JAKARTA, KOMPAS.com - Sampai kapan pun, Lasmiati (64) tidak akan menjual mobil Toyota Great Corolla keluaran tahun 1995 yang terparkir di garasi rumahnya.
Sebab, Toyota Great Corolla berkelir merah marun itu adalah mobil kesayangan sang putra, Heri Hartanto, yang meninggal dunia dalam Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998.
"Itu mobilnya masih di depan, enggak saya jual," ujar Lasmiati saat berbincang dengan Kompas.com di kediamannya, kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2023).
Mobil itu dibiarkan terparkir di garasi rumah, dibalut kain penutup berwarna abu-abu.
Baca juga: Heri Hartanto Sempat Dilarang Ikut Demo Sebelum Tewas Tertembak di Kampus Trisakti
Keluarga Lasmiati beberapa kali mengganti mobil, tetapi mobil sedan Heri tetap tidak tergantikan.
Terkadang, keluarganya menggunakan mobil itu untuk bepergian dengan jarak dekat. Namun, mobil itu lebih sering tidak digunakan.
Malam sebelum kejadian, Heri izin menginap di rumah temannya bernama Aji, karena sedang mengikuti ujian semester.
"Dia bawa mobil Toyota Corolla merah kesukaannya," ucap Lasmiati.
Mobil itu menjadi satu-satunya kenangan tentang Heri yang tak ternilai bagi keluarga Lasmiati.
Oleh sebab itu, ia tidak mau melepaskan mobil itu walau dibayar dengan harga yang tinggi sekalipun. Bagi Lasmiati, mobil itu adalah kenang-kenangan yang berharga.
Tetangga, bahkan orang asing yang lewat di depan rumahnya, sempat menawarkan harga yang cukup tinggi untuk mobil itu. Namun, Lasmiati tetap mempertahankannya.
"Sempat ada yang nanya, 'Itu mobilnya enggak dijual?' Karena banyak peminatnya ya, saya bilang, 'Enggak dijual'. Walaupun ganti mobil berapa kali, tetap Corolla itu tidak dijual," ujar Lasmiati.
Baca juga: Momen Orangtua Lihat Jasad Heri Hartanto Pertama Kali Usai Tertembak di Depan Trisakti
Heri Hartanto adalah satu dari empat mahasiswa Trisakti yang tewas dalam Tragedi Trisakti 12 Mei 1998.
Tiga mahasiswa lain yang menjadi korban, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, dan Hendrawan Sie.
Mereka tewas tertembak di dalam kampus saat mengikuti demonstrasi yang menuntut turunnya Soeharto dari jabatan presiden.
Kekejaman aparat dalam meredakan demonstrasi para aktivis waktu itu mendapat sorotan. Kejadian tersebut membuat perlawanan mahasiswa dalam menuntut reformasi semakin besar.
Puncaknya, pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya, serta menandai akhir dari rezim Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun.
Baca juga: Kala Hujan Peluru Tewaskan Heri Hartanto di Depan Kampus Trisakti...
Pada 2001, Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) yang dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan, dari bukti-bukti permulaan yang cukup, telah terjadi pelanggaran berat HAM dalam peristiwa Trisakti dan beberapa peristiwa lainnya.
Hasil penyelidikan Komnas HAM juga disampaikan kepada Kejaksaan Agung supaya segera diselidiki pada April 2002. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada titik terang.
Pengadilan Militer untuk kasus Trisakti yang digelar pada 1998 menjatuhkan putusan kepada enam orang perwira pertama Polri. Akan tetapi, para komandan sampai saat ini tetap tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.