Sebagai informasi, nilai rata-rata tahunan PM 2,5 belum sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 5 µg/m³ per tahun. Nilai rata-rata Jakarta melampaui rekomendasi itu hingga 7,2 kali lipat.
Pemicu tingginya konsentrasi PM 2,5 di Jakarta dan sekitarnya disebabkan emisi dari kendaraan bermotor, industri, pergerakan polutan udara oleh angin, tingginya kelembaban udara relatif yang menyebabkan perubahan wujud dari gas menjadi partikel, dan munculnya lapisan inversi di udara yang menyebabkan PM 2,5 tertahan tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain.
Baca juga: Saat Polusi dari Kendaraan Pribadi Bawa Jakarta Jadi Juara Dunia Kualitas Udara Terburuk…
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, upaya untuk mengendalikan pencemaran udara dirumuskan berdasarkan pendekatan ilmu pengetahuan dan berbasis data untuk rencana perbaikan kualitas udara sampai tahun 2030.
Berdasarkan kajian tersebut, didapatkan strategi yang paling bermanfaat untuk mengurangi konsentrasi PM 2,5, yakni uji emisi secara berkala dan beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik.
Karena itu, sebagai rangkaian Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023 dan HUT Ke-496 Kota Jakarta, akan ada kampanye publik "Untuk Udara Jakarta, Yuk Naik Transportasi Publik” pada Minggu (4/6/2023) di Terowongan Kendal, Dukuh Atas, Jakarta Pusat, sebagai salah satu simpul peralihan transportasi umum.
Kemudian, Pemprov DKI akan melakukan uji emisi akbar 2023 di Taman Margasatwa Ragunan yang bekerja sama dengan Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi.
Kegiatan itu bergulir serentak pada Senin (5/6). Warga bisa mendaftar gratis di https://ujiemisi.jakarta.go.id/.
Baca juga: Anies: Solusi Polusi Udara Bukan Subsidi Mobil Listrik
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel Ahmad Safrudin mengatakan, tidak signifikan jika Pemprov DKI Jakarta hanya menurunkan konsentrasi PM 2,5 dari 0,5-5,7 µg/m³ (sumber bergerak) dan kisaran 0,05-2,4 µg/m³ (sumber area) karena rerata tahunan adalah 46,1 µg/m³.
Artinya, penurunan itu pada kisaran 40 µg/m³ atau masih masuk kategori tidak sehat.
”Gubernur tinggal melaksanakan agar kendaraan bermotor yang beroperasi di Jakarta memenuhi baku mutu emisi, baik itu kendaraan baru maupun kendaraan lama,” ujar Ahmad, Selasa (30/5/2023).
Pelaksanaan yang dimaksud merujuk pada Peraturan Pemerintah No 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Peraturan Menteri (Permen) LHK No P.20/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N, dan Kategori O: Permen Lingkungan Hidup (LH) No 23/2012 tentang Perubahan atas Permen LH No 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3: dan Permen LH No 5/2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama.
Ahmad menyarankan Pemprov DKI untuk memastikan kendaraan bermotor baru yang dijual memenuhi baku mutu emisi, merazia emisi kendaraan bermotor dibantu kepolisian dalam periode tertentu, misal tiga bulan sekali.
Baca juga: Ini Sederet Langkah Pemprov DKI untuk Turunkan Emisi Karbon di Jakarta
Kendaraan bermotor yang tak memenuhi baku mutu emisi perlu ditilang dan masuk peradilan untuk sanksi denda sesuai peraturan daerah.
”Kurangi seremoni uji emisi. Perbanyak razia emisi,” ucap Ahmad.
Dalam ringkasan eksekutif itu juga, diperkirakan biaya tahunan dan total untuk setiap program pengendalian pencemaran udara di Jakarta dari tahun 2019 hingga 2030 mencapai Rp 86,5 triliun atau sekitar 3,1 persen dari PDRB DKI Jakarta.