Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aloysius Eka Kurnia
Dosen

Dosen Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Kupu-kupu Malam dan Permasalahan Ketimpangan Pembangunan

Kompas.com - 10/01/2023, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DRAMA seri Kupu-kupu Malam yang ditayangkan di salah satu platform menonton daring, kini tengah menjadi bahan perbincangan di masyarakat.

Drama tersebut menceritakan tentang seorang mahasiswi yatim piatu yang harus berjuang mencukupi kebutuhan hidupnya dan adik laki-lakinya dengan bekerja menjadi pelayanan di salah satu restoran.

Kondisi semakin tidak menentu di mana adiknya membutuhkan biaya perawatan kesehatan yang tidak sedikit membuat sang kakak terpaksa menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) untuk menambah penghasilan dari pekerjaannya sebagai pelayan restoran.

Tingginya antusiasme masyarakat untuk menonton drama seri ini dapat dilihat dari jumlah perolehan penonton yang menembus angka 4 juta penonton pada minggu pertama rilis.

Seiiring dengan jumlah penonton yang terus bertambah, drama seri Kupu-kupu Malam juga kembali memicu diskusi panjang terkait keberadaan prostitusi dengan segala latar belakang pemicunya di Indonesia.

Lantas bagaimanakah Negara harus menempatkan diri dalam persoalan keberadaan prostitusi?

Bongkar pasang kebijakan pengendalian prostitusi

Keberadaan prostitusi dalam catatan sejarah telah ada, bahkan sebelum Socrates memulai dialektika terkait “apa itu keadilan” dengan para pengikutnya.

Menurut Nils Johan Ringdal dalam bukunya Love For Sale: A World History of Prostitution dijelaskan bahwa praktik prostitusi telah ada sejak 5.500 – 4.000 tahun sebelum Masehi di wilayah Mesopotamia.

Praktik prostitusi di Indonesia telah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno menguasai Nusantara yang ditandai dengan keberadaan selir bagi para Raja.

Prostitusi kemudian berkembang menjadi industri yang mendapatkan tempat tersendiri secara legal oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada 1852.

Pascakemerdekaan Indonesia tahun 1945, bangsa Indonesia pada faktanya belum seutuhnya merdeka dari praktik prostitusi di masyarakat.

Kendati beberapa ketentuan di dalam KUHP melarang penyediaan jasa prostitusi seperti Pasal 295, 296, 297, dan 506, namun jerat pidana nyatanya tidak menyurutkan praktik prostitusi di Indonesia.

Hal tersebut mendorong terciptanya serangkaian kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah, salah satunya dengan kebijakan lokalisasi.

Pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menempuh kebijakan merelokasi sejumlah PSK yang tersebar di beberapa titik di Jakarta ke daerah Kramat Tunggak, Jakarta Utara.

Kebijakan lokalisasi tersebut ditempuh Ali Sadikin untuk mengefektifkan pengawasan terhadap prostitusi yang selama ini dilakukan secara senyap.

Prostitusi di Jakarta sebelum diadakannya kebijakan lokalisasi menimbulkan beberapa permasalahan turunan seperti penyebaran penyakit menular seksual, perdagangan anak, peredaran narkotika, hingga potensi konflik antar-anggota masyarakat.

Meski sempat ditempuh oleh Pemerintah di beberapa daerah di Indonesia, namun kebijakan lokalisasi yang tidak populis di tengah masyarakat berangsur-angsur ditinggalkan oleh Pemerintah.

Kini kita dapat melihat berdirinya pusat keagaman di lokasi yang sebelumnya menjadi pusat prostitusi sebagai bukti bahwa Pemerintah setempat mengalihkan keberpihakan dari kebijakan lokalisasi, seperti Jakarta Islamic Center di Kramat Tunggak dan Masjid di Saritem Bandung.

Pengalihan kebijakan lokalisasi sebagai alternatif pengendalian prostitusi di Indonesia juga diikuti dengan gencarnya kebijakan represif Pemerintah dalam pemberantasan prostitusi sebagai penyakit sosial.

Meski kini kita sering melihat atau mendengar upaya pemberantasan prostitusi melalui sidak yang dilakukan aparat penegak hukum, namun nyatanya hal tersebut tidak mengurangi jumlah layanan jasa seksual yang kini telah bertansformasi melalui layanan daring.

Prostitusi dan ketimpangan pembangunan

Instrumen penindakan terhadap praktik prostitusi di Indonesia boleh dinilai sangat lengkap dan jauh dari kata kekuarangan.

Mulai dari ketentuan-ketentuan di dalam KUHP yang menilai penyediaan jasa prostitusi sebagai tindakan kriminal, Undang-undang Pornografi, hingga Undang-undang ITE merupakan contoh dari lengkapnya amunisi Pemerintah dalam menindak salah satu penyakit sosial ini.

Terlebih di dalam KUHP yang baru saja disahkan, ketentuan mengenai penyedia jasa prostitusi mengalami kenaikan sanksi pidana dari ketentuan sebelumnya.

Beragamnya instrumen pidana yang membekali upaya represif pemerintah pada kenyataanya tidak berbanding lurus dengan pengurangan jumlah PSK di Indonesia.

Menurut Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) dalam diskusi bersama Komnas HAM (6/9/2019), tercatat lebih dari 230.000 orang bergantung pada praktik prostitusi di Indonesia.

Angka tersebut cenderung naik kendati Kementerian Sosial dan pemerintah daerah telah menutup puluhan lokalisasi yang beroperasi di Indonesia.

Pemberantasan praktik prostitusi di Indonesia selama ini hanya berorientasi pada upaya represif berupa penegakan sanksi pidana baik terhadap PSK maupun terhadap muncikari.

Selain penegakan sanksi pidana, penegakan sanksi administratif seperti penutupan hingga pencabutan izin beberapa tempat terduga penyelenggara praktik prostitusi seperti hotel, panti pijat, dan tempat hiburan malam adalah andalan pemerintah dalam memberantas prostitusi di daerah.

Perlu diketahui bahwa faktor terbesar dari munculnya prostitusi adalah karena prostitusi merupakan resultante dari problematika kemiskinan di Indonesia.

Kemiskinan yang secara parsial dialami oleh sebagian kelompok masyarakat atau beberapa daerah tertinggal menyebabkan munculnya kesenjangan sosial akibat ketimpangan pembangunan.

Secara alamiah, kelompok masyarakat yang masih berada pada garis pra-sejahtera akan melihat daerah yang telah mapan dalam pembangunan atau kelompok masyarakat sejahtera sebagai sebuah harapan.

Alhasil tanpa didukung oleh pendidikan yang mumpuni dan keterampilan yang dibutuhkan, lonjakan urbanisasi menyebabkan penumpukan angkatan kerja di kota yang berangsur-angsur memengaruhi persebaran prostitusi di kota.

Reorientasi pengendalian prostitusi

Keterbatasan akses bagi masyarakat miskin untuk menjangkau pelayanan kesehatan, pendidikan berkualitas, hunian layak, hingga pekerjaan dengan upah yang sesuai di daerah secara alamiah menyebabkan dorongan urbanisasi masyarakat di Indonesia.

Untuk itu maka serangkaian kebijakan pembangunan perlu dilakukan Pemerintah melalui beberapa instrumen yang sifatnya lintas sektoral.

Meninggalkan PR besar Pemerintah untuk menciptakan pemerataan pembangunan antar-daerah yang bukan merupakan pekerjaan satu malam, sesungguhnya pengendalian praktik prostitusi yang telah ada di kota-kota besar di Indonesia dapat efektif dilakukan melalui reorientasi penindakan.

Apabila selama ini Pemerintah sibuk dengan upaya represif berupa penegakan sanksi pidana dan sanksi administratif, pada prinsipnya Pemerintah dapat mengoptimalkan upaya preventif seperti refocussing anggaran keuangan untuk penyediaan kebutuhan dasar bagi masyarakat pra-sejahtera seperti subsidi pangan, pelayanan kesehatan, akses pendidikan, hingga penyediaan tempat tinggal atau subsidi pembiayaan rumah tinggal.

Selain itu kerja sama lintas instansi seperti instansi pendidikan, keagamaan, maupun komunitas RT/RW menjadi benteng pertama dalam mencegah bertumbuhnya praktik prostitusi di lingkungan terdekat masyarakat.

Selain pengendalian kemiskinan, pengendalian urbanisasi melalui sejumlah regulasi daerah juga dinilai penting untuk mencegah terjadinya lonjakan rumah tangga miskin baru di kota.

Sejumlah aturan yang mensyaratkan kepemilikan atas tempat menetap, keberadaan kerabat, atau adanya pekerjaan tetap bagi masyarakat yang hendak menetap di kota besar merupakan alternatif kebijakan yang dapat diambil sebagai upaya pengendalian urbanisasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kronologi Remaja Tikam Seorang Ibu di Bogor, Berawal dari Mabuk dan Panik

Kronologi Remaja Tikam Seorang Ibu di Bogor, Berawal dari Mabuk dan Panik

Megapolitan
Maju Pilkada DKI Jalur Independen, Dharma Pongrekun: Mau Selamatkan Rakyat

Maju Pilkada DKI Jalur Independen, Dharma Pongrekun: Mau Selamatkan Rakyat

Megapolitan
Dishub DKI Minta Warga Laporkan ke Aplikasi JAKI jika Temukan Jukir Liar di Minimarket

Dishub DKI Minta Warga Laporkan ke Aplikasi JAKI jika Temukan Jukir Liar di Minimarket

Megapolitan
Buntut Penganiayaan Taruna STIP, Desakan Moratorium hingga Penutupan Sekolah Menguat

Buntut Penganiayaan Taruna STIP, Desakan Moratorium hingga Penutupan Sekolah Menguat

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Tergolong Tindak Pidana, Dishub DKI Bakal Terapkan Sidang di Tempat

Jukir Liar Minimarket Tergolong Tindak Pidana, Dishub DKI Bakal Terapkan Sidang di Tempat

Megapolitan
Polisi Sebut Tersangka Kasus Kematian Taruna STIP Masih Mungkin Bertambah

Polisi Sebut Tersangka Kasus Kematian Taruna STIP Masih Mungkin Bertambah

Megapolitan
Jukir Liar Tak Setuju Ditertibkan, Kadishub DKI: Siapa Pun yang Timbulkan Keresahan, Harus Ditindak Tegas

Jukir Liar Tak Setuju Ditertibkan, Kadishub DKI: Siapa Pun yang Timbulkan Keresahan, Harus Ditindak Tegas

Megapolitan
3 Korban Tewas Kebakaran Kapal di Muara Baru Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen

3 Korban Tewas Kebakaran Kapal di Muara Baru Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen

Megapolitan
Remaja di Bogor Ditangkap Polisi Usai Tusuk Seorang Ibu dalam Keadaan Mabuk

Remaja di Bogor Ditangkap Polisi Usai Tusuk Seorang Ibu dalam Keadaan Mabuk

Megapolitan
Temui Heru Budi di Balai Kota, Ahmed Zaki Pastikan Bukan Bahas Isu Pilkada DKI 2024

Temui Heru Budi di Balai Kota, Ahmed Zaki Pastikan Bukan Bahas Isu Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Warga Tangkap Pria yang Diduga Tusuk Perempuan di Bogor

Warga Tangkap Pria yang Diduga Tusuk Perempuan di Bogor

Megapolitan
Pemprov DKI Tertibkan 15 Rumah Kumuh di Tanah Tinggi, Direnovasi Jadi Tipe 36

Pemprov DKI Tertibkan 15 Rumah Kumuh di Tanah Tinggi, Direnovasi Jadi Tipe 36

Megapolitan
Ungkap Peredaran Sabu di Tebet, Polisi Selidiki Kemungkinan Asal Narkoba dari Kampung Bahari

Ungkap Peredaran Sabu di Tebet, Polisi Selidiki Kemungkinan Asal Narkoba dari Kampung Bahari

Megapolitan
Heru Budi Pastikan Pasien TBC yang Bukan KTP DKI Bisa Berobat di Jakarta

Heru Budi Pastikan Pasien TBC yang Bukan KTP DKI Bisa Berobat di Jakarta

Megapolitan
Warga Bekasi Tertabrak Kereta di Pelintasan Bungur Kemayoran

Warga Bekasi Tertabrak Kereta di Pelintasan Bungur Kemayoran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com