JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang ingin mengurai kemacetan dengan menutup putaran balik (u-turn) di pertigaan lampu merah Santa, Jakarta Selatan, menuai banyak kecaman.
Pasalnya, penutupan putaran balik ini juga diikuti dengan pembongkaran jalur sepeda dan pedestrian di kawasan tersebut. Kebijakan ini dinilai merampas hak pejalan kaki dan pengguna sepeda.
Jalur sepeda dan pedestrian yang dibuat era eks Gubernur DKI Anies Baswedan itu sebelumnya dihilangkan untuk dijadikan jalan raya, bersamaan dengan adanya penutupan u-turn itu.
Baca juga: Agar Polemik Simpang Santa Tak Terulang, Komisi B Minta Tunda Rekayasa Lalin Serupa
Tak sampai di situ. Kebijakan Heru itu bagai jauh panggang dari api. Kemacetan justru terjadi semakin parah. Hal ini tak sebanding dengan anggaran yang sudah dikeluarkan.
Sejumlah pengendara motor menerobos pembatas jalan yang terpasang di area putaran balik Simpang Santa pada Senin kemarin.
Atas kekacauan itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menyerah. Beton yang menutup putaran balik (u-turn) di kawasan Pasar Santa dibongkar lagi pada Senin (17/4/2023).
Komisi B DPRD DKI Jakarta menilai pembongkaran jalur sepeda dan trotoar di Persimpangan Pasar Santa, Jakarta Selatan tidak memiliki kajian yang matang.
Padahal, kata dia, pembangunan jalur sepeda dan pedestrian di persimpangan itu sudah dikaji dengan matang oleh eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Dengan demikian, Ismail pun menilai pembongkaran jalur sepeda dan trotoar merupakan langkah yang kontradiktif.
Baca juga: Singgung Dana Penghilangan Jalur Sepeda di Santa, Komisi B: Contoh Pemborosan!
Ismail juga menyorot pembongkaran jalur sepeda serta pedestrian di persimpangan Pasar Santa juga dilakukan tanpa komunikasi terlebih dahulu kepada Komisi B DPRD DKI.
Untuk diketahui, Komisi B DPRD DKI Jakarta merupakan mitra kerja Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta selaku pihak yang berwenang atas penghilangan tersebut.
Lantaran program itu justru menimbulkan kemacetan, kata Ismail, penghilangan jalur sepeda dan pedestrian tersebut dinilai merupakan pemborosan anggaran.
Kekecewaan atas kebijakan itu datang dari Ketua Umum Bike to Work (B2W) Indonesia Fahmi Saimima. Menurut dia, pengembangan lajur sepeda di Jakarta sebetulnya yang paling progresif di dunia saat ini.
Baca juga: Polemik Jalur Sepeda dan Trotoar di Simpang Santa Jadi Jalan Raya, Komisi B: Kurang Matang Kajiannya
Seharusnya, kata Fahmi, jalur sepeda di sana dipertahankan dan diperluas secara masif di seluruh wilayah kota.