"Langkah penangkapan dan penetapan tersangka ini memang yang ditunggu-tunggu oleh keluarga, mengingat anak ini, korban, dalam kondisi trauma," tutur Zakir.
Di samping itu, lanjut Zakir, penangkapan para tersangka ini diharapkan dapat berdampak pada kondisi psikologis korban yang mengalami trauma.
Sebab, korban merasa khawatir akan diteror dan dipaksa kembali ke apartemen untuk menjadi PSK oleh para pelaku.
"Jadi yang bisa menjawab traumanya itu ya kepastian hukum dari laporan tersebut," kata Zakir.
"Sekarang sudah ditetapkan tersangka, maka kami dari pihak keluarga mengucapkan terima kasih kepada Polda Metro Jaya," sambung dia.
Zakir pun berharap penyidik menelusuri kemungkinan tersangka lain dalam kasus penyekapan dan eksploitasi seksual yang dialami NAT.
Menurut dia, masih ada korban lain yang disekap di sebuah apartemen dan dipaksa menjadi PSK oleh para pelaku.
"Ini bisnis besar, karena satu unit apartemen disewa hingga 20 kamar, lalu di setiap kamar ada tiga sampai empat anak menurut korban (NAT)," tutur Zakir.
Baca juga: Polisi Ungkap Kasus Prostitusi Online di Jakut, Satu Muncikari Perempuan Diamankan
Anak-anak tersebut, kata Zakir, juga dipaksa menghasilkan uang Rp 1 juta per hari untuk disetorkan kepada muncikari.
Zakir menduga, bisnis gelap tersebut tidak hanya digerakkan oleh dua orang yang kini telah ditangkap dan menjadi tersangka.
"Tidak mungkin hanya satu atau dua orang yang menggerakkan. Pasti banyak, mulai dari siapa yang merekrut, siapa yang menampung, siapa yang mencari korban," ungkap Zakir.
"Ini yang harus didalami dan ditelusuri. Apakah ada aktor utamanya? Atau memang hanya sampai di muncikari dan pacarnya ini," pungkasnya.
Adapun penyekapan dan eksploitasi yang dialami NAT diduga sudah terjadi selama 1,5 tahun, yakni sejak Januari 2021 dan diketahui pihak keluarga pada Juni 2022.
Kasus itu dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/2912/VI/2022/SPKT POLDA METRO JAYA tanggal 14 Juni 2022.
Selama disekap, korban dipaksa oleh EMT untuk melayani pelanggan dan ditargetkan mendapatkan uang minimal Rp 1 juta per hari.
Setelah korban lapor ke polisi, EMT berusaha menghubungi dan meneror korban.
Baca juga: Polisi Tangkap Muncikari Prostitusi Online di Tanjung Priok
Menurut Zakir, EMT mengintimidasi dan mengancam korban agar segera kembali ke apartemen untuk bekerja sebagai PSK.
"Jadi masih sering disampaikan harus balik lagi ke sana, kalau enggak utang Rp 35 juta harus dibayar. Enggak tahu ini utang asal muasalnya dari mana, korban juga enggak tahu," kata Zakir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.