TANGERANG, KOMPAS.com - Membayar retribusi pengangkut sampah dianggap sebagai salah satu alternatif untuk mencegah masyarakat membuang sampah di tengah jalan raya, seperti yang terjadi di kawasan Ciledug, Kota Tangerang.
Anggota Seksi Ketentraman dan Ketertiban Masyarakat (Trantib) Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang Mulyadi mengatakan, pemerintah daerah sebenarnya sudah menyiapkan kendaraan-kendaraan pengangkut sampah untuk menjaga kebersihan lingkungan masyarakat.
Kendaraan pengangkut sampah itu yakni bentor dan truk. Bentor digunakan untuk mengangkut sampah rumah tangga di pelosok-pelosok gang lingkungan masyarakat, dan truk pengangkut sampah digunakan untuk mengangkut sampah menuju tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Kota Tangerang.
Baca juga: Sampah Masih Berjejer di Titik Tak Terpantau Penjaga Posko di Ciledug Tangerang
“Sebenarnya, kami (daerah Kota Tangerang) sudah ada pengangkut sampah ke rumah-rumah warga, jadi enggak susah mau buang sampah di sembarang tempat, apalagi jalan raya begini,” ujar Mulyadi saat dijumpai saat sedang menjaga posko pantau sampah di dekat Kali Parung Serab, Senin (9/1/2023).
Menurut Mulyadi, dengan kendaraan pengakut sampah yang langsung menyasar ke rumah warga, seharusnya tidak ada lagi masyarakat yang membuang sampahnya sembarangan.
Akan tetapi, kata Mulyadi, sebagian besar masyarakat yang tetap membuang sampahnya ke sembarang tempat itu adalah mereka yang sayang merogoh koceknya untuk membayar retribusi.
Baca juga: Warga Keluhkan Sampah Berjejer di Tengah Jalan Ciledug: Ganggu Pemandangan
“Iya itu kan ada biaya retribusinya, ya paling Rp 25.000 - Rp 30.000 per bulan (untuk pengankutan sampah ke rumah), harusnya udah gak perlu lagi buang sampah sembarangan,” jelasnya.
Hal inilah yang dilakukan oleh Suryoto (65), seorang pedagang minuman kaki lima di sekitar Jalan Hos Cokroaminoto.
Suryoto mengatakan bahwa dirinya merasa terganggu dengan adanya sampah yang berjajar di tengah jalan tersebut.
Akan tetapi, sebagai masyarakat biasa, dirinya juga tidak bisa berbuat banyak terhadap permasalahan seperti ini.
“Ya saya sih nggak bisa melarang, mengizinkan juga gak bisa juga (masyarakat membuang sampah di tengah jalan raya itu),” ucap dia.
Suryoto sendiri membuang sampah rumah tangganya di tempat pembuangan sampah di depan rumahnya.
Ia membayar retribusi kepada pengakut sampah yang sedia setiap pagi mengangkut sampah-sampah di lingkungan warga.
“Kalau saya ya itu ada yang ambil sampah-sampahnya jam 05.00 WIB pagi,” ujarnya.
Menurut Suryoto, permasalahan sampah ini tidak bisa hanya dilakukan oleh salah satu sisi saja, entah itu pemerintah ataupun masyarakatnya.
“Sebenarnya harus dua-duanya (pemerintah dan masyarakat), pemerintah harus menyiapkan tempat sampah, soalnya kalau cuma suara (ajakan tidak membuang sampah sembarangan) doang kan kurang bijaksana begitu,” ucap dia.
Ia menambahkan, jika pemerintah pun memberlakukan sanksi tanpa membuatkan tempat sampah bagi masyarakat hal itu juga tidak akan berpengaruh banyak terhadap persoalan ini.
Sebab, kata Suryoto, mungkin saja masyarakat itu membuang sampah di tengah jalan karena tidak ada tempatnya, dan akan beralih membuang sampah di TPS jika memang sudah tersedia.
“Ya kecuali mereka (masyarakat) nanti kalau ada tempat pembuangan sampah masih buang (sampah) di situ (tengah jalan raya), itu masyarakatnya aja yang ndablek (keras kepala),” ujarnya.
“Tapi yang penting kalau ada tempat sempat, tidak begitu (masyarakat berubah membuang sampah di tempatnya),” tambah dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.