Aspas menambahkan, penghuni kampung-kampung di sekitar Pulomas waktu itu kebanyakan orang Betawi.
Baca juga: Kilas Balik Sejarah Jakarta: Asal-usul Nama Kampung Bali di Tanah Abang
Pekerjaan mereka mayoritas adalah petani, menggarap sawah-sawah tadah hujan yang ada. Mursidi merupakan salah satu petani tersebut.
Keluarga Mursidi punya sawah empat hektar, dengan dua hektar di antaranya berlokasi di Pulogadung, sedangkan lainnya di kawasan yang sekarang masuk Kelapa Gading.
Ia menuturkan, dari empat hektar tersebut, keluarganya bisa memanen rata-rata 15 ton padi per tahun. Sawah hanya bisa ditanami setahun sekali, yakni setiap musim hujan datang.
Tahun 1963, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memprakarsai pendirian Yayasan Perumahan Pulo Mas, yang dipimpin presiden direktur bernama JP Darussalam.
Mereka menyiapkan pembangunan kota satelit DKI di daerah Pulomas, di sisi timur Jakarta.
Proyek dilaksanakan pada lahan seluas 350 hektar, guna membangun sekitar 10.000 rumah sehingga akan menampung lebih kurang 50.000 penduduk Ibu Kota.
Baca juga: Ketua DPRD DKI Pertanyakan Usulan Nama Jalan Ali Sadikin yang Belum Dieksekusi Anies
Pelaksanaan proyek ini menjadi penanda akhir riwayat sawah di kawasan Pulomas dan sekitarnya.
Pemerintah juga memprakarsai pembangunan gelanggang pacuan kuda di Pulomas yang diresmikan Gubernur Ali Sadikin pada Agustus 1971.
(Harian Kompas : J Galuh Bimantara/Kompas.com : Ryana Aryadita Usamugi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.