JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara divonis hukuman 17 tahun penjara dalam kasus peredaran narkotika jenis sabu bersama Inspektur Jenderal Teddy Minahasa.
Adapun mantan Kepapa Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Barat itu divonis pidana seumur hidup oleh majelis hakim pada Selasa (9/5/2023).
Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, sebelumnya memperkirakan Dody mendapatkan hukuman yang sama dengan Teddy Minahasa jika divonis bersalah, yaitu pidana seumur hidup.
Baca juga: AKBP Dody Berteriak Usai Divonis 17 Tahun Penjara: Saya Akan Banding, Keadilan Pasti Ada
Reza menyoroti coretan tangan jaksa penuntut umum (JPU) dalam naskah tuntutannya. Hakim pun dinilai mengamini tuntutan jaksa itu.
"Bahwa TM (Teddy Minahasa) tidak menyuruh melakukan," ucap Reza dalam penjelasan yang diterima Kompas.com, dikutip Rabu (10/5/2023).
Teddy Minahasa, tutur Reza, dinilai hakim turut serta bersama Dody dengan posisi setara dalam menjalankan peredaran narkoba tersebut.
Reza melihat ada celah hukum atau loopholes dalam putusan hakim dalam memvonis Teddy Minahasa yang sangat mengandalkan keterangan saksi dalam sidang putusan yang digelar pada Selasa (9/5/2023).
Baca juga: AKBP Dody Divonis Lebih Ringan dari Tuntutan, Hakim: Terdakwa Akui dan Sesali Perbuatannya
Seperti diketahui, Dody memiliki peran ganda dalam perkara narkoba ini, yaitu saksi sekaligus terdakwa dalam peredaran sabu yang diduga dikendalikan oleh Teddy Minahasa.
"Jelas dengan status ganda tersebut, Dody akan mengedepankan keterangan yang menguntungkan dirinya," ucap Reza.
Menurut Reza, keterangan saksi adalah alat bukti yang paling berpotensi merusak proses pengungkapan kebenaran dan proses persidangan.
"Jika Teddy Minahasa mengajukan banding, saya berharap putusan pengadilan tinggi nantinya akan lebih bersandar pada pembuktian," ucap Reza.
Baca juga: BERITA FOTO: Momen AKBP Dody Teriak Geram Usai Divonis 17 Tahun Penjara
Kendati demikian, Reza menekankan masalah narkoba merupakan masalah serius. Ia sepakat bahwa seorang pengedar narkoba seharusnya tak hanya dipidana seumur hidup, melainkan hukuman mati.
"Apalagi jika pelakunya adalah aparat penegak hukum," tutur Reza.
Tak hanya pidana 17 tahun penjara, Dody juga harus membayar denda sebesar Rp 2 miliar karena dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah terlibat dalam peredaran sabu sebagaimana dakwaan JPU.
Majelis hakim menyampaikan Dody terbukti melakukan tindak pidana yaitu menawarkan narkoba untuk dijual, menjual, serta menjadi perantara dalam jual beli narkoba.
Adapun vonis Dody tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa. Dody dituntut hukuman 20 tahun penjara dengan denda Rp 2 miliar atas perbuatannya dalam pusaran peredaran narkoba.
Jaksa dalam dakwaannya menyatakan, Teddy terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.