DEPOK, KOMPAS.com - Situs Cagar Budaya Sumur Tujuh yang berlokasi di kawasan Beji, Depok, Jawa Barat, memiliki kisah tersendiri di dalamnya. Situs ini sering dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah.
Sumur yang merupakan peninggalan sejarah dari tokoh penyebar agama Islam, Mbah Raden Wujud Beji, dikabarkan airnya tak pernah kering. Sumur tersebut keberadaannya sudah ada sejak abad ke-16.
Dari situs cagar budaya inilah, diduga penamaan kecamatan Beji ini berasal. Mbah Raden Wujud Beji dikenal sebagai ulama asal Cirebon yang menyebarkan agama di wilayah tersebut.
Pengurus Sumur Tujuh Beji, Muhammad Satiri mengungkapkan, asal muasal adanya situs peninggalan sejarah tersebut.
Baca juga: Fakta Terbaru Penemuan Jasad di Depok, Ternyata Pria dan Sejumlah Organ Hilang
Menurut cerita, sumur yang berjumlah tujuh titik yang tersebar di beberapa titik di Kelurahan Beji, ada sangkut pautnya dengan kekeramatan sosok Mbah Raden Wujud.
Kala itu, wilayah Beji yang dulunya merupakan kawasan pertanian dilanda musim kemarau berkepanjangan.
Hal itu membuat masyarakat sempat resah. Mereka mengadu kepada Mbah Raden Wujud Beji, untuk meminta solusi.
"Gimana Tuanku (Mbah Beji), gimana Kyai atau Syeh. Akhirnya, Mbah Raden Wujud Beji, munajat sama Yang Kuasa, agar diberikan sumber mata air untuk kehidupan manusia," kata Satiri saat ditemui di Sumur ke-1, Jalan Raya Kopo, Beji, Depok, Jumat (12/5/2023).
"Beliau munajat ke sini minta sama Yang Kuasa untuk dibuatkan sumber mata air, maka alhamdulilah keluarlah mata air dari sumur ke-1, ke-2, ke-3 dan seterusnya," tambah dia.
Baca juga kisah lain dengan nama yang mirip namun lokasinya berbeda: Kisah Sumur Tujuh Bangka Tengah, Dulu Tempat Jepang Produksi Garam, Kini Jadi Wisata Andalan
Satiri melanjutkan, tujuh sumur itu memiliki khasiat tersendiri yang dipercaya masyarakat dapat memberikan keberkahan.
Sumur pertama disebut Sumur Karomah, digunakan masyarakat untuk mandi sambil berdoa. Kedua, disebutnya Sumur Kejayaan, karena awalnya digunakan masyarakat sebelum berperang melawan tentara kolonial Belanda.
Kemudian, sumur ketiga disebut Pengasihan, dari sumur itu banyak wanita-wanita, yang mengambil airnya untuk keperluan acara pernikahan.
Sumur keempat, yakni Sumur Perkara. Air dari sumur tersebut digunakan masyarakat untuk menyelesaikan suatu masalah.
"Masyarakat pada ngambil air di situ, baru mereka mengadakan perundingan. Jadi, mereka meyakini air itu bisa dipakai untuk sarana menyelesaikan masalah yang tidak selesai-selesai," kata Satiri, menjelaskan.
Kemudian, Sumur kelima dinamakan Sumur Suci, hal itu ditandai lantaran tempat itu hanya dipergunakan untuk berwudhu.
Terakhir, Sumur keenam dan ketujuh, disebut sebagai Sumur Air Anugerah.
"Para pengunjung yang ke sini ada yang niat mandi, ngambil airnya. Ada juga yang mengambilnya untuk dipakai bekal berziarah. Mereka meyakini bahwa sumur ini disebut air pengobatan," ujar Satiri.
"Intinya cuman nyari berkah selamat, bukan kita percaya sama airnya, bukan. Cuma nyari berkah selamat," tambah dia, menegaskan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.