivitas seksual yang secara agama, budaya, morma sosial, psikologis dan/atau medis dinyatakan sebagai perilaku penyimpangan seksual.
"Iya, berbeda penafsiran. Saya pikir mereka yang keberatan akan terjadi persekusi terhadap LGBT di Kota Bogor. Saya berharap Perda ini harus dilihat secara paripurna, jangan persepsi masing-masing," pungkas Alma.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.