Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pengaturan Jam Kerja di Jakarta guna Atasi Macet: Dinilai Tak Efektif dan Bakal Timbulkan Kemacetan 2 Gelombang

Kompas.com - 09/05/2023, 22:02 WIB
Abdul Haris Maulana

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI bakal mengatur jam kerja guna mengurangi kemacetan di Ibu Kota.

Rencananya, pengaturan jam kerja di perkantoran Jakarta akan dibagi menjadi dua sesi, yakni pukul 08.00 dan 10.00 WIB.

Namun, langkah Pemprov DKI untuk mengurangi kemacetan di Ibu Kota dengan cara mengatur jam kerja dianggap tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan.

Dinilai tidak efektif

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai bahwa pengaturan jam kerja untuk mengatasi kemacetan Jakarta tidak akan efektif.

Baca juga: Pemprov Bakal Atur Jam Kerja Pukul 08.00 dan 10.00 WIB Buat Atasi Kemacetan, Pengamat: Tidak Efektif

"Saya melihat tidak akan efektif. Apalagi untuk mengatasi kemacetan. Kalau ada yang masuk jam 8 dan ada jam 10 Ini kaitannya justru pada kinerja," ujar Trubus saat dihubungi, Senin (8/5/2023).

Menurut Trubus, upaya penerapan kebijakan di Jakarta untuk mengatasi kemacetan di Ibu Kota seharusnya tidak terlepas dengan aturan Pemerintah Pusat, terlebih dengan mengatur jam kerja pegawai di perkantoran.

Padahal, kata Trubus, banyak perkantoran pemerintah dan lembaga yang lokasinya berada di Jakarta.

"Itu banyak PNS PNS kementerian dan lembaga itu kan banyak di kita. Dibuat aturannya. Lalu lainnya kan di Jakarta ini adalah perusahaan korporasi," ucap Trubus.

Sementara itu, Ajeng (25), karyawati yang bekerja di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, berpendapat bahwa strategi pengaturan jam kerja tidak akan berpengaruh untuk mengurangi kemacetan di Jakarta.

Baca juga: Warga DKI Sebut Pengaturan Jam Kerja Tidak Efektif, Malah Bisa Bikin Macet sampai Siang

Menurutnya, penumpukan kendaraan di jalanan Ibu Kota akan tetap terjadi walaupun jam kerja dibagi menjadi dua sesi.

"Kalau misalnya dibagi dua sesi, enggak setuju, (hasilnya) sama saja. Kalau pun jam kerja jadi siang, ya juga sama. Malah mungkin jadi macet sampai siang," ujar Ajeng kepada Kompas.com, Selasa (9/5/2023).

Kemudian, warga Jakarta bernama Adam (26) juga memiliki pendapat yang sama dengan Ajeng.

Menurut Adam, kemacetan tetap terjadi dan hanya akan bergeser waktunya saja.

"Penerapan itu (pengaturan jam kerja) bukan solusi, itu hanya pemindahan jam kemacetan saja," ucap dia.

Adam mengatakan, seharusnya pihak terkait mengatur penggunaan kendaraan pribadi yang ada di Jakarta agar masyarakat beralih naik kendaraan umum saat berangkat kerja.

Baca juga: Soal Pengaturan Jam Kerja, Heru Budi: Sedang Didiskusikan oleh Dishub

"Harusnya yang diatur itu penggunaan kendaraan pribadi, bukan penerapan waktu kerja," terang dia.

Pendapat yang sama juga disampaikan Arvin (30). Dia tidak setuju dengan penerapan pembagian waktu kerja yang digadang dapat mengurangi kemacetan.

"Mungkin bisa mengurangi kemacetan sedikit, tapi menurut saya mungkin tidak terlalu berpengaruh," ujar Arvin.

Timbulkan kemacetan dua gelombang

Selain dinilai tidak efektif, Trubus juga menganggap bahwa pengaturan jam kerja yang dibagi menjadi dua sesi justru akan menimbulkan kemacetan dua gelombang.

Baca juga: Pengamat Sebut Perubahan Jam Kerja Bakal Timbulkan Kemacetan 2 Gelombang

"Iya (bisa) jelas. Itu kemacetan makin meraja rela. Karena apa? Karena di saat yang sama ASN di Kementerian dan lembaga itu kan sama jam pulangnya," jelas Trubus.

Trubus mengatakan, sejumlah pekerja yang ada di Kementerian dan Lembaga milik pemerintah pulangnya juga akan berbarengan dengan karyawan di perkantoran swasta.

"Itu malah nambah kemacetan. Nah itu saya bilang kalau pengaturan jam kerja itu tidak efektif untuk mengatasi kemacetan," ucap Trubus.

Menurut Trubus, kebijakan soal aturan jam kerja pegawai perkantoran harus diselaraskan dengan pemerintah pusat karena banyak perkantoran pemerintah dan lembaga yang lokasinya berada di Jakarta.

"Karena kalau bicara soal mengatasi kemacetan itu kan pekerja ada dari kementerian dan lembaga," ujar Trubus.

"Itu banyak PNS PNS kementerian dan lembaga itu kan banyak di kita. Dibuat aturannya. Lalu lainnya kan di Jakarta ini adalah perusahaan korporasi," tuturnya.

(Muhammad Isa Bustomi, Rizky Syahrial, Jessi Carina, Irfan Maullana).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BNN Masih Koordinasi dengan Filipina Soal Penjemputan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass

BNN Masih Koordinasi dengan Filipina Soal Penjemputan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass

Megapolitan
Polisi Minta Keterangan MUI, GBI, dan Kemenag Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Gilbert

Polisi Minta Keterangan MUI, GBI, dan Kemenag Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Gilbert

Megapolitan
Walkot Depok: Bukan Cuma Spanduk Supian Suri yang Kami Copot...

Walkot Depok: Bukan Cuma Spanduk Supian Suri yang Kami Copot...

Megapolitan
Satpol PP Copot Spanduk Supian Suri, Walkot Depok: Demi Allah, Saya Enggak Nyuruh

Satpol PP Copot Spanduk Supian Suri, Walkot Depok: Demi Allah, Saya Enggak Nyuruh

Megapolitan
Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Megapolitan
Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Megapolitan
Ada Pembangunan Saluran Penghubung di Jalan Raya Bogor, Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan

Ada Pembangunan Saluran Penghubung di Jalan Raya Bogor, Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan

Megapolitan
KPAI Minta Polisi Kenakan UU Pornografi ke Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar

KPAI Minta Polisi Kenakan UU Pornografi ke Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar

Megapolitan
Sudah Lakukan Ganti Untung, Jakpro Minta Warga Kampung Susun Bayam Segera Kosongi Rusun

Sudah Lakukan Ganti Untung, Jakpro Minta Warga Kampung Susun Bayam Segera Kosongi Rusun

Megapolitan
Anak di Jaktim Disetubuhi Ayah Kandung, Terungkap Ketika Korban Tertular Penyakit Kelamin

Anak di Jaktim Disetubuhi Ayah Kandung, Terungkap Ketika Korban Tertular Penyakit Kelamin

Megapolitan
Viral Video Pencopotan Spanduk Sekda Supian Suri oleh Satpol PP Depok

Viral Video Pencopotan Spanduk Sekda Supian Suri oleh Satpol PP Depok

Megapolitan
BNN Tangkap 7 Tersangka Peredaran Narkoba, dari Mahasiswa sampai Pengedar Jaringan Sumatera-Jawa

BNN Tangkap 7 Tersangka Peredaran Narkoba, dari Mahasiswa sampai Pengedar Jaringan Sumatera-Jawa

Megapolitan
Tren Penyelundupan Narkoba Berubah: Bukan Lagi Barang Siap Pakai, tapi Bahan Baku

Tren Penyelundupan Narkoba Berubah: Bukan Lagi Barang Siap Pakai, tapi Bahan Baku

Megapolitan
Kronologi Kampung Susun Bayam Digeruduk Ratusan Sekuriti Suruhan Jakpro

Kronologi Kampung Susun Bayam Digeruduk Ratusan Sekuriti Suruhan Jakpro

Megapolitan
KPAI: Siswa SMP yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Rawat Jalan di Rumah

KPAI: Siswa SMP yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Rawat Jalan di Rumah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com