JAKARTA, KOMPAS.com - Camat Pancoran Alamsyah berujar, saat ini tersisa dua rumah yang belum dibongkar terkait pembebasan lahan untuk normalisasi Kali Ciliwung.
Adapun pemilik dua rumah tersebut telah menerima uang kompensasi pembebasan lahan.
Semenatara itu, 41 rumah lain, yang pemiliknya juga sudah mendapat uang kompensasi, telah dibongkar secara bertahap sejak tiga bulan lalu.
Pembongkaran dilakukan menggunakan alat berat atau backhoe.
"Hari ini sisanya tinggal lima, dibongkar tiga, tinggal sisa dua. Targetnya ya asal yang sudah dibayar, kami bongkar," ujar Alamsyah di lokasi, Rabu (9/11/2022).
Baca juga: Warga Rawajati Mengeluh Banjir di Rumahnya Makin Parah akibat Pembebasan Lahan Normalisasi Ciliwung
Alamsyah mengatakan, selain dua rumah tersebut, masih ada sekitar 20 rumah yang juga belum dibongkar karena pemilik belum menerima pembayaran.
Salah satu masalah terhambatnya pembayaran kepada pemilik 20 rumah di RW 007 Rawajati yakni tidak adanya sertifikat.
"Kalau seluruh bidang ada 63 bidang di RW 007. Nah itu yang belum dibongkar, karena belum dibayar berarti. Kendala surat tanah," kata Alamsyah.
"Kalau nanya saya enggak pas, tanya BPN saja. Biar pintunya satu. Tugas saya yang sudah dibayar, dibongkar," sambung dia.
Baca juga: Kegelisahan Warga Rawajati Lihat Rumah Tetangga Satu per Satu Digusur untuk Normalisasi Ciliwung
Ketua RW 097 Rawajati Sari Budi Handayani sebelumnya mengatakan, ada 63 bidang tanah yang terkena pembebasan lahan dari program normalisasi Kali Ciliwung.
Dari total bidang tanah itu, 40 di antaranya sudah menerima pembayaran sesuai harga appraisal, sedangkan pemilik rumah lain belum menerima pembayaran.
Warga RW 007 Rawajati yang belum menerima pembayaran atas pembebasan lahan tersebut sebelumnya menjalani musyawarah dengan Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Duduk Perkara 20 Warga Rawajati Belum Terima Kompensasi Normalisasi Kali Ciliwung
Pada pertemuan tersebut, pemilik lahan atau bidang dijanjikan akan menerima uang ganti untung seperti warga yang memiliki sertifikat.
Hanya saja nominal yang dijanjikan berbeda dari orang yang memiliki surat tanda kepemilikan tanah dan bangunan.
"Mereka ikhlas menerima ada perbedaan nilai nominal dari yang sertifikat dan non-sertifikat, selisih sekitar Rp 3 jutaan. Tapi sampai saat ini belum ada kejelasannya. Mereka bilang sedang dikaji undang-undang soal payung hukum," kata Sari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.