Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rayakan Ulang Tahun Jokowi, BEM UI Gelar Demo di Patung Kuda, Protes RKUHP

Kompas.com - 21/06/2022, 06:14 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Eksekutif Mahasiswa dari Universitas Indonesia (BEM UI) akan menggelar aksi unjuk rasa di Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, Selasa (21/6/2022) hari ini. 

Unjuk rasa di dekat Istana Negara itu dilakukan untuk memprotes sejumlah pasal yang dianggap bermasalah dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Dalam poster yang dibagikan di Instagramnya, BEM UI sekaligus menyatakan bahwa aksi ini merupakan perayaan sekaligus kado ulang tahun kepada Presiden Joko Widodo, yang hari ini tepat berusia 61 tahun. 

Koordinator Sosial Politik BEM UI Melki Sedek Huang mengatakan, aksi hari ini digelar karena pembahasan RKUHP yang kembali bergulir di DPR, namun draf terbarunya belum dibuka ke publik. 

"Hingga kini, masyarakat masih belum memperoleh akses terhadap draf terbaru RKUHP. Padahal, terdapat banyak poin permasalahan dari draf RKUHP versi September 2019 yang perlu ditinjau dan dibahas bersama secara substansial," kata Melki, Selasa (21/6/2022). 

Baca juga: Anggota DPR Bantah Tak Terbuka soal RKUHP, Sebut Masih Disiapkan

Pembahasan RKUHP pada 2019 lalu sempat ditunda karena banyaknya pasal yang dianggap bermasalah.

Namun kini pembahasan RKUHP telah dilanjutkan melalui rapat Komisi III DPR RI dengan Pemerintah pada tanggal 25 Mei 2022.

Namun BEM UI menyoroti transparansi pemerintah dan DPR dalam pembahasan RKUHP kali iniini. 

"Pada rapat tersebut, dibahas 14 isu krusial dalam RKUHP tanpa membuka keseluruhan draf," ujar Melki. 

Padahal merujuk draf terakhir pada September 2019, terdapat 24 isu krusial yang menjadi catatan kritis RKUHP yang dianggap bermasalah.

Artinya ada 10 isu lain yang luput dalam pembahasan.

Baca juga: Kemenkumham: Draf RKUHP Masih Taraf Penyusunan dan Penyempurnaan

Sebanyak 14 isu krusial yang sudah disinggung dalam rapat pun sebagian besar juga masih menimbulkan polemik.

"Beberapa di antaranya adalah mengenai Living Law, pidana mati, contempt of court, Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden, Aborsi, Hate Speech, dan Kohabitasi," katanya. 

Di luar 14 isu krusial RKUHP yang dibahas dalam rapat tersebut, masih
terdapat pasal-pasal bermasalah yang patut dibahas kembali, kata Melki. 

Diantaranya Pasal 273 RKUHP dan Pasal 354 RKUHP.

Baca juga: Surati Jokowi, Aliansi Sipil Minta Pemerintah Buka Draf RKUHP

 

Pasal 273 RKUHP memuat ancaman pidana penjara atau pidana denda bagi penyelenggara pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau
huru-hara.

Artinya, pasal tersebut menyiratkan bahwa masyarakat memerlukan izin dalam
melakukan penyampaian pendapat di muka umum agar terhindar dari ancaman pidana.

Hal ini dinilai bertolak belakang dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang hanya mewajibkan
pemberitahuan atas kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.

"Tak hanya itu, Pasal 273 RKUHP pun memuat unsur karet tanpa batasan konkret, yakni “kepentingan umum”, yang rentan disalahgunakan untuk mengekang kebebasan masyarakat dalam menyampaikan pendapat di muka umum," kata Melki.

Baca juga: Draf Terbaru RKUHP Belum Dibuka, Pemerintah dan DPR Dinilai Otoriter

Sementara itu, Pasal 354 RKUHP memuat ancaman pidana penjara atau pidana denda
bagi setiap orang yang melakukan penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga
negara melalui sarana teknologi informasi.

Selain mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara yang seharusnya dapat dikritik oleh masyarakat, keberadaan Pasal 354 RKUHP sejatinya dinilai akan menimbulkan permasalahan yang signifikan mengingat pasal itu bukan merupakan delik aduan.

"Dengan demikian, siapa pun dapat melaporkan seseorang atas penghinaan terhadap
kekuasaan umum atau lembaga negara yang beredar di ranah elektronik, di mana hal ini dapat
mencederai iklim demokrasi dan kebebasan berpendapat di Indonesia," kata Melki. 

Baca juga: DPR dan Pemerintah Diminta Buka Partisipasi Publik, Jangan Buru-Buru Sahkan RKUHP

Dalam tuntutannya pada aksi nanti, BEM UI pun akan mendesak Presiden dan DPR RI untuk membuka draf terbaru RKUHP dalam waktu dekat serta melakukan pembahasan RKUHP secara transparan dengan menjunjung tinggi partisipasi publik yang bermakna;

BEM UI juga akan menuntut Presiden dan DPR RI untuk membahas kembali pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP, terutama pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan
berpendapat dan berekspresi warga negara meski tidak termasuk ke dalam isu krusial;
serta

"Apabila Presiden dan DPR RI tidak kunjung membuka draf terbaru RKUHP dan
menyatakan akan membahas pasal-pasal bermasalah di luar isu krusial dalam kurun
waktu 7 x 24  jam, kami siap bertumpah ruah ke jalan dan menimbulkan gelombang penolakan yang lebih besar dibandingkan tahun 2019," kata Melki. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Ada yang Janggal dari Berubahnya Pelat Mobil Dinas Polda Jabar Jadi Pelat Putih...

Tak Ada yang Janggal dari Berubahnya Pelat Mobil Dinas Polda Jabar Jadi Pelat Putih...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Dinas Polda Jabar Sebabkan Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ | Apesnya Si Kribo Usai 'Diviralkan' Pemilik Warteg

[POPULER JABODETABEK] Mobil Dinas Polda Jabar Sebabkan Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ | Apesnya Si Kribo Usai "Diviralkan" Pemilik Warteg

Megapolitan
Cara Naik Bus City Tour Transjakarta dan Harga Tiketnya

Cara Naik Bus City Tour Transjakarta dan Harga Tiketnya

Megapolitan
Diperiksa Polisi, Ketum PITI Serahkan Video Dugaan Penistaan Agama oleh Pendeta Gilbert

Diperiksa Polisi, Ketum PITI Serahkan Video Dugaan Penistaan Agama oleh Pendeta Gilbert

Megapolitan
Minta Diskusi Baik-baik, Ketua RW di Kalideres Harap SK Pemecatannya Dibatalkan

Minta Diskusi Baik-baik, Ketua RW di Kalideres Harap SK Pemecatannya Dibatalkan

Megapolitan
Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com