Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Danuji, 33 Tahun Jadi Porter Stasiun Pasar Senen untuk Hidupi Anak Istri di Kampung

Kompas.com - 13/03/2023, 16:58 WIB
Firda Janati,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak kenal lelah demi anak dan istri menjadi kalimat yang pantas ditujukan untuk Danuji (52) porter di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat.

Dari pekerjaan itu, Danuji bisa menghidupi anak dan istrinya yang hidup di kampung halamannya, tepatnya di Brebes, Jawa Tengah.

Sejak tahun 1990, Danuji masih setia bekerja sebagai porter atau kuli angkut barang-barang milik penumpang kereta api.

"Saya masuk menjadi porter itu tahun 1990, saya masih muda, saat itu saya sudah menikah. Saya menikah 1989," kata Danuji saat meluangkan waktu untuk bercerita dengan Kompas.com, di Stasiun Pasar Senen, Senin (13/3/2023).

Baca juga: Kisah Kuli Angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa, Kerja Sepagi Mungkin demi Bayaran Lebih Besar

Danuji masih ingat betul tanggal, bulan, dan tahun saat dia mulai bekerja menjadi porter.

"Tahun 1990, bulan 5, tanggal 11, masih ingat saya. Saya masuk menjadi porter," katanya.

Jauh dari anak dan istri tidak menjadi penghalang untuk Danuji yang setiap harinya mengangkut puluhan kilogram barang bawaan penumpang.

Di Jakarta, Danuji tinggal di sebuah kontrakan. Dia sengaja tidak mengajak istri dan anak ke Ibu Kota. Alasannya, biaya hidup yang mahal.

"Saya aslinya Jawa Tengah, Brebes, saya di sini itu ngontrak. Anak dan istri di kampung, kalau di sini kan repot ya, buat makan, bayar kontrakan," ujar Danuji.

Setiap harinya, Danuji berjalan kaki selama 10 menit dari kontrakannya, menuju Stasiun Pasar Senen.

Baca juga: Kuli Angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa Rugi Besar di Kala Musim Hujan

Danuji mulai bekerja pukul 07.00 sampai 19.00 WIB. Selama 12 jam itu, tak tentu berapa pendapatannya.

Karena pendapatan yang tidak pasti, terkadang Danuji tidak bisa kembali ke kampung halamannya.

"Kalau pulang ke Jawa Tengah itu saya tergantung pendapatannya dan rezekinya karena kan kalau porter itu kan enggak tentu dapat uangnya. Tergantung keramaian," katanya.

Di tengah ceritanya, Danuji mengaku baru mendapat penumpang tiga kali sampai pukul 12.00 WIB.

Porter tidak mematok tarif. Danuji biasa mendapat Rp 15.000 dan paling besar Rp 30.000. Jarang penumpang memberi Rp 50.000.

"Kalau jadi porter itu enggak ditarif tapi memang seikhlasnya. Kadang-kadang orang ya kasih Rp 30.000, Rp 25.000, kadang ada Rp 50.000 tapi jarang, paling banyak Rp 20.000," ujarnya.

Baca juga: Pengendara Motor Tewas Tertabrak Bus Transjakarta di Cempaka Putih

Sebagian penghasilan, selain untuk makan, Danuji memberikannya kepada istri dan anak di kampung.

Danuji bersyukur bisa menghidupi keluarganya, terutama menyekolahkan anaknya hingga lulus SMA.

"Kalau menjamin atau tidaknya itu pas-pasan, yang penting untuk sekolah anak. Alhamdulillah anak kedua sudah mau lulus SMA, yang pertama setelah lulus, bekerja jadi cleaning service di Stasiun ini," ujar Danuji.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com