"Kalau saya kan hanya terlapor bukan kapasitas saya membicarakan dugaan penipuan yang dialami oleh pelapor (VS), bisa ditanyakan ke pelapor saja," kata Natalia.
Lebih lanjut, sebuah gelar perkara pun digelar pada 7 Juni 2022. Gelar perkara itu menghasilkan sebuah Surat Pemberitahuan Perkembangan Dumas yang menyatakan bahwa penetapan Natali sebagai tersangka adalah premature.
"Kenapa saya bisa bilang kasus ini terlalu memaksakan, karena sudah dua kali saya membuat laporan, ke Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) Polda Metro Jaya dan Kepala Biro Pengawas Penyidikan (Karowassidik) Mabes Polri. Hasil gelar perkara keduanya menyatakan bahwa kasus ini tidak terdapat tindak pidana," ungkap Natali.
Upaya Polres Jakarta Barat yang mengeluarkan DPO terhadapnya, dinilai tidak menghormati rekomendasi Itwasda maupun di Wassidik Mabes Polri.
"Dan Polres Jakbar tidak mengikuti hasil rekomendasi dari Itwasda maupun di Wassidik Mabes Polri. Sehingga terkesan memaksakan dan ada upaya mengkriminalisasi saya sebagai seorang advokat," tutur Natali.
"Saya akan hadir ke polres jakbar ketika semua langkah hukum sebagai terlapor sudah saya jalankan," kata dia
Selain itu, Natali membeberkan, dalam upaya restorative justice atau damai, pihak pelapor VS, memintanya membayar Rp 6 miliar.
"Lalu pihak pelapor menyatakan ingin melakukan rujuk, namun setelah ada perwakilan saya yang menemui pihak pelapor, ternyata saya diminta untuk membayar Rp 6 miliar karena sudah banyak operasional pelapor untuk menjalankan laporan polisi ini hingga saya menjadi tersangka," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.