Shafinaz mengatakan bahwa seorang penyidik sempat bilang bahwa kasus akan selesai pada Desember 2022.
Menurut keterangan penyidik, kesalahan SAP sudah sangat jelas. Meski demikian, dokumen pihak Shafinaz dan korban lainnya selalu tertahan.
“Katanya surat kita ditahan-tahan terus sama Kasat atau Kanit atau apa gitu. Aku kayak bingung, kenapa? Alasannya ditahan apa? Kurang bukti apa? Semua bukti udah jelas terlampir. Rekening koran juga udah ada. Apa lagi?” tegas dia.
Ia menilai upaya mediasi yang sebelumnya dilakukan sama sekali tak membuahkan hasil.
“Si orang ini tetap enggak mau balikin (uang para korban), tapi masuk penjara juga enggak mau. Aku bingung, kok polisi enggak bisa nindak. Aku ngerasa kok polisi melempem. Apa polisi dapet ‘siraman’ apa gimana? Aku enggak mau nuduh karena enggak punya bukti, tapi aku mulai resah,” kata dia.
Baca juga: Rencana Penerapan Jalan Berbayar atau ERP di Jakarta, demi Atasi Macet atau Cari Cuan?
Pada Rabu (11/1/2023), mediasi kembali dilakukan di Polres Jakarta Timur.
Namun, lagi-lagi konfrontir ini tidak membuahkan hasil yang diinginkan.
"Jadi mediasi tadi itu buntu dan belum ada titik terangnya, dan sepertinya masih berkelanjutan," kata Kuasa hukum Shafinaz, Hendrick Daud Sinaga, di Polres Metro Jakarta Timur.
Hendrick mengungkapkan, pihaknya sudah menyerahkan bukti-bukti yang diperlukan, mulai dari bukti awal hingga yang terbaru.
Shafinaz selaku klien dan pelapor juga dikatakan sudah menjelaskan dan mempertegas, BAP yang sebelumnya tidak pernah berubah.
"Siap dipertanggungjawabkan. Dan yang pasti, terlapor bernama SAP terbukti dugaan penggelapan dan penipuan. Perihalnya bagaimana nanti bisa ditanyakan ke penyidik," tutur Hendrick.
Hendrick enggan menyebut bahwa hasil mediasi kali ini gagal. Lebih tepatnya, imbuh dia, mediasi tidak menemukan keterbukaan.
"Saya bilang tidak ketemu keterbukaan karena keterangan SAP di awal, kisaran Agustus-Desember 2021 dengan hari ini itu berbeda. Jadi saya menemukan kayak ada yang ditutupi," jelas Hendrick.
"Jadi kami melihat, dugaan kami melihat, SAP ini mencoba untuk menyalahkan pihak lain, yang mana seharusnya itu menjadi satu bagian dengan SAP juga karena SAP sempat mengucap itu adalah partner-nya," sambung dia.
Jika SAP tetap berpegang pada jawabannya, pihak korban akan memperjuangkan sampai P21 untuk dilempar ke Kejaksaan.
Shafinaz menginginkan keadilan bagi para korban SAP yang tertipu investasi bodong. Walhasil, kasus pun diangkat ke ranah polisi, meski hingga kini belum mendapakan titik terang.
“Kalau dia cuma mau balikin 10 persen, tapi enggak ada tanda tangan di atas kertas misalnya sekiannya lagi mau dikembalikan kapan, itu bisa jadi perdata. Kita enggak mau. Lebih baik ini tetap pidana,” ungkap dia.
Pihak korban tidak ingin hanya mendapatkan pengembalian 10 persen dari kerugian yang masing-masing dari mereka alami.
Mereka ingin pengembalian sesuai dengan keinginan mereka, yakni minimal 80 persen atau paling tidak 70 persen.
“Kalau enggak, ya dia masuk penjara aja. Kita enggak minta uangnya enggak apa-apa, yang penting dia masuk penjara. Itu yang lagi mau didesak ke polisi. Enggak usah bertele-tele. Jadiin tersangka. Bukti juga udah lengkap,” tegas Shafinaz.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.