JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi V DPR Sudewo mengatakan, selama ini pengemudi ojek online menjadi pihak yang paling banyak dirugikan dalam industri transportasi online.
Menurut Sudewo, ada banyak kerugian yang dialami oleh para pengemudi ojek online (ojol) yang harus menjadi perhatian.
"Sebetulnya driver ini adalah pihak yang paling banyak dirugikan, kenapa? Karena dia tidak dalam posisi sebagai driver (pengemudi) saja, dia tuh juga sebagai pemilik kendaraan," ujar Sudewo dalam diskusi bertajuk Meregulasi Ojek Online, Rabu (22/2/2023).
Baca juga: Ojek Online Makin Menjamur, Masihkah Driver Untung?
Ia menambahkan, seharusnya para driver ini memiliki saham di perusahaan tersebut.
Para driver juga bisa dianggap sebagai pemilik, karena mereka yang memiliki kendaraan tersebut.
Terlebih kendaraan itu merupakan poros utama dalam industri transportasi baik umum maupun online.
"Kalau dihitung dalam konteks investasi dia (driver) itu dihitung sebagai pemilik, karena dia yang punya kendaraan," jelas Sudewo.
"Kalau dihitung berapa besar milik saham dalam investasi itu atau dikonversikan kendaraan yang harus disewa oleh aplikator itu nilainya harus berapa? Jadi harus dibedakan antara hak driver dan hak pemilik kendaraan," tambah politisi Partai Gerindra itu.
Baca juga: Sistem Jalan Berbayar atau ERP Akan Diterapkan, Pengemudi Ojek Online Bakal Babak Belur?
Akan tetapi pada kenyataannya, para pengemudi ojol justru menjadi pihak yang dirugikan.
Pengemudi ojol selama ini hanya disebut sebagai mitra oleh perusahaan aplikasi ojek online.
Dengan begitu, sebagian besar permasalahan yang terjadi di lapangan akan ditanggung sendiri oleh pengemudi.
Ia mencontohkan, jika saja kendaraan yang digunakan oleh ojol mengalami kerusakan, maka itu tanggung jawab pengemudi ojol itu sendiri untuk memperbaikinya.
Selanjutnya, jika pengemudi ojol beserta penumpangnya mengalami kecelakaan, maka tanggung jawab atas insiden itu juga dikembalikan kepada pengemudi ojol.
Baca juga: Tak Dikenakan Tarif ERP di Jakarta, Pengemudi Ojol: Kami Tetap Menolak
Tidak hanya itu, ongkos pengantaran penumpang ataupun barang ojek online juga menjadi sorotan.
Pasalnya, pihak perusahaan aplikasi ojol dianggap mengambil lebih banyak persentase pembayaran ongkos di saat pemilik kendaraan sekaligus pengemudi yang mengantarkan konsumen.
Dalam perkara ini saja, kata Sudewo, jelas ada banyak perbedaan antara pengemudi ojek online dan konvensional.
"Taksi (konvensional) itu tidak hanya bermodalkan aplikasi, tetapi bermodalkan kendaraan, jadi dia betul-betul industri," ucap dia.
Oleh karena itu, kata Sudewo, sangat penting sekali pemerintah untuk dapat membuat regulasi baru mencakupi semua kebutuhan kebijakan terkait ojol ini.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.