Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Toto TIS Suparto
Editor Buku Lepas, Ghostwritter

Editor Buku

Ada Apa di Balik Maraknya Pembunuhan?

Kompas.com - 21/09/2022, 10:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

NYAWA nyaris tak berharga. Seorang adik tega menghabisi nyawa kakaknya. Suami kehilangan akal sehat tatkala menyewa pembunuh bayaran untuk menyingkirkan sang istri.

Sekelompok orang begitu dingin ketika memutilasi korban. Segerombolan suporter ringan tangan mengayunkan senjata tajam kepada pendukung lawan.

Dan... dorr, anak buah ditembak secara beramai-ramai.

Begitulah negeri kita. Pembunuhan ibarat serial televisi. Ada bumbunya pula: perselingkuhan, pelecehan seksual, hingga dendam percintaan.

Masyarakat terbawa alur cerita. Terkadang ditambahi dengan spekulasi liar ala skenarionya.

Mau tak mau menggiring saya ke sudut sunyi. Merenung. Ada apa negeri ini? Begitu mudah pertumpahan darah dipakai menyelesaikan masalah.

Dari sudut sunyi menyeruak pemikiran, tampaknya relasi antar-manusia makin dingin saja. Kita pun ada kalanya terjebak dalam kedinginan relasi dengan orang-orang sekitar kita.

Tiba-tiba ada perasaan bahwa kita bersosialisasi dalam masyarakat yang tidak tulus. Muncul kesangsian terhadap kebaikan orang-orang sekitar kita.

Lebih ekstrem lagi, kita merasakan seolah banyak orang pura-pura baik demi tujuan tertentu.

Nilai relasi yang seharusnya hangat, tiba-tiba hambar. Sebab hubungan sesama manusia bukan lagi dari hati ke hati atau dipererat dengan kebersamaan, melainkan cenderung dengan nilai kepentingan.

Hubungan sesama manusia semata-mata bersandarkan kepentingan diri sendiri. Bahkan tak jarang kepentingan ekonomi menjadi sandaran kuat.

Kemudian yang bakal terjadi, ketika tujuan kepentingan telah tercapai, selesailah relasi antarmanusia itu.

Mau dikemukakan pula, manakala nilai relasi manusia menurun, saat itulah gejala reifikasi muncul. Diingatkan para etikawan, dasar dari reifikasi adalah ’’penurunan” nilai relasi manusia.

Manusia sebagai benda

Reifikasi - atau dalam teori Marxis disebut pula sebagai verdinglichung - kurang lebih berarti pembendaan.

Menurut teori ini, seseorang menempatkan manusia lain sebagai benda. Kita melihat dan memperlakukan manusia lain hanya sebagai bagian dari alat-alat produksi untuk meraih keuntungan ekonomi.

Georg Lukacs yang menulis buku "History and Class Consciousness" (1923) sepakat dengan Marx bahwa komoditas menjadi objek yang mendasari hubungan antarorang.

Kemudian komoditas ini menumbuhkan reifikasi yang menunjukkan tereduksinya hubungan antarmanusia karena menjadi relasi alat produksi. Puncaknya adalah kasus-kasus pembunuhan yang dipaparkan pada awal tulisan ini.

Di antara kasus itu ada pula yang mengandung reifikasi. Sebab, sebagai alat produksi maka orang lain bisa dipandang sebagai pesaing ekonomi.

Bisa pula dianggap mengancam "rahasia" aktivitas ekonomi seseorang. Bisa berpotensi menjadi pengganjal kepentingan ekonominya.

Maka salah satu cara adalah harus menyingkirkan para pesaing maupun pengganjal itu guna melancarkan tujuan kepentingan ekonominya.

Celakanya, cara menyingkirkan itu sampai harus menghilangkan nyawa. Dan kemudian motifnya disamarkan.

Pembunuh sadis itu tak mengenal apa yang disebut imperatif kategoris. Menurut Immanuel Kant, filsuf Jerman, imperatif kategoris sebagai panduan rasional untuk kehidupan moral manusia.

Dengan imperatif kategoris seseorang akan melihat manusia sebagai tujuan pada dirinya sendiri, dan bukan semata sebagai alat untuk tujuan-tujuan lainnya.

Mereka yang tanpa imperatif kategoris maka tidak pernah melihat manusia lain sebagai tujuan pada dirinya sendiri, melainkan hanya sebagai alat untuk pemuas hasrat liar mereka.

Hidup pelaku tanpa bimbingan akal sehat, melainkan melulu dorongan hasrat yang tidak pernah dikenali dan dikelola. Akibatnya banyak orang menjadi korban dari sesat pikir tersebut.

Bagaimana mewaspadainya?

Masyarakat yang tidak tulus adalah sumber reifikasi. Seyogianya kita mewaspadai. Jangan-jangan orang di sekitar kita sedang menempatkan kita sebagai objek reifikasi.

Caranya? Kita memanfaatkan cara berpikir menyangsikan.

Kata Descartes, Bapak Filsafat Modern, untuk memperoleh kepastian dimulai dengan "le doute methodique" atau metode kesangsian.

Untuk menemukan titik kepastian itu Descartes mulai dengan sebuah kesangsian atas segala sesuatu.

Menyangsikan bukan kesia-siaan. Justru menyangsikan adalah berpikir. Kepastian akan eksistensi dicapai dengan berpikir.

Inilah yang kemudian menjadi terkenal "je pense done je suits alias cogito ergo sum (aku berpikir, maka aku ada)".

Lewat metode kesangsian bakal ditemukan kebenaran dan kepastian yang kokoh, yaitu "cogito" atau kesadaran diri. Cogito ini ditemukan lewat pikiran kita sendiri.

Metode kesangsian ala Descartes ini bukan melulu mencurigai orang-orang di sekitar kita. Metode ini untuk mengukur kesadaran bahwa orang dekat kita memang benar-benar tulus. Bukan mempraktikkan reifikasi.

Namun jangan terkejut, jika orang lain pun sedang mengukur kita, apakah kita terperangkap reifikasi? Sebab, dalam sudut pandang apapun, reifikasi racun bagi relasi antarmanusia. Lebih menakutkan jika reifikasi berujung pembunuhan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Megapolitan
Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Megapolitan
Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas 'Bodong', Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas "Bodong", Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

Megapolitan
Pelanggan Minimarket: Ada atau Enggak Ada Jukir, Tak Bisa Jamin Kendaraan Aman

Pelanggan Minimarket: Ada atau Enggak Ada Jukir, Tak Bisa Jamin Kendaraan Aman

Megapolitan
4 Bocah Laki-laki di Cengkareng Dilecehkan Seorang Pria di Area Masjid

4 Bocah Laki-laki di Cengkareng Dilecehkan Seorang Pria di Area Masjid

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com