Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Detik-Detik Sopir Angkot Yani Afri Diculik Pada 1997, Awalnya Pamit Ingin Kampanye PDI

Kompas.com - 28/05/2023, 06:52 WIB
Zintan Prihatini,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

"Pada waktu itu juga orangtua saya belum menceritakan apa-apa. Cuma orangtua saya (peringatin) 'jangan main jauh-jauh ntar diculik' selalu bilang seperti itu. (Katanya) 'jangan main jauh-jauh nanti ditembak sama orang.' Saya sudah mengerti ketika sudah dewasa, orangtua saya mungkin trauma," jelas Hardingga.

Baca juga: Cerita Fahri Hamzah soal Dua Wajah Prabowo Saat Reformasi 1998 yang Timbulkan Kecurigaan

Mencari jejak Yani Afri

Sementara itu, ibunda Yani, Tuti Koto, tak tinggal diam ketika mendengar anaknya menjadi korban penghilangan paksa.

Dalam kekalutan, Tuti mencari keberadaan Yani ke sana kemari. Hardingga berkata, neneknya itu menanyakan kepada sejumlah pihak termasuk ke kantor polisi hingga Kodim TNI.

"Suasananya jelas mencekam. Sebenarnya kami belum dapat kabar, kami dapat kabar kalau ayah saya benar-benar diculik itu dari mami, dari nenek saya," ucap Hardingga.

Tuti kemudian mengadukan kasus penghilangan paksa Yani ke lembaga bantuan hukum. Tak sampai di situ, ia juga menemui aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib, tetapi tak ada hasil yang didapatkan.

"Saya inget banget dari pihak Kodim katanya (Yani) sudah dibebaskan. Tapi kenyataannya bapak saya enggak sampai di rumah, enggak ada di rumah," tutur dia.

Baca juga: Soeharto di Mesir Saat Kerusuhan Mei 1998 Meletus, Sepertiga Kekuatan Militer Duduki Ibu Kota

Hardingga sendiri tak ingin menyebut ayahnya sebagai aktivis ataupun orang poitik. Dia berujar, Yani saat itu hanya menginginkan "perubahan."

"Ayah saya itu memang simpatisan PDI, yang jelas pengin ada perubahan dan ganti presiden yang pada saat itu presidennya masih Soeharto," imbuh dia.

Mulanya, pihak keluarga menduga sosok yang menculik Yani ialah tim penembakan misterius atau Petrus. 

Namun, setelah menelusuri kesana kemari, keluarga berkesimpulan pelaku penculikan adalah Tim Mawar dari Komando Pasukan Khusus (Kopasssus) TNI AD.

"Pada waktu itu karena nenek saya, memang menelusuri semuanya, sampai akhirnya nenek saya sepakat kalau ayah saya memang hilang bersama Tim Mawar," katanya lagi.

Menurutnya, Tuti juga konsisten memperjuangkan keadilan bersama Lembaga Kontras (komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan).

Setelah Tuti meninggal di tahun 2012, Hardingga lantas melanjutkan perjuangannya untuk menemukan Yani Afri.

"Saya perlu ada kejelasan dari pemerintah, kalau memang bapak saya masih ada ya di mana penjaranya. Kalau memang sudah meninggal ya kasih tahu di mana kuburannya," tutur Hardingga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rayakan 'May Day', Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Rayakan "May Day", Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Megapolitan
Pakar Ungkap 'Suicide Rate' Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Pakar Ungkap "Suicide Rate" Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Megapolitan
Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi 'May Day'

Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi "May Day"

Megapolitan
3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

Megapolitan
Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

Megapolitan
Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com