Di dalam gudang yang dibangun pada 1652 ini, VOC menyimpan stok rempah, kopi, teh, dan kain dalam jumlah besar.
Baca juga: Museum Bahari akan Dibongkar, Anggarannya Rp 48 Miliar
Gudang bersebelahan dengan tembok kota, dan di antara dinding gudang dengan tembok kota itu, VOC menyimpan suplai tembaga dan timah. Dulu ada teras luas sarana penjaga memantau komoditas berharga itu.
Di papan informasi di depan museum tertulis, gudang tepi barat Kali Ciliwung itu dibangun bertahap sejak 1652 hingga 1759.
Langgam arsitekturnya sezaman dengan bangunan sejenis di Belanda. Sebagai gudang, Westzijdsche Pakhuizen didirikan masif dengan bukaan, tanpa teras. Tahun 1942-1945, Jepang menjadikan gudang logistik tentara.
Selepas 1945 di era kemerdekaan Republik Indonesia, bangunan ini dipakai oleh sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) salah satunya Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai gudang.
Hingga akhirnya pada tahun 1977, bangunan ini, beserta menara-menara kawal VOC di sekelilingnya, diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin sebagai Museum Bahari.
Baca juga: Museum Bahari Bakal Punya Ruang Titik Nol Meridian Batavia, Apa Itu?
“Bangunan Museum Bahari punya nilai sejarah yang sangat penting, karena merupakan salah satu peninggalan tertua zaman Belanda dulu," kata Kepala Museum Bahari Husnison Nizar kepada Kompas.com 2018 lalu.
Di masa lalu, banyak sekali manfaat bangunan ini yang tercatat dalam sejarah. Diantaranya menjadi tembok warisan VOC terakhir di Nusantara.
Di masa sekarang, bangunan ini tetap menebar manfaat, utamanya untuk merekam sekaligus menyampaikan untuk generasi saat ini akan pesona dan kekuatan bahari Indonesia di masa lampau.
(Kompas.com: Muhammad Irzal Adiakurnia/Kompas: Johanes Galuh Bimantara)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.