JAKARTA, KOMPAS.com - Arga (22), kuli angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara mengatakan, profesi yang digelutinya juga mendapatkan asuransi kecelakaan dalam bekerja, selain BPJS Kesehatan.
Ia sempat mengalami kecelakaan kecil dalam bekerja dan semuanya biayanya ditanggung asuransi.
“Ada, di sini ada juga (asuransi kecelakaan dalam bekerja). BPJS juga ada, kartu Pas juga. Itu kartu anggota buruh, jadi kami resmi di sini,” ucap Arga saat ditemui Kompas.com pada Senin (13/3/2023).
Baca juga: Kisah Kuli Angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa, Kerja Sepagi Mungkin demi Bayaran Lebih Besar
“Iya, kalau ada kecelakaan. Kami juga ada uang kas juga. Kami misalnya tiap hari bayar uang kas, nanti setahun sekali dibagikan kepada kami,” ungkap Arga melanjutkan.
Selain asuransi, Arga juga memastikan kuli angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa juga mendapatkan tunjangan hari raya (THR) setiap tahunnya.
Meskipun tidak seberapa, bagi Arga, THR tersebut sangat berharga untuk menghidupi keluarganya yang berada di Sukabumi, Jawa Barat.
“Ya THR-nya ada. Misalnya dari bos, dapat, dikasih. Cuma enggak besar, ala kadarnya. Dari koperasi juga ada. Tapi ya itu khusus yang memiliki kartu Pas sama BPJS, yang anggota khusus, yang buruh asli,” tutur Arga.
Arga mengatakan ada saja kuli angkut yang tidak memiliki perusahaan yang menaunginya.
Baca juga: Kuli Angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa Rugi Besar di Kala Musim Hujan
Mereka hanya menjual tenaga dan bebas bekerja kepada siapa saja.
“Kalau sudah punya BPJS atau kartu Pas, kita enggak bisa kerja sembarangan ke sana atau ke sini. Khusus di kapal itu saja (milik perusahaan). Kalau yang belum punya kartu Pas, itu mau di sini, di sana, bebas,” ungkap Arga.
Arga dan teman seprofesinya, Wahyu (20) menegaskan bahwa profesi kuli angkut tidak memiliki gaji pokok. Bayaran yang mereka dapatkan sesuai dengan barang.
Nilainya bervariasi, tergantung berat atau barang yang ada di dalam mobil bak terbuka atau truk muatan besar.
Biasanya, untuk barang berat seperti beras dan pupuk, dihitung per tonase atau berat muat kapal. Sementara, untuk barang kebutuhan sehari-hari, dihitung per mobil bak terbuka.
Baca juga: Risiko Tukang Kuli Angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa, Kecelakaan Kerja Bikin Rahang Sobek
"Ya tergantung barangnya. Tonase Rp 8.500, kalau kelontong per mobil Rp 20.000. Tonase itu barang berat, kayak pupuk, beras. Kalau dus, itu masuknya kelontong," kata Wahyu tentang upah bongkar muatan.
Pendapatan lain juga didapatkan dari sopir truk atau mobil bak terbuka hingga gaji harian yang bersumber dari mandor.
Namun, mereka harus gigit jari ketika musim hujan tiba dan mengguyur wilayah tersebut.
Saat hujan turun, kuli angkut akan rugi karena barang yang seharusnya bisa terangkut ke dalam kapal menjadi terhambat.
Baca juga: Faktor Solidaritas Bikin Arga Betah 3 Tahun Jadi Kuli Angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa
"Rugilah (kalau musim hujan). Otomatis kan jadi enggak bisa kebongkar barangnya, kan ditutup," ungkap Wahyu.
"Iya rugi, buruh rugi, bos juga rugi. Soalnya enggak ada pemasukan. ABK juga rugi. Semuanya gitu lumpuh kalau hujan. Jangankan hujan gede, gerimis saja, mendung deh, sudah, enggak bisa," kata Arga.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.