RENTETAN penangkapan oleh polisi tampaknya mengusik kelompok penagih hutang alias debt collector. Melawan balik, mereka akan melakukan unjuk rasa.
Para debt collector akan berdemo di Gedung DPR Jakarta pada Kamis (2/3/2023), menuntut agar mereka bisa bebas bekerja kembali. Tuntutan yang perlu diluruskan logikanya.
Konflik antara debt collector vs debitur terus bermunculan selama ini, terjadi di banyak daerah. Kita bisa dengan mudah mencari berita atau video di media sosial soal arogansi para debt collector, yang tidak sedikit memakai kekerasan.
Dalam peristiwa terakhir pengambilan paksa mobil selebgram Clara Shinta, ulah para debt collector sampai merendahkan wibawa Kepolisian.
Silahkan lihat sendiri video yang beredar, bagaimana perilaku para debt collector yang seakan lebih berkuasa dibanding penegak hukum. Mereka membentak polisi hingga menolak menyelesaikan masalah utang piutang di kantor polisi.
Video yang beredar di media sosial itu sampai membuat Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran "mendidih" emosinya.
"Enggak ada lagi tempatnya preman di Jakarta. Jangan mundur lagi! Sedih hati saya itu bolak balik. Yang debt collector macam itu jangan dibiarkan. Lawan! Tangkap! Jangan pakai lama," tegas Fadil.
Benar saja, tiga pelaku kemudian ditangkap. Polisi memburu mereka hingga ke Maluku.
Tidak hanya menyinggung Kepolisian, perilaku debt collector sebelumnya juga membuat berang Panglima Kodam Jaya yang saat itu dijabat Dudung Abdurachman.
Baca juga: Saat Pangdam Jaya Bertekad Tumpas Mata Elang Debt Collector yang Mengarah Premanisme...
Dudung marah merespons kelakuan para debt collector yang mencoba merampas mobil di Kelurahan Semper, Jakarta Utara, Kamis (6/5/2021).
Pasalnya, peristiwa itu melibatkan anggota TNI. Saat mobil hendak diambil paksa, seorang anggota TNI tengah membantu mengantarkan penumpang mobil menuju rumah sakit. Cekcok terjadi. Videonya kemudian viral.
Tim gabungan Kepolisian dan Kodim 0502 lalu menangkap 11 debt collector.
Dudung saat itu menekankan, tidak ada lagi toleransi menghadapi aksi premanisme debt collector.
"Tidak ada karena kekuasaan tertentu memanfaatkan pihak-pihak tertentu sehingga menggunakan premanisme termasuk premanisme yang lain seperti geng motor dan sebagainya, rencana kita akan tumpas," tegas Dudung.
Selama ini, peristiwa serupa biasa terjadi dalam kasus debitur yang menunggak cicilan kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor.
Pihak leasing memakai jasa pihak ketiga untuk mencari debitur yang menunggak pembayaran. Para debt collector disebar di jalan-jalan yang ramai kendaraan bermotor.
Konflik kemudian terjadi ketika "mata elang", sebuatan lain untuk debt collector, menemukan unit kendaraan yang masuk dalam daftar pencarian. Biasanya, mereka akan memberhentikan paksa kendaraan.
Tidak sedikit pengendara yang melawan lantaran tidak terima kendaraannya hendak dibawa paksa debt collector.
Di sinilah pokok masalahnya, lantaran mendapat perlawanan, para debt collector tersebut tidak jarang melanggar hukum. Mereka mengancam, merampas, dan memakai kekerasan.
Debitur kebanyakan tidak berdaya. Pasalnya, debt collector biasa bekerja secara berkelompok ketika hendak menarik kendaraan.
Tidak sedikit pula peristiwa tersebut berujung bentrokan antarkelompok ketika debitur mendapat bantuan dari kelompoknya.
Padahal secara hukum, debt collector tidak bisa mengambil paksa unit kendaraan dan debitur bisa mempertahankan kendaraannya jika ada prosedur yang dilanggar.
Dalam kasus-kasus selama ini, para debt collector yang ditangkap dijerat Pasal 365, 368 dan 335 KUHP. Pasal-pasal tersebut terkait tindakan pengancaman, perampasan, kekerasan.
Prosedur penarikan unit kendaraan nasabah yang menunggak sudah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi.
Dalam putusan Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020, MK memutuskan perusahaan kreditur (leasing) tidak bisa menarik atau mengeksekusi obyek jaminan fidusia secara sepihak.
Perusahaan kreditur harus meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri terlebih dahulu.
Menurut MK, perusahaan leasing tetap boleh melakukan eksekusi tanpa lewat pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanpretasi.
Artinya, kendaraan bisa diambil debt collector sepanjang debitur sukarela menyerahkan. Sebaliknya, jika debitur menolak menyerahkan, maka leasing harus menempuh prosedur lewat pengadilan negeri sebelum mengeksekusi kendaraan.
Aturan itu harus dipegang pihak leasing, khususnya debt collector yang dipakai jasanya untuk mengeksekusi jaminan.
Jika ada pelanggaran pidana dalam proses eksekusi, debitur berhak menempuh proses hukum dengan melapor ke Kepolisian.
Kembali ke topik awal tulisan soal perlawanan kelompok debt collector hingga mereka akan turun ke jalan merespons penangkapan-penangkapan para penagih hutang. Kuasa hukum kawanan debt collector, Firdaus berujar, demo yang akan dilakukan merupakan upaya mereka untuk mencari keadilan.
"(Harapannya) agar pihak debt collector bisa bebas bekerja kembali," kata dia.
Logika para debt collector yang akan berunjuk rasa tentu perlu diluruskan. Bebas bekerja seperti apa yang mereka inginkan? Apakah dengan cara-cara pemaksaaan hingga kekerasan yang selama ini dilakukan oknum-oknum debt collector?
Tentu para debt collector yang tidak melanggar hukum bisa bebas bekerja. Tidak akan ada stempel sebagai preman hingga penangkapan bagi mereka yang taat hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.