TANGERANG, KOMPAS.com- Pengamat lingkungan Pahrul Roji dari Saba Alam Indonesia Hijau mengatakan, sanksi berupa denda dan penegakan undang-undang bisa menjadi solusi dari persoalan pembuangan sampah di tengah jalan raya kawasan Ciledug, Kota Tangerang.
Pria yang akrab disapa Aroel itu menilai, persoalan sampah di kawasan tersebut bukanlah perkara baru.
Permasalahan pembuangan sampah sembarangan di sana, sudah ada sejak lama dan belum juga berakhir sampai saat ini karena masyarakatnya masih belum jera.
Pasalnya, selama ini penindakan yang dilakukan terhadap pelaku pembuang sampah sembarangan di kawasan itu hanyalah tindak pidana ringan (tipiring) dengan menyita kartu tanda penduduk (KTP) saja.
Baca juga: Sudah Dijaga Belasan Petugas, Pencegahan Sampah di Tengah Jalan Ciledug Masih Saja Kecolongan
“Saya pikir denda juga jadi efek jera ya,” kata pria yang akrab disapa Aroel kepada Kompas.com, Selasa (10/1/2023).
Ia menambahkan, persoalan berapa besar denda yang bisa diberikan terhadap pelaku pembuang sampah sembarangan itu harus disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku.
Aroel menegaskan, seharusnya pemerintah daerah setempat harus menjalankan apa yang telah diamanahkan dalam Undang-Undang 18 tahun 2008 tentang Pengelolahan Sampah secara komprehensif.
“Nah yang paling terpenting adalah hari ini regulasi tentang pengolahan sampah berdasarkan Undang-Undang pengolahan sampah itu diterapkan di antara dua wilayah Kota Tangerang maupun Kota Tangerang Selatan,” ujarnya.
“Siapa pun yang membuang sampah sembarangan, sikapi dengan undang-undang, dengan peraturan daerah yang sudah dibuat, ini biar tidak lagi masyarakat membuang sampah sembarangan,” tambah dia.
Di dalam undang-undang yang dimaksud, dimuat beberapa kategori sanksi yang bisa diberikan kepada para pelaku pengelola sampah sembarangan.
Pada Pasal 40 diatur setiap pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 10 tahun.
Serta, denda paling sedikit Rp 100.000.000 dan paling banyak Rp 5 miliar.
“Dalam UU-nya sudah ada sampai ketentuan pidana penjara, tapi ini tidak pernah dilakukan oleh pemerintah, cuma tipiring ambil KTP, foto ya sudah, balik besok diimbau, restorasi asas keadilan, di mana jadinya ribet juga entar,” kata dia.
“Banyak sanksi yang harusnya tepat untuk hal ini, enggak juga dijalankan,” imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.