JAKARTA. KOMPAS.com - Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menyesalkan adanya sejumlah kalangan kelas menengah atas yang berlomba mengajukan hak cipta Citayam Fashion Week (CFW).
Menurut dia, apabila itu langkah itu telah didialogkan secara terbuka dengan anak-anak muda CFW, mungkin itu bisa dipahami sebagai pergeseran dari aktivitas kebudayaan mengarah menjadi ruang bisnis.
Kendati demikian, Ubedilah berpandangan fenomena "orang kaya" yang berebut hak cipta suatu ekspresi dekonstruksi kebudayaan yang tumbuh secara organik di ruang publik itu bisa dipahami sebagai fenomena bekerjanya nalar borjuasi.
"Logika ekonomi yang lebih kapitalistik sedang berjalan di Citayam Fashion Week. Artinya ada semacam proses kapitalisasi," ujar Ubedilah kepada Kompas.com, Senin (25/7/2022).
Baca juga: Baim Wong Daftarkan Merek Citayam Fashion Week, Wagub DKI: Enggak Bisa Main Klaim!
Baru-baru ini, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyatakan ada dua pengajuan merek Citayam Fashion Week.
Merek Citayam Fashion Week itu diajukan oleh perusahaan milik artis Baim Wong, PT Tiger Wong Entertainment dan Indigo Aditya Nugroho pada Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Padahal, kawasan Dukuh Atas-Sudirman sebelumnya diklaim sebagai ruang publik para pekerja elite perkantoran gedung-gedung tinggi Jakarta. Kemudian secara organik terjadi pergeseran menjadi ruang CFW dari anak-anak muda suburban yang relatif berasal dari masyarakat kelas bawah.
Namun, Citayam Fashion Week kini dikapitalisasi sebagai produk dalam kaca mata sosio-ekonomi. Ubedillah berharap ada diskursus antara anak-anak suburban dengan kelas menengah secara sehat dan setara untuk mendiskusikan masa depan CFW dan kawasan Soedirman.
Baca juga: Pakar Sebut Citayam Fashion Week Sah secara Hukum untuk Didaftarkan sebagai Merek
Pasalnya, kata Ubedilah, terminologi ruang publik itu sesungguhnya membuka ruang diskursus diantara mereka yang ada dan berkepentingan dengan Citayam Fashion Week itu, termasuk dengan pemerintah DKI Jakarta.
"Pada titik ini Citayam Fashion Week mulai kehilangan otentisitasnya, dari subkultur organik menjadi bagian dari kapitalisme kosmopolitan yang menguntungkan semua pihak khususnya kelas menengah atas," tutur Ubedillah.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.