Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Reza Indragiri Amriel
Alumnus Psikologi Universitas Gadjah Mada

"3F" dalam Perkara Teddy Minahasa dan Dody Prawiranegara

Kompas.com - 12/04/2023, 06:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DARI satu sesi ke sesi persidangan Teddy Minahasa dan Dody Prawiranegara berikutnya, saya menangkap 3F yang merupakan persoalan serius.

Fabricated Confession

Barang yang diyakini psifor paling merusak proses persidangan adalah keterangan saksi. Ini menonjol antara lain pada sejumlah keterangan Linda alias Anita (LA).

Foto stok: Terdakwa Linda Pujiastuti alias Anita Cepu menjalani sidang tuntutan kasus peredaran narkoba jenis sabu di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Foto stok: Terdakwa Linda Pujiastuti alias Anita Cepu menjalani sidang tuntutan kasus peredaran narkoba jenis sabu di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Dengan mudahnya dia membangun narasi bahwa ia bepergian berdua bersama Teddy ke Laut Cina Selatan dan di sepanjang perjalanan mereka dengan gampangnya berbuat tidak senonoh.

Ini jelas kebohongan besar, mengingat Tim Bravos Radio berhasil menemukan surat tugas resmi dari Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian kepada Teddy dan tim untuk melakukan operasi penegakan hukum terkait narkoba.

Tim itu terdiri dari sejumlah personel Polri dengan berbagai pangkat. Dengan misi resmi dan didampingi sekian banyak anggota korps Tribrata (bahkan kabarnya juga menyertakan beberapa aparat dari lembaga penegakan hukum lainnya), sah bahwa operasi yang Teddy pimpin adalah kerja penegakan hukum yang terkendali. Bukan perjalanan liar.

Dan gila apabila Teddy melakukan kemaksiatan bersama Linda di tengah sorotan sekian banyak orang.

Atas dasar itu, apa pula alasan untuk percaya pada klaim Linda bahwa ia merupakan istri siri dan memiliki anak dari Teddy. Klaim itu sekonyong-konyong Linda angkat di persidangan tanpa dipantik oleh pertanyaan apa pun.

Di salah satu stasiun TV, Arman Depari mendeskripsikan profil Linda sebagai sosok pendusta yang bahkan perlu dicek kewarasannya.

Tambahan lagi, permohonan Linda untuk menjadi Justice Collaborator ditolak LPSK. Alhasil, Linda sangat layak dipandang sebagai saksi (merangkap terdakwa) yang buruk kredibilitasnya.

Tinggal lagi pertanyaannya adalah keterangan palsu Linda termasuk dalam kategori apa? Pertama, keterangan palsu yang ia berikan secara sukarela (voluntary false confession)?

Atau kedua, keterangan palsu yang disampaikan karena adanya tekanan atau pun iming-iming pihak eksternal (coerced false confession)?

Mari bernalar; sebesar apa nyali Linda sehingga sanggup merekayasa rangkaian cerita bohong dengan inisiatifnya sendiri?

Forensic fraud

Ini terkait manipulasi barang bukti forensik. Salah satu indikasi forensic fraud adalah bukti chat. Dari sembilan ratusan bukti chat, hanya delapan puluhan (10 persen saja) yang disodorkan penyidik ke persidangan.

Dengan demikian, sangat beralasan untuk menilai bukti chat itu sebagai data/informasi yang tidak berkualitas.

AKBP Dody Prawiranegara usai membacakan pleidoi di PN Jakarta Barat, Rabu (5/4/2023). KOMPAS.COM/ZINTAN PRIHATINI AKBP Dody Prawiranegara usai membacakan pleidoi di PN Jakarta Barat, Rabu (5/4/2023).
Dari sudut pandang psifor, data/informasi yang berkualitas harus lengkap (utuh) dan akurat.

Dengan bukti chat yang sangat sedikit dan terpenggal-penggal, bagaimana bisa dipastikan bahwa simpulan yang terbangun (bahwa Teddy mengorkestrasi penyisihan, penggantian, dan penjualan narkoba) akan akurat?

Apalagi bisa dipastikan bahwa nukilan bukti chat dikumpulkan penyidik bukan secara acak, melainkan diambil dengan tujuan tertentu (purpossive sampling), maka sangat mungkin potongan-potongan chat Teddy dirangkai sedemikian rupa untuk mendukung tujuan (purpose) tertentu.

Indikasi manipulasi bukti forensik juga terlihat pada chat antara Teddy dan Dody yang kemudian diklaim Dody sebagai perintah Teddy agar dirinya mengganti sabu dengan tawas sebagai bonus bagi anggota (kepolisian).

Jika chat tersebut hanya berupa teks (kata-kata), maka--tanpa tedeng aling-aling--saya meyakini bahwa itu mutlak merupakan perintah salah dari orang (Teddy) yang memiliki niat jahat (criminal intent).

Namun di persidangan saya ketahui bahwa chat tersebut telah diutak-atik, yakni emoji berupa wajah tertawa dihilangkan sepenuhnya.

Alhasil, begitu emoji dimunculkan sebagaimana chat Teddy aslinya, penilaian saya serta-merta berubah. Tentu perubahan ini berdasar, yakni sekitar seratus riset tentang komunikasi kriminal yang memuat emoji.

Simpulannya, emoji mendatangkan konteks dan emosi yang mengubah interpretasi pesan secara keseluruhan.

Begitu signifikannya dampak emoji, sehingga otoritas peradilan di sekian yuridiksi pun menyusun kamus serta panduan bagi hakim untuk memahami komunikasi tertulis yang memuat emoji.

Dengan kata-kata yang sama, namun memuat emoji tertawa, makna pesan TM menjadi serba relatif. Tidak lagi bisa secara absolut dipahami sebagai perintah.

Apalagi chat Dody atas chat Teddy itu ternyata juga memuat emoji tertawa. Klop sudah, kedua perwira tersebut berada di gelombang yang sama bahwa chat mereka tidak bersifat vertikal (perintah) dari Teddy ke Dody. Kedua polisi itu tahu satu sama lain ihwal konteks senda gurau dalam chat mereka.

Dari chat TM dan DP itu, mari kembali ke Fabricated Confession.

Menduplikasi pembelaan diri Richard Eliezer, Dody mengaku bahwa perbuatannya menjual narkoba kepada Linda dilatari oleh perintah jahat atau tekanan Teddy yang tidak mampu ia  tolak.

Pembelaan diri semacam ini diistilahkan sebagai superior order defence (SOD). Pertanyaannya, seberapa meyakinkan SOD yang diajukan oleh Dody? Sama persis dengan SOD yang diangkat Richard Eliezer?

Dalam khazanah psifor, SOD diuji lewat tiga tahap secara berurutan. Pertama, pastikan terlebih dahulu bahwa perintah salah dari atasan benar-benar ada secara objektif. Pada tahap ini saja klaim SOD oleh Dody seketika patah.

Sebagaimana diuraikan di alinea terdahulu, chat Teddy dan Dody yang memuat teks dan emoji tertawa memperlihatkan bahwa keduanya tidak berinteraksi dalam konteks perintah atasan kepada bawahan.

Karena pengujian di tahap pertama saja gagal, maka sebetulnya tidak diperlukan lagi pengujian lewat tahap-tahap berikutnya.

Tapi okelah, mari berandai-andai bahwa Teddy benar-benar telah memberikan instruksi jahat kepada Dody. Jadi, masuk ke pengujian tahap kedua.

Pada tahap kedua, perlu dicek apakah pihak penerima perintah (DP) memiliki kemampuan, kewenangan, kesempatan, dan sejenisnya untuk menolak instruksi dari pihak pemberi perintah (Teddy).

Jika Dody tidak memiliki hal-hal tersebut, maka SOD dari Dody bisa diterima. Konsekuensinya, Dody akan bernasib sama dengan Eliezer.

Kenyataannya, Dody sanggup menolak chat WA berisi perintah Teddy. Di Bukittinggi, Dody juga kuasa melawan instruksi Teddy.

Di hadapan Majelis Hakim, Dody bahkan lantang mengutarakan kesanggupannya menentang kapolda-kapolda lain. Juga tersedia waktu berpekan-pekan bagi Dody untuk menghindari perintah Teddy.

Itu semua memperlihatkan betapa klaim Dody tentang SOD terlihat mengada-ada. Karena itu, pengujian setop sampai di sini. Dody tidak patut berlindung sebagaimana Eliezer, karena situasi Dody kontras dengan situasi Eliezer, titik.

Namun mari berandai-andai lagi. Anggaplah perintah salah Teddy sungguh-sungguh ada dan Dody benar-benar terpojok, takluk dalam kuasa Teddy. Jadi, masuk ke tahap ketiga pengujian.

Di tahap terakhir ini harus dicek: SOD layak diterima hakim jika Dody berhadapan dengan akibat sangat buruk manakala ia menentang perintah Teddy.

Faktanya, saat Dody menjawab "Siap, tidak berani Jenderal... (diimbuhi emoji tertawa)?", Teddy tidak menjatuhkan sanksi apa pun kepada Dody.

Begitu pula ketika Dody kembali berseberangan dengan atasannya di Bukittinggi, lagi-lagi tidak ada konsekuensi buruk yang Dody alami.

Itu semua menandakan bahwa tidak ada risiko negatif yang Dody derita. Dengan kata lain, pengakuan Dody bahwa ia takut terhadap Teddy tak lebih adalah dramatisasi belaka.

Pun saat Dody mengaku lari lintang pukang di PN Jakbar (gedung publik!) demi menghindar dari Teddy, terkesan absurd sekali. Nasib Dody beda jauh dengan Eliezer yang bisa dihabisi Ferdy Sambo sekiranya ia berani menentang atasannya itu.

Fake crime

Bertitik tolak dari Fabricated Confession dan Forensic fraud di atas, tersedia alasan untuk menduga bahwa Teddy sudah dijadikan sebagai target operasi kriminalisasi.

Teddy terkena sanksi etik, masuk akal. Teddy dijatuhi hukuman pidana, di mana perbuatan jahatnya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadwal dan Daftar Kereta Api Tambahan 16-31 Mei 2024

Jadwal dan Daftar Kereta Api Tambahan 16-31 Mei 2024

Megapolitan
Putar Otak Jukir Liar Setelah Dilarang, Ingin Jadi Tukang Servis AC hingga Kerja di Warung

Putar Otak Jukir Liar Setelah Dilarang, Ingin Jadi Tukang Servis AC hingga Kerja di Warung

Megapolitan
Pelajar Depok Nyalakan Lilin dan Doa Bersama di Jembatan GDC untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga

Pelajar Depok Nyalakan Lilin dan Doa Bersama di Jembatan GDC untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga

Megapolitan
FA Curi dan Sembunyikan Golok Tukang Kelapa untuk Bunuh Pamannya di Tangsel

FA Curi dan Sembunyikan Golok Tukang Kelapa untuk Bunuh Pamannya di Tangsel

Megapolitan
Bentuk Tim Lintas Jaya untuk Tertibkan Juru Parkir Liar, Kadishub DKI: Terdiri dari Polisi, TNI, sampai Kejaksaan

Bentuk Tim Lintas Jaya untuk Tertibkan Juru Parkir Liar, Kadishub DKI: Terdiri dari Polisi, TNI, sampai Kejaksaan

Megapolitan
Korban Kecelakaan Bus di Subang Bakal Diberi Pendampingan Psikologis untuk Hilangkan Trauma

Korban Kecelakaan Bus di Subang Bakal Diberi Pendampingan Psikologis untuk Hilangkan Trauma

Megapolitan
Tak Setuju Penertiban, Jukir Liar Minimarket: Yang di Bawah Cari Makan Setengah Mati

Tak Setuju Penertiban, Jukir Liar Minimarket: Yang di Bawah Cari Makan Setengah Mati

Megapolitan
Mengaku Tak Pernah Patok Tarif Seenaknya, Jukir di Palmerah: Kadang Rp 500, Terima Saja…

Mengaku Tak Pernah Patok Tarif Seenaknya, Jukir di Palmerah: Kadang Rp 500, Terima Saja…

Megapolitan
Elang Kumpulkan Uang Hasil Memarkir untuk Kuliah agar Bisa Kembali Bekerja di Bank...

Elang Kumpulkan Uang Hasil Memarkir untuk Kuliah agar Bisa Kembali Bekerja di Bank...

Megapolitan
Pegawai Minimarket: Keberadaan Jukir Liar Bisa Meminimalisasi Kehilangan Kendaraan Pelanggan

Pegawai Minimarket: Keberadaan Jukir Liar Bisa Meminimalisasi Kehilangan Kendaraan Pelanggan

Megapolitan
Polisi Tangkap Tiga Pelaku Tawuran di Bogor, Dua Positif Narkoba

Polisi Tangkap Tiga Pelaku Tawuran di Bogor, Dua Positif Narkoba

Megapolitan
Yayasan SMK Lingga Kencana Sebut Bus yang Digunakan untuk Perpisahan Siswa Dipesan Pihak Travel

Yayasan SMK Lingga Kencana Sebut Bus yang Digunakan untuk Perpisahan Siswa Dipesan Pihak Travel

Megapolitan
Usai Bunuh Pamannya Sendiri, Pemuda di Pamulang Jaga Warung Seperti Biasa

Usai Bunuh Pamannya Sendiri, Pemuda di Pamulang Jaga Warung Seperti Biasa

Megapolitan
Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Yayasan Akan Panggil Pihak Sekolah

Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Yayasan Akan Panggil Pihak Sekolah

Megapolitan
Soal Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi Akan Bahas dengan Disnakertrans DKI

Soal Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi Akan Bahas dengan Disnakertrans DKI

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com