DEPOK, KOMPAS.com - Ayah dari Akseyna Ahad Dori (19), Marsekal Pertama (Purn) Mardoto, menilai bahwa penanganan kasus pembunuhan terhadap anaknya sangat lambat.
Sebab, sudah hampir delapan tahun sejak peristiwa itu terjadi, tetapi belum ada kejelasan apa pun terkait kasus pembunuhan Akseyna yang akrab disapa Ace itu.
"Kesannya (penanganan kasus Akseyna selama ini) lamban," ujar Mardoto kepada Kompas.com, Senin (16/1/2023).
Baca juga: Kapolres Depok yang Baru Janji Tuntaskan Misteri Kematian Akseyna, Ayah: Jangan Sekadar Lip Service
Selain lambat, Mardoto juga menilai bahwa banyak bukti permulaan yang tidak dieksplorasi selama ini.
Adapun Akseyna ditemukan tak bernyawa di Danau Kenanga, Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, pada 26 Maret 2015.
Akseyna merupakan mahasiswa jurusan Biologi Fakultas MIPA UI. Saat pertama kali ditemukan, korban diduga bunuh diri.
Belakangan, kepolisian yang menyelidiki kematian Akseyna menyatakan bahwa Akseyna merupakan korban pembunuhan.
Baca juga: Ayah Akseyna Berharap Kapolres Depok yang Baru Bisa Ungkap Kasus Pembunuhan Anaknya
Kini, setelah Kombes Ahmad Fuady resmi bertugas sebagai Kapolres Metro Depok per 13 Januari 2023, pihak keluarga Ace menaruh harapan besar agar kasus pembunuhan anaknya bisa terungkap.
"Saya berharap Kapolres Depok yang baru mampu membongkar kasus pembunuhan ini," ujar Mardoto.
Mardoto sangat berharap Ahmad Fuady dapat melanjutkan kasus ini dengan investigasi yang lebih mendalam.
Baca juga: Kapolres Baru Depok Janji Tuntaskan Misteri Kematian Akseyna, Sang Ayah: Kita Lihat Saja
Mardoto memiliki harapan besar karena dia mendapat informasi bahwa polisi memiliki tim khusus untuk menangani kasus pembunuhan Akseyna.
"Pendekatan scientific benar-benar untuk investigasi kriminal yang sudah lama seperti ini," kata Mardoto.
"Tentu bersama atau kerja sama dengan tim khusus yang kabarnya sudah terbentuk," tambah dia.
Pada awalnya Akseyna diduga bunuh diri karena penyidik menemukan sepucuk surat wasiat tertempel di dinding kamar kos Akseyna.
Surat wasiat itu berisi tulisan tangan dalam bahasa Inggris yang menyiratkan pesan terakhir korban.
Pada surat itu tertulis "Will not return for please don't search for existence, my apologies for everything enternally."
Surat itu kemudian ditelisik oleh Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor). Hasilnya menunjukkan bahwa tulisan itu identik dengan tulisan tangan Akseyna.
Baca juga: Meratapi Janji Kapolres Depok Tuntaskan Kasus Akseyna yang Tak Pernah Terwujud
Penyidik juga memanggil ahli grafolog dari American Handwriting Analysis Foundation Deborah Dewi untuk memberikan keterangan terkait tulisan tangan pada surat itu.
Hasilnya, Deborah menyatakan bahwa tulisan tangan pada surat itu bukan tulisan tangan Akseyna. Polisi kemudian berkeyakinan bahwa Akseyna adalah korban pembunuhan.
Hal lain yang memperkuat dugaan itu ialah hasil visum yang menyimpulkan Akseyna diduga tidak sadarkan diri sebelum dicemplungkan ke danau.
Pada paru-paru Akseyna juga terdapat air dan pasir. Hal itu tidak akan ditemukan apabila korban sudah tidak bisa bernapas.
Baca juga: Kapolres Baru Depok Janji Tuntaskan Misteri Kematian Akseyna di Danau UI
Selain itu, adanya robekan di bagian tumit sepatu Akseyna memperkuat dugaan bahwa ada upaya korban diseret.
Meski telah yakin bahwa Akseyna merupakan korban pembunuhan, polisi kesulitan mengungkap kasus tersebut.
Polisi menyebutkan, pengungkapan kasus ini cukup sulit karena kondisi tempat kematian korban sudah rusak akibat dimasuki orang yang tidak berkepentingan.
Dengan demikian, kasus kematian Akseynya masih menjadi misteri sampai saat ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.