JAKARTA, KOMPAS.com - Nilai sewa unit Kampung Susun Bayam (KSB) sebesar Rp 600 ribu-Rp 700 ribu per bulan disebut tidak cukup untuk menutupi operasional rumah susun (rusun) itu.
"Kalau hitung-hitungan sebenarnya, terus terang, biaya sewa itu (Rp 600 ribu-Rp 700 ribu) tidak bisa mencukupi secara seluruhnya untuk operasional (KSB)" ujar Vice President Corporate Secretary PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Syachrial Syarif, melalui sambungan telepon, Senin (20/2/2023).
Jakpro adalah BUMD DKI yang membangun dan mengelola KSB.
Baca juga: Ironi Kampung Susun Bayam, Selesai Dibangun dengan Megah tapi Warga Masih Tidur Berimpitan di Tenda
Namun dalam kesempatan itu, ia tak mengungkapkan perkiraan besaran total operasional KSB.
Di sisi lain, Syachrial menegaskan, sewa unit KSB memang sudah diputuskan Rp 600 ribu-Rp 700 ribu per bulan.
Menurut dia, besaran tarif itu disesuaikan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan.
"Kalau besaran tarif, kami sudah kunci. Kami tawarkan sesuai dengan Peraturan Gubernur (Nomor 55 Tahun 2018), yang bervariasi dari Rp 600 ribu-Rp 700 ribu sekian," tutur Syachrial.
Baca juga: Anggap Tarif Sewa Kampung Susun Bayam Rp 750.000 Kemahalan, Warga Minta Keringanan Jadi Rp 150.000
Sementara itu, warga Kampung Bayam yang akan menempati KSB merasa berkeberatan dengan besaran tarif sewa yang ditetapkan Jakpro.
"Kalau kisaran mungkin Rp 150.000 per bulan itu seharusnya paling besar," ujar Sherly dari Persaudaraan Warga Kampung Bayam (PWKB) saat unjuk rasa di Balai Kota DKI Jakarta, Senin.
Sharly mengatakan, permintaan keringanan tarif sewa Kampung Susun Bayam itu mengukur dari pendapatan para warga yang umumnya banyak sebagai pemulung dan pekerja pabrik.
"Karena penghasilan kami, maaf saja yang namanya pemulung dan pekerja kasar pabrik itu cuma 1,5 juta," kata Sharly.
Baca juga: Demo di Balai Kota, Warga Kampung Bayam Bentangkan Spanduk Besar Berisi Kampung Susun Hak Kami
Sherly mengatakan, soal tarif sewa Kampung Susun Bayam itu, sebelumnya telah dibahas antara warga dengan PT Jakpro.
Salah satunya soal nominal yang mampu dibayar.
"Warga sih penginnya yang sesuai kemampuan kami. Dari pihak Jakpro pernah datang ke pihak kami untuk tulis kemampuan kami. Harusnya itu yang dijadikan acuan," kata Sherly.
Sherly mengatakan, sampai saat ini masih ada 123 kartu keluarga (KK) warga yang terdampak proyek pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) belum tinggal di Kampung Susun Bayam, sebagaimana yang dijanjikan.
"Ada 123 KK belum masuk. Sedangkan Jakpro pernah rilis katanya ada kesepakatan," ucap Sherly.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.