Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/04/2023, 12:50 WIB
Baharudin Al Farisi,
Jessi Carina

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu ibu rumah tangga (IRT) di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Ningsih (37) menceritakan awal mula anak ketiganya, DAR (3), terdiagnosis tengkes atau stunting.

Sama seperti orang pada umumnya, pandemi Covid-19 yang mewabah di Indonesia membuat Ningsih dan suaminya, Setiono (34), kalang kabut.

Karena situasi yang sangat mencekam, Ningsih tidak berani belanja kebutuhan sehari-hari ke luar rumah agar anaknya tidak terpapar virus corona. Ia memilih untuk memanfaatkan pundi-pundi yang tersisa di rumahnya.

"Ya karena pada saat itu lagi Covid-19 ya, kita enggak bisa keluar untuk belanja dan segala macam. Memang kondisinya sih, memang pas lagi Covid-19. Jadi, untuk belanja itu, kita mau keluar saja, takut," ucap Ningsih saat ditemui Kompas.com di lingkungan RT 008 RW 10, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Rabu (5/4/2023).

Baca juga: Di Pondok Labu, Ada Orang Tua Asuh Pasok Makanan Bernutrisi untuk Anak Stunting

Dengan begitu, Ningsih harus berhati-hati. Tapi, ia tidak menyangka bahwa anak bungsunya ini justru terkena stunting setelah petugas posyandu menandatangani rumahnya untuk menimbang buah hati.

"Waktu itu usianya masih 2 tahun. Hasil timbang masih kurang. Dari posyandu bilang, 'Oh ini timbangan adik kurang'. Langsung disebut terdiagnosa stunting," ujar Ningsih.

Berdasarkan hasil timbangan, berat badan DAR saat itu menunjukkan angka 9 kilogram. Kata Ningsih, hasil ini sangat berbeda dengan anak sebaya DAR dengan berat 10 hingga 11 kilogram.

"Karena stuck di 9 kilogram saja setelah 2 atau 3 kali timbang. Karena kan masih zaman Covid-19 ya, jadi kan posyandu yang datang ke rumah," ujar Ningsih.

Ningsih merasa, ia sudah berupaya untuk memberikan asupan yang bergizi untuk anak. Tetapi, rupanya yang dia berikan masih kurang.

Pasalnya, pada 2020, Setiono merupakan salah satu karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaannya sehingga berdampak untuk asupan anak.

Baca juga: Ahli Gizi: Orangtua Kini Lebih Terbuka soal Anak Stunting, asal Penyampaiannya Tidak Judgemental

"Konsumsi untuk protein hewani, yang memang kurang. Bukan anaknya enggak suka. Tapi memang ya karena keadaan kalau kita semuanya serba hati-hati dalam kondisi Covid-19 itu," ungkap Ningsih.

"Jadi, untuk pengeluaran beli makanan protein hewani, agak lebih berat. Karena kan harganya agak lebih mahal. Memang ada faktor juga (dari ekonomi)," ucap Ningsih.

Saat pertama kali anaknya terdiagnosis stunting, Ningsih sempat syok dan tidak percaya. Hanya saja, dia mulai berpikir dan berjuang untuk membuktikan bahwa DAR tidak tengkes.

Pembuktian yang dia lakukan ini mulai dari pola pikir dalam diri sendiri.

"Pertama, akunya dulu sebagai ibu supaya enggak stres memikirkan berat badannya, pikirkan anak stunting atau bagaimana. Balik dulu ke ibunya. Kalau ibunya enggak stres, bisa ini, semuanya pasti baik," ucapnya.

"Kalau kita enggak stres, kita kan pasti berpikir, 'oh iya, ini asupannya yang kurang'. Nah, itu yang kita tambahkan," tuturnya lagi.

Baca juga: Kisah Sedih Ibu yang Berjuang Sembuh dari Limfedema tetapi Anaknya Malah Terkena Stunting

Seiring berjalannya waktu, Setiono juga mendapatkan pekerjaan lagi sehingga ia dan Ningsih dapat memperbaiki asupan DAR.

"Karena kan sekarang papanya sudah bekerja, ada pemasukan, ya bisa beli sedikit-sedikit. Proteinnya kita tambah nabatinya. Misalnya bisa beli ayam, daging, susu bisa terbeli yang memang untuk asupan gizi yang kurang," ungkap Ningsih.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Lapas Kelas II A Tangerang Bentuk Tim Khusus Buru Tahanan Kasus Penganiayaan yang Kabur

Lapas Kelas II A Tangerang Bentuk Tim Khusus Buru Tahanan Kasus Penganiayaan yang Kabur

Megapolitan
Polisi Akan Periksa Kondisi Kejiwaan Ayah Terduga Pelaku Pembunuhan 4 Anak di Jagakarsa

Polisi Akan Periksa Kondisi Kejiwaan Ayah Terduga Pelaku Pembunuhan 4 Anak di Jagakarsa

Megapolitan
Pedagang Keluhkan Kualitas Cabai Terkadang Jelek, padahal Harga Naik Jadi Rp 100.000 Per Kg

Pedagang Keluhkan Kualitas Cabai Terkadang Jelek, padahal Harga Naik Jadi Rp 100.000 Per Kg

Megapolitan
Ayah di Jagakarsa Diduga Lakukan Pembunuhan Berencana pada 4 Anaknya, Pakar: Harus Dihukum Mati

Ayah di Jagakarsa Diduga Lakukan Pembunuhan Berencana pada 4 Anaknya, Pakar: Harus Dihukum Mati

Megapolitan
Yenny Wahid Selipkan Pesan Pilih Ganjar-Mahfud Saat Hadiri Hadiri Istigasah di Depok

Yenny Wahid Selipkan Pesan Pilih Ganjar-Mahfud Saat Hadiri Hadiri Istigasah di Depok

Megapolitan
Tahanan yang Kabur dari Lapas Kelas II A Tangerang Baru Dititipkan Kurang dari Sebulan

Tahanan yang Kabur dari Lapas Kelas II A Tangerang Baru Dititipkan Kurang dari Sebulan

Megapolitan
Kasus Ayah Diduga Bunuh 4 Anak Kandung di Jagakarsa Naik ke Penyidikan

Kasus Ayah Diduga Bunuh 4 Anak Kandung di Jagakarsa Naik ke Penyidikan

Megapolitan
Masih Uji Coba, Bus Transjakarta Rute Bandara Soekarno Hatta Tetap Gratis sampai 2024

Masih Uji Coba, Bus Transjakarta Rute Bandara Soekarno Hatta Tetap Gratis sampai 2024

Megapolitan
Tolak RUU DKJ soal Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden, Ketua DPP PKS: Mengebiri Hak Demokrasi Warga Jakarta

Tolak RUU DKJ soal Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden, Ketua DPP PKS: Mengebiri Hak Demokrasi Warga Jakarta

Megapolitan
Sosiolog: Faktor Ekonomi Diduga Jadi Pemicu Pembunuhan 4 Bocah di Jagakarsa

Sosiolog: Faktor Ekonomi Diduga Jadi Pemicu Pembunuhan 4 Bocah di Jagakarsa

Megapolitan
Berharap Bantuan Perbaiki Rumah Warisan Suami yang Ambruk, Nur: Saya Masih Ingin di Sini...

Berharap Bantuan Perbaiki Rumah Warisan Suami yang Ambruk, Nur: Saya Masih Ingin di Sini...

Megapolitan
Heru Budi Bakal Beri Kemudahan Akses Fasilitas Ramah Disabilitas

Heru Budi Bakal Beri Kemudahan Akses Fasilitas Ramah Disabilitas

Megapolitan
Seorang Tahanan Titipan Kabur dari Lapas Kelas II A Tangerang

Seorang Tahanan Titipan Kabur dari Lapas Kelas II A Tangerang

Megapolitan
TPS Rawan Banjir Paling Banyak Berada di Jakarta Timur dan Utara

TPS Rawan Banjir Paling Banyak Berada di Jakarta Timur dan Utara

Megapolitan
Isak Tangis Keluarga di Pemakaman Siswa SD yang Kakinya Diamputasi karena Kanker Tulang

Isak Tangis Keluarga di Pemakaman Siswa SD yang Kakinya Diamputasi karena Kanker Tulang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com