Saat ditemui Kompas.com di rumahnya di Depok beberapa waktu lalu, Paian pun tanpa ragu bercerita panjang lebar soal kejadian yang menimpa anaknya.
Ia mengungkapkan detik-detik saat anak keduanya itu menghilang tanpa kabar.
"Awal Mei 1998, saya lupa tanggalnya, tapi ini sebelum kerusuhan 12 Mei, Ucok mau ambil uang sakunya ke Depok," ucap dia di kediamannya di Beji, Depok, Senin (22/5/2023).
Pada saat itu, Ucok menelepon dan mengabari bahwa teman-temannya akan ke rumah pada 17 Mei mendatang.
Selain hendak bermain dan bersilaturahmi dengan keluarga Ucok, mereka juga ingin merayakan ulang tahun Ucok.
Hari demi hari dilewati sebelum Paian sekeluarga mendapat telepon dari salah satu teman Ucok pada 11 Mei.
"Tanggal 11 Mei, temannya yang mau diajak Ucok ke rumah telepon. Katanya mau ketemu Ucok buat nanya, jadi apa enggak kumpul-kumpulnya di Depok," tutur Paian.
Baca juga: Fahri Hamzah, Manusia Kampung dari NTB di Tengah Gerakan Reformasi Mei 1998
Saat telepon berdering, di rumah Paian hanya ada istri dan anak ketiganya saja.
Istrinya yang mendapat telepon itu sontak terkejut. Sebab, ia tidak mendengar kabar bahwa Ucok kembali ke rumah dari indekosnya.
Ia pun mengatakan kepada teman Ucok bahwa anaknya tidak ada di rumah lantaran belum pulang.
"Temannya bingung karena sekitar pukul 20.00 WIB semalam, pada 10 Mei, Ucok keluar kos. Cuma temannya enggak tau Ucok pergi sama siapa dan ke mana," Paian berujar.
"Temannya cuma lihat Ucok jalan ke luar kos, itu terakhir dia ketemu. Ucok enggak bilang mau ke mana, mereka cuma papasan aja," imbuh dia.
Diculik bersama aktivis lain
Setelah Ucok menghilang, keluarga mencari keberadaan Ucok kesana kemari, namun tak ditemukan.
Keluarga Ucok pun akhirnya mendatangi kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), yang saat itu juga sedang menghimpun data para aktivis yang hilang.