JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan harga beras membuat sejumlah pemilik warung makan dilema.
Diketahui, harga beras medium di pasaran berada telah menyentuh Rp 10.000 per kilogram, melebihi harga eceran tertinggi (HET), yang seharusnya Rp 9.450 per kilogram.
Di satu sisi, mereka tak ingin menaikkan harga dan mengurangi porsi agar tidak ditinggalkan pembeli.
Di sisi lain, jika harga beras makin melambung tinggi, biaya operasional mereka semakin besar dan keuntungan makin menipis kalau tidak menaikkan harga makanan.
Baca juga: Harga Beras Naik, Warteg di Tanah Abang Tak Kurangi Porsi Nasi
Party (45), pengelola warung makan di Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, mengungkapkan, ia enggan mengurangi porsi nasi atau menaikkan harga lauk meski harga beras kian meningkat.
"Kalau porsi nasi, kalau dikurangin, nanti orang berasa kurang makannya. Apalagi yang cowok-cowok yang kerja jadi kuli," jelas Party di Kelurahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (16/2/2023).
Namun, apabila harga beras kian meningkat, ia tidak menampik bahwa pengurangan porsi nasi menjadi jalan keluar agar warungnya tetap beroperasi.
Menurut dia, hal tersebut lebih efektif untuk dilakukan daripada meningkatkan harga lauk yang berpotensi membuat warungnya sepi.
"Iya buruknya ngurangin porsi nasi, cuma saya (berharap) enggak pernah ngurangin, bertahan aja," ujar Party.
Baca juga: Dilema Pedagang Nasi di Jatinegara: Harga Beras Mahal, tetapi Warung Sepi jika Naikkan Harga
Jika porsi nasi dikurangi atau harga lauk ditingkatkan, ia merasa iba dengan para pelanggannya.
Sebagian besar pelanggan setia warung nasi milik Party adalah para pekerja bergaji kecil.
"Langganan saya pekerja semua, ada yang gajinya seminggu sekali dan (nominalnya) kecil. Kita juga ngerti. Saya pokoknya kerjanya sambil bantu orang," terang dia.
Hal senada disampaikan pengelola Warteg Putra Bahari, Jalaludin (31).
Menurut dia, lebih baik mengurangi porsi nasi daripada menaikkan harga menu lauk pauk.
"Mending ngurangin porsi nasi, soalnya pelanggan kalau (kami) naikkan harga (lauk) tuh bisa komplain," ucap Jalaludin di Kelurahan Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (15/2/2023).
Akan tetapi, kenaikan harga beras dinilai tidak terlalu memengaruhi biaya operasional warteg karena tidak naik signifikan.
Hingga saat ini, Jalaludin masih mempertahankan harga dan porsi nasi seperti biasa.
Baca juga: Harga Beras Melonjak, Pengelola Warteg: Mending Turunin Porsi Nasi daripada Naikkan Harga Lauk
Party mengatakan, harga beras sempat berada pada kisaran Rp 8.000-Rp 8.500 per kilogram.
Pada saat itu, keuntungan per harinya berada pada kisaran Rp 300.000.
"Tapi sekarang Rp 100.000-an sejak harga (beras) naik jadi Rp 10.000-an. Biasanya (dapat untung) Rp 300.000-an, sekarang kelebihannya (untung) cuma Rp 100.000-an," ujar Party.
Ketika harga bahan pangan termasuk beras sempat naik saat lebaran beberapa waktu lalu, ia pernah mencoba menaikkan harga lauk.
"Saya udah pernah coba naikin harga lauk setelah Lebaran dulu. Naik Rp 2.000 aja itu nasi rames dan telur, biasanya Rp 10.000," kata Party.
Baca juga: Beras Mahal, Pengusaha Warteg di Duren Sawit Berencana Kurangi Porsi Nasi
"Saya enggak kuat karena seminggu harga naik, warung nasi malah sepi," imbuh dia.
Sejak saat itu, Party akhirnya berkomitmen untuk tidak pernah mengurangi porsi nasi atau menaikkan harga lauk.
Meski keuntungannya menipis, Party tetap berjuang agar warung nasinya tidak pernah sepi pelanggan.
"Langganan saya malah hilang seminggu (saat harga lauk dinaikkan), akhirnya balik ke harga semula," tutur Party.
"Walaupun harganya murah, kalau yang beli banyak, kita dapat untung. Kalau naikin harga terus enggak ada yang beli, cuma dapet capek aja," imbuh dia.
Baca juga: Harga Beras Naik, Pengusaha Warteg di Kebon Kacang Pertahankan Seporsi Nasi Rp 5.000
Party menuturkan, ia ingin agar harga bahan-bahan pokok termasuk beras menurun.
Sebab, nominal saat ini dirasa memberatkan karena harga beras yang didapatnya hampir mencapai Rp 12.000 per kilogram.
"Kalau sekarung 50 kilogram, harganya kena Rp 570.000. Saya kalau beli beras karungan, beli dua karung. Tinggal dibagi aja Rp 570.000 sama 50, per kilogram bisa Rp 12.000-an," ucap dia.
Walhasil, harga beras yang kian melambung memengaruhi biaya operasional warung nasi miliknya.
Harga beras yang kian meningkat juga memengaruhi keuntungan yang diraup.
Menurut Party, keuntungan harian yang didapat membuatnya merasa seperti tidak mendapat untung sama sekali karena terlalu sedikit.
"Kita kerjanya sih kerja keras, tapi (kayak) enggak dapet untung. Asal warung kita bisa berjalan dan bisa belanja lagi," paparnya.
"Harapannya segera stabil harga bahan pokok supaya masyarakat kecil bisa makmur semua. Berharap banget harga beras turun, itu harus. Semuanya lah harga bahan pokok diturunin," pungkas Party.
Sebagai informasi, berdasarkan data Informasi Pangan Jakarta per Selasa (14/2/2023), harga rata-rata beras medium sudah mencapai Rp 10.735 per kilogram.
Baca juga: Disdik Tangerang Larang “Study Tour”, Ini Kegiatan “Outing Class” yang Boleh Diselenggarakan
Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengungkapkan bahwa tingginya harga beras bisa berdampak pada kenaikan biaya operasional.
Untuk menyiasati hal tersebut, pedagang warteg pun mengurangi porsi nasi untuk pembeli ketimbang menaikkan harga karena masyarakat sudah terpuruk akibat kenaikan harga bahan pokok.
Informasi Pangan Jakarta juga mencatat bahwa harga tertinggi beras medium dijual di Pasar Kalibaru, Jakarta Utara, dengan harga sebesar Rp 13.000 per kilogram.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.