JAKARTA, KOMPAS.com - Ratusan ribu balita di Jakarta didiagnosis mengidap stunting atau masalah gizi kronis akibat kurang asupan gizi dalam jangka waktu panjang.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan pada 2022, angka prevalensi stunting di DKI Jakarta adalah 14,8 persen.
Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah balita di DKI Jakarta ada sekitar 790 ribu.
“Dengan prevalensi stunting 14,8 persen, maka jumlah balita yang stunting maupun stunted sebanyak 116 ribu balita,” ujar Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, dilansir dari Antara, Selasa (7/2/2023) lalu.
Baca juga: Stunting Hantui 116 Ribu Balita Ibu Kota, Pengidap Tak Selalu dari Kalangan Menengah ke Bawah
Prof.dr. Damayanti R Sjarif, Ph.D,Sp.A(K) mengatakan bahwa proses terjadinya stunting dimulai saat anak kekurangan gizi kronis atau berulang.
"Awalannya, anak normal kekurangan gizi. Kemudian, berat badannya tidak cukup, meski masih naik," kata Damayanti kepada Kompas.com pada Rabu (5/4/2023).
Ketika anak kekurangan gizi, kenaikan berat badannya tidak ideal. Ini disebut juga sebagai tahap weight faltering.
"Jadi, weight faltering adalah tanda awalnya (stunting)," ucap Ketua Satgas Stunting Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu.
Jika diabaikan semakin lama, anak dengan weight faltering bisa mengalami underweight. Weight faltering dan underweight akan menyebabkan imunitas anak menurun.
Pada saat itu terjadi, hormon pertumbuhan akan menurun signifikan.
"Kalau tidak segera diatasi, terjadilah perawakan pendek yang kita sebut stunting," terangnya.
Baca juga: Perjuangan Eka Selamatkan Anaknya dari Stunting karena Malas Makan
Kepala Puskesmas Kecamatan Tanah Abang, dr Ovi Norfiana mengatakan, anak balita yang terkena stunting wajib mengonsumsi lebih dari satu jenis protein hewani dalam satu hari.
"Meal plan stunting itu protein hewani setiap hari, lebih dari satu jenis protein hewani. Itu dasar menunya seperti itu," ujar Ovi saat ditemui Kompas.com di kantornya, Selasa (4/4/2023).
Menurut Ovi, menu dua protein hewani setiap harinya dapat dikembangkan sesuai dengan hitungan gizinya.
"Kalau dikembangkan boleh dan ada hitungan gizinya ya. Jadi misalnya telur, bisa ditambah susu atau yang lain daging atau apa," kata dia.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Sunersi Handayani mengatakan, protein hewani tersebut tak harus mahal, seperti daging merah.
Ikan juga bisa menjadi salah satu alternatif protein hewani yang diberikan kepada anak.
"Ada juga daging putih (selain ikan) seperti ayam. Harganya lebih ekonomis," terang Sunersi, Rabu (12/4/2023).
"Kebanyakan ibu-ibu mengartikannya (pencegahan stunting) harus makan lauk yang mahal-mahal, padahal dengan lauk yang murah juga bisa," sambung dia.
Baca juga: Tak Harus Lauk Mahal, Ikan dan Telur Juga Bisa Cegah Stunting pada Anak
Ahli gizi di Posyandu Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat, Ainil Hamidah mengatakan, mengonsumsi setidaknya satu butir telur setiap hari dapat mencegah stunting.
Sebab, telur kaya akan protein. Terlebih lagi, harganya murah.
“Makan telur itu pengaruh banget (cegah stunting). Ditambah, protein di telur ayam itu sempurna dan harganya terjangkau,” ujar wanita yang akrab dipanggil Aida itu, Selasa (4/4/2023).
Aida menjelaskan, telah ada penelitian terkait pemberian telur di masa awal pemberian makan (MPASI) terhadap pertumbuhan anak.
“Pada kelompok intervensi (rentang usia 6-9 bulan), diberikan satu telur per hari selama enam bulan dibandingkan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan terdapat penurunan prevalensi stunting sebesar 47 persen dan underweight sebesar 74 persen,” jelas dia.
(Penulis : Rizky Syahrial, Nabilla Ramadhian, Shintaloka Pradita Sicca, Xena Olivia/ Editor : Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Shintaloka Pradita Sicca, Nursita Sari)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.