Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/01/2023, 12:03 WIB
Muhammad Isa Bustomi,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS. com - Polisi menjelaskan alasan menghentikan kasus kecelakaan Mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Muhammad Hasya Atallah Saputra yang tewas ditabrak pensiunan Polri, AKBP Purnawirawan Eko Setia BW.

Penghentian kasus tersebut berdasarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan nomor B/17/2023/LLJS tanggal 16 Januari 2023.

Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Latif Usman mengatakan penetapan tersangka terhadap Hasya karena penyidik harus menetapkan kepastian hukum dari proses penyelidikan.

Baca juga: Mahasiswa UI Tewas Ditabrak Pensiunan Polisi, Dijadikan Tersangka hingga Disebut Lalai

Pasalnya, Penyidik Ditlantas Polda Metro Jaya sebelumnya sudah membuka ruang mediasi antara keluarga Hasya dengan AKBP Purnawirawan Eko, yang menabrak korban.

"Tidak ada titik temu, sehingga kami sebagai penyidik, perlu ada kepastian hukum," ujar Latif di Polda Metro Jaya, Jumat (27/1/2023).

Latif mengatakan, penyidik dalam penyelidikan memeriksa sejumlah saksi lalu melakukan tiga kali gelar perkara terkait kasus kecelakaan itu.

Hasil gelar perkara itu membuktikan bahwa AKBP Purnawirawan Eko tidak dapat dijadikan tersangka, karena melintas di jalan yang sesuai haknya.

"Karena ini kan cuman dua arah, pas jalannya kanan kiri sesuai dengan aturannya pak Eko berada di hak utama jalannya pak Eko. Sehingga ditemukanlah kesimpulan kami SP3," ucap Latif.

Baca juga: Pakar Hukum: Kalau Polisi Mau Hentikan Kasus Mahasiswa UI Tewas Ditabrak Pensiunan Polri, Jangan Korban Mati Jadi Alasan

Hasya dinilai tak perlu jadi tersangka

Namun, keputusan polisi menetapkan Hasya sebagai tersangka untuk menghentikan kasus kecelakaan yang menewaskannya menjadi sorotan.

Pakar hukum dari Dalimunthe & Tampubolon Laywers (DNT Lawyers) Boris Tampubolon berpandangan, ada cara lain apabila kepolisian ingin menghentikan kasus kecelakaan tersebut.

Seharusnya, kata Boris, polisi apabila ingin menghentikan kasus tersebut menggunakan Pasal 109 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni alasan tidak cukup bukti.

"Misalnya setelah diselidiki, tidak cukup bukti untuk melanjutkan perkara ini," tutur Boris kepada Kompas.com, Jumat (27/1/2023).

Baca juga: Mahasiswa UI Tewas Ditabrak Pensiunan Polri Jadi Tersangka, Pakar Hukum: Kontradiktif dan Tidak Tepat!

Mengacu pada beleid itu, Boris menjelaskan apabila hasil penyidikan tidak cukup bukti, maka AKBP Purnawirawan Eko yang saat itu mengendarai Mitsubishi Pajero berpelat B 2447 RFS bisa lolos dari jerat hukum.

"Jadi (lolos dari jerat hukum) karena tidak ada bukti ia lalai dalam mengemudi sehingga menyebabkan matinya orang lain. Bukan karena alasan korban menjadi tersangka dan kemudian meninggal dunia," kata Boris.

Dalam konteks undang-undang lalu lintas, Boris juga menegaskan bahwa tidak mungkin korban itu menjadi tersangka sekaligus. Menurut dia, pihak yang menjadi tersangka itu adalah si pelaku.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rumah Mewah di Ciracas Dibobol Maling, Isi Brankas Senilai Rp 150 Juta Raib

Rumah Mewah di Ciracas Dibobol Maling, Isi Brankas Senilai Rp 150 Juta Raib

Megapolitan
Jadwal Mundur, Uji Coba Lima Angkot Listrik di Bogor Dimulai Awal April

Jadwal Mundur, Uji Coba Lima Angkot Listrik di Bogor Dimulai Awal April

Megapolitan
Rumah Kos di Jagakarsa Jadi Tempat Produksi Tembakau Sintetis Selama 3 Bulan

Rumah Kos di Jagakarsa Jadi Tempat Produksi Tembakau Sintetis Selama 3 Bulan

Megapolitan
Meski Jadi Korban Main Hakim Sendiri, Pengemudi Ford Ecosport yang Mabuk Tetap Ditilang

Meski Jadi Korban Main Hakim Sendiri, Pengemudi Ford Ecosport yang Mabuk Tetap Ditilang

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Tangerang Hari Ini, 18 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Tangerang Hari Ini, 18 Maret 2024

Megapolitan
Paling Banyak karena Tak Pakai Sabuk, 14.510 Pengendara Ditilang Selama Operasi Keselamatan Jaya 2024

Paling Banyak karena Tak Pakai Sabuk, 14.510 Pengendara Ditilang Selama Operasi Keselamatan Jaya 2024

Megapolitan
Tarif Tol Jakarta-Pemalang untuk Mudik 2024

Tarif Tol Jakarta-Pemalang untuk Mudik 2024

Megapolitan
Kasus Meterai Palsu Ratusan Juta Rupiah di Bekasi, Bagaimana Cara Membedakan Asli dan Palsu?

Kasus Meterai Palsu Ratusan Juta Rupiah di Bekasi, Bagaimana Cara Membedakan Asli dan Palsu?

Megapolitan
Penggerebekan Tempat Produksi Tembakau Sintetis di Rumah Kos Jagakarsa Berawal dari Pengguna yang Tertangkap

Penggerebekan Tempat Produksi Tembakau Sintetis di Rumah Kos Jagakarsa Berawal dari Pengguna yang Tertangkap

Megapolitan
Gerebek Kos-kosan di Jagakarsa, Polisi Sita 500 Gram Tembakau Sintetis

Gerebek Kos-kosan di Jagakarsa, Polisi Sita 500 Gram Tembakau Sintetis

Megapolitan
Mengenal Sosok Eks Danjen Kopassus Soenarko yang Demo di KPU, Pernah Dituduh Makar pada Masa Pilpres 2019

Mengenal Sosok Eks Danjen Kopassus Soenarko yang Demo di KPU, Pernah Dituduh Makar pada Masa Pilpres 2019

Megapolitan
Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jabodetabek 19 Maret 2024

Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jabodetabek 19 Maret 2024

Megapolitan
Polsek Pesanggrahan Gerebek Tempat Produksi Tembakau Sintetis di Sebuah Rumah Kos

Polsek Pesanggrahan Gerebek Tempat Produksi Tembakau Sintetis di Sebuah Rumah Kos

Megapolitan
Tarif Penyeberangan Pelabuhan Merak-Bakauheni 2024

Tarif Penyeberangan Pelabuhan Merak-Bakauheni 2024

Megapolitan
Ingat Kematian, Titik Balik Tamin Menemukan Jalan Kebaikan sampai Jadi Marbut Masjid

Ingat Kematian, Titik Balik Tamin Menemukan Jalan Kebaikan sampai Jadi Marbut Masjid

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com