Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Alasan Wali Kota Idris Sanggah Depok Kota Paling Intoleran...

Kompas.com - 12/04/2023, 10:08 WIB
M Chaerul Halim,
Nursita Sari

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Kota Depok lagi-lagi dinobatkan sebagai kota paling tidak toleran dalam laporan indeks kota toleran (IKT) 2022 yang dirilis Setara Institute pada 6 April 2023.

Sudah kali ketiga Kota Depok dinobatkan sebagai kota tidak toleran dari hasil riset yang dilakukan Setara Institute.

Dalam laporannya, Setara Institute melibatkan 94 kota dari total 98 kota di seluruh Indonesia.

Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan empat variabel, seperti regulasi pemerintah kota, regulasi sosial, tindak pemerintah, dan demografi sosio keagamaan.

Dari aspek tersebut, dihasilkan pengukuran praktik-praktik toleransi terbaik di kota-kota di Indonesia.

Baca juga: Wali Kota Ungkap Punya Survei Internal soal Toleransi di Depok, Hasilnya Berbeda dari Setara Institute

Adapun Kota Depok ditetapkan sebagai kota paling tidak toleran setelah Cilegon, Banten, dengan skor 3.610.

Kendati demikian, Wali Kota Depok Mohammad Idris tak mempermasalahkan hasil riset Setara Institute mengenai dinamika di kotanya.

Namun, ia menolak hasil riset yang ditetapkan Setara Institute. Berikut sejumlah dalih yang dikemukakan Idris:

Klaim wilayahnya dalam suasana damai

Menurut dia, hasil riset Setara Institute tidak sesuai dengan realita yang ada di Kota Depok, yang diklaimnya dalam kondisi damai.

"Saya rasa silakan, menjadi hak mereka untuk melakukan survei apa pun. Tetapi, (sejauh ini) dalam suasana damai di Kota Depok yang saya rasakan dan warga," kata Idris kepada wartawan, Selasa (12/4/2023).

"Kami bisa minta statement atau realita dari teman-teman FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), apakah memang ada diskriminasi atau tidak," tambah dia.

Baca juga: Depok Jadi Kota Intoleran karena Penyegelan Masjid Ahmadiyah, Wali Kota: Sudah Sesuai Undang-Undang

Penyegelan masjid Ahmadiyah tak relevan jadi tolok ukur penilaian kota intoleran

Idris kemudian mencontohkan kasus yang dianggap berkaitan dengan intoleransi, yakni penyegelan masjid Ahmadiyah.

Namun, menurut Idris, penyegelan masjid Ahmadiyah tak relevan jika digunakan sebagai salah satu indikator penilaian untuk menjadikan Depok sebagai kota tidak toleran.

Sebab, penyegelan masid Ahmadiyah tak melanggar undang-undang.

"Kami melakukan penyegelan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Idris.

Baca juga: Depok Jadi Kota Paling Intoleran Versi Setara, Wali Kota: Suasana di Sini Damai

Bagi Idris, langkah penyegelan masjid Ahmadiyah merupakan upaya menjaga dan menyelamatkan jemaah Ahmadiyah dari kemungkinan ancaman-ancaman dari warga sekitar.

Terlebih, kata Idris, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah memfatwakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat.

"Dari situ kami menjaga. Untuk menjaga mereka, kami segel. Kalau itu dijadikan sebuah bukti intoleran, maka kami pertanyakan," ujar Idris.

Pertanyakan metode riset Setara Institute

Idris juga mempertanyakan metode riset yang digunakan Setara Institute dalam merilis laporan indeks kota toleransi (IKT) 2022.

Pasalnya, ia mengaku Pemkot Depok berupaya memberikan perhatian yang sama kepada semua umat beragama di wilayahnya.

"Realitanya dengan hasil survei. Artinya, survei itu harus kami pertanyakan metodenya seperti apa," ujar Idris.

Baca juga: Penyangkalan Wali Kota Saat Depok Disebut sebagai Kota Intoleran, Mengaku Beda dari Hasil Survei Sendiri

Idris mencontohkan, para pemangku jabatan di semua agama menerima bantuan dari Pemkot Depok.

Menurut dia, masing-masing pemuka agama mendapatkan insentif dari Pemerintah Kota Depok sebesar Rp 400.000 per bulan.

"Tidak hanya ustaz Islam, tapi para pendeta juga kami berikan, tanyakan pada mereka," kata Idris.

"Setiap tahun, 10 masjid diimbangi dengan beberapa gereja yang saya tanda tangani IMB-nya, apakah itu dianggap sebagai kota intoleran, ini yang dipertanyakan," lanjut dia.

Survei internal beda dengan hasil Setara Institute

Idris mengaku, Pemkot Depok memiliki hasil survei sendiri yang dilakukan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Depok bersama Universitas Indonesia (UI).

Namun, hasilnya berbeda dengan Setara Institute.

Mengutip dari laporan Kesbangpol, Idris mengatakan, kerukunan umat beragama di Kota Depok cukup baik.

"Kerukunan umat beragama di Kota Depok dianggap cukup oleh profesor-profesor yang ada di UI dan juga yang dilakukan oleh Kesbangpol kerja sama dengan pelaku-pelaku survei," kata Idris.

Baca juga: Depok 3 Kali Berturut-turut Jadi Kota Intoleran Versi Setara Institute, Wali Kota Idris: Tidak Sesuai Kenyataan

Kendati demikian, Idris mengaku laporan Kesbangpol itu tak dipublikasikan secara masif. Padahal, laporan survei Kesbangpol pada 2022 itu menunjukkan hasil yang cukup baik.

Ke depannya, Idris akan mendorong Kesbangpol untuk mempublikasikan hasil survei tersebut agar masyarakat dapat mengetahui realita Kota Depok yang sebenarnya.

"Nah silakan dilihat dan diminta ke Kesbangpol hasil surveinya seperti apa. Dan saya sudah minta untuk dipublikasi," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute Transjakarta 10B Cipinang Besar Selatan-Kalimalang

Rute Transjakarta 10B Cipinang Besar Selatan-Kalimalang

Megapolitan
Adik Kelas Korban Kecelakaan Bus di Subang Datangi SMK Lingga Kencana: Mereka Teman Main Kami Juga

Adik Kelas Korban Kecelakaan Bus di Subang Datangi SMK Lingga Kencana: Mereka Teman Main Kami Juga

Megapolitan
Orangtua Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang Mendatangi SMK Lingga Kencana

Orangtua Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang Mendatangi SMK Lingga Kencana

Megapolitan
Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Megapolitan
Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Megapolitan
Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Megapolitan
Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Megapolitan
Pria Dalam Sarung di Pamulang Diduga Belum Lama Tewas Saat Ditemukan

Pria Dalam Sarung di Pamulang Diduga Belum Lama Tewas Saat Ditemukan

Megapolitan
Penampakan Lokasi Penemuan Mayat Pria dalam Sarung di Pamulang Tangsel

Penampakan Lokasi Penemuan Mayat Pria dalam Sarung di Pamulang Tangsel

Megapolitan
Warga Sebut Ada Benda Serupa Jimat pada Mayat Dalam Sarung di Pamulang

Warga Sebut Ada Benda Serupa Jimat pada Mayat Dalam Sarung di Pamulang

Megapolitan
Soal Duet Anies-Ahok di Pilkada DKI, PDI-P: Karakter Keduanya Kuat, Siapa yang Mau Jadi Wakil Gubernur?

Soal Duet Anies-Ahok di Pilkada DKI, PDI-P: Karakter Keduanya Kuat, Siapa yang Mau Jadi Wakil Gubernur?

Megapolitan
Warga Dengar Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang

Warga Dengar Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang

Megapolitan
Bungkamnya Epy Kusnandar Setelah Ditangkap Polisi karena Narkoba

Bungkamnya Epy Kusnandar Setelah Ditangkap Polisi karena Narkoba

Megapolitan
Polisi Cari Tahu Alasan Epy Kusnandar Konsumsi Narkoba

Polisi Cari Tahu Alasan Epy Kusnandar Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Epy Kusnandar Terlihat Linglung Usai Tes Kesehatan, Polisi: Sudah dalam Kondisi Sehat

Epy Kusnandar Terlihat Linglung Usai Tes Kesehatan, Polisi: Sudah dalam Kondisi Sehat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com