JAKARTA, KOMPAS.com - Di ujung Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, masih berdiri tegak sebuah mercusuar yang dulu mengontrol sirkulasi pelayaran kapal di laut Sunda Kelapa.
Sejak dibangun pada abad ke-19, orang-orang menyebut mercusuar ini sebagai Mercusuar Batavia atau Mercusuar Sunda Kelapa.
Bentuk mercusuar ini dari sejak dibangun pada akhir abad ke-19 hingga saat ini tidak mengalami banyak perubahan.
Mercusuar Batavia berbentuk bulat dan makin ke atas, makin mengecil. Dengan bagian lampu di lantai puncaknya, tinggi mercusuar ini mencapai 17 meter.
Pada bagian badan, terdapat tiga buah lubang yang berfungsi sebagai ventilasi dan sekaligus sebagai jendela penerangan tangga yang ada di dalam tubuh menara.
Baca juga: Riwayat Masjid Agung Sunda Kelapa, Destinasi Wisata Religi di Ibu Kota
Perubahan justru terjadi pada lingkungan sekitar tempat mercusuar ini berdiri.
Laut yang dulu mengelilingi Mercusuar Batavia kini sudah berubah menjadi lahan luas yang menjadi bagian dari Pelabuhan Muara Baru dan Tempat Pelelangan Ikan Muara Baru. Sebuah kawasan industri khusus hasil laut.
Bangunan di sekitar mercusuar juga sudaha lenyap tak beerbekas. Beberapa bagianya kin sudah tertutup gedung dan pabrik di sekitar Pelabuhan Muara Baru
Adolf Heuken dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta menulis, mercusuar ini dibangun pada 1839 untuk memberi waktu tepat bagi kapal di pelabuhan, untuk berlabuh atau kembali berlayar.
Tidak hanya itu, di dalam menara terdapat chronometer, pencatat waktu yang cukup tepat untuk dapat digunakan sebagai standar waktu portabel kala itu.
Di lantai menara ada batu dengan tulisan berhuruf Tionghoa yang menyatakan longitude nol Batavia lewat titik tengah menara ini.
Pada abad ke-19, longitude nol tersebut dipakai untuk memetakan seluruh daerah Hindia-Belanda. Akan tetapi, kini tulisan itu sudah raib.
Heuken juga menulis, mercusuar ini jauh lebih dulu terbangun dibandingkan dengan Menara Syahbandar di dekat Museum Bahari.
Akan tetapi perannya justru menggantikan Menara Syahbandar di muara Sungai Ciliwung yang tak lagi digunakan pada akhir abad ke-19.
Menurut arsip harian Kompas, 26 Desember 2016, Candrian Attahiyat, arkeolog dan anggota tim ahli cagar budaya Jakarta, menyampaikan, mercusuar ini dibangun di atas tanah yang terus tumbuh di muara Ciliwung.
Baca juga: Kisah Menara Syahbandar, Menara Miring yang Pernah Jadi Pintu Masuk Jakarta
"Dulu saat berfungsi, di sekitar mercusuar ada juga bangunan tempat penjaga tinggal. Akan tetapi, bangunan tersebut telah dirobohkan," ujarnya.
Di masa jayanya mercusuar ini adalah salah satu bangunan yang cukup tinggi di Batavia. Fungsinya mengatur alur pelayaran yang ketika itu mencapai masa jayanya.
”Kawasan mercusuar dulu, saat ini Muara Baru, adalah tanah tumbuh yang terus ada seiring pendangkalan muara. Kawasan ini juga dikenal karena banyak penyakit seperti malaria dan disentri,” kata Candrian.
Pesisir Jakarta memang terus maju karena pendangkalan pesisir dan faktor alamiah. Bahkan, sisi paling luar Jakarta ribuan tahun lalu berada di Pasar Minggu.
"Akan tetapi, seperti kita lihat sekarang, mercusuar hampir tidak lagi kelihatan karena tertutup bangunan,” sebut Candrian.
Baca juga: Diduga Kaget karena Letusan Ban, Seorang Pemuda Jatuh dan Tenggelam di Pelabuhan Sunda Kelapa
Untuk mencapai mercusuar ini, pengunjung harus masuk ke dalam area Pelabuhan Nizam Zachman.
Pengunjung awalnya rata-rata kesulitan menemukan lokasi mercusuar karena tidak ada petunjuk lokasi di dalam area pelabuhan.
Ini dikarenakan, tinggi bangunan lain di area pelabuhan yang penuh pabrik hampir sama dengan mercusuar.
Mercusuar sendiri dikelilingi kolam dengan batu gunung di fondasi. Hal ini dilakukan seiring penimbunan kawasan Muara Baru agar lebih tinggi dari muka laut akibat penurunan muka tanah.
Di sekeliling mercusuar juga difungsikan sebagai kolam penampungan air sebelum dibuang ke laut memakai pompa.
Baca juga: Itinerary Seharian di Kota Tua Jakarta, dari Sunda Kelapa ke Museum Fatahillah
Sebuah pintu kecil berbentuk sepatu kuda berada di sisi timur bangunan. Menuju puncak harus melewati 56 anak tangga yang cukup melelahkan.
Akan tetapi, ketika sampai di puncak, rasa penasaran terbayar tuntas. Kota ini ternyata memiliki mercusuar yang masih baik meski tidak lagi difungsikan.
Kepada harian Kompas, Prabowo, petugas rumah pompa Mercusuar Muara Baru, menuturkan, hampir setiap tahun ada wisatawan mancanegara yang datang untuk melihat mercusuar.
”Mereka datang jalan kaki dari Kota Tua ke tempat ini. Kebayang jauhnya. Kalau orang lokal hampir tidak ada yang datang untuk wisata. Mungkin pada gak tau,” ujarnya.
(Kompas.com: Silvita Agmasari | Kompas: Saiful Rijal Yunus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.