Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Pernyataan Luhut dalam Sidang Haris-Fatia, Sedih dan Jengkel Dipanggil "Lord"

Kompas.com - 09/06/2023, 09:31 WIB
Muhammad Naufal,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan menghadiri sidang kasus pencemaran nama baiknya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (8/6/2023).

Ada dua terdakwa dalam kasus tersebut, yakni Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.

Luhut mengungkapkan banyak hal saat hadir sebagai saksi, di antaranya soal perasaan jengkel karena dijuluki lord dan Haris Azhar meminta saham.

Merasa sedih

Saat bersaksi di persidangan, Luhut mengaku merasa sedih dengan tindakan Haris Azhar.

Luhut mengaku mengetahui konten podcast milik Haris-Fathia tentang dirinya dari Singgih, staf bidang komunikasi di Kemenko Marves. Luhut kemudian menonton podcast itu.

Usai menyaksikan podcast tersebut, Luhut mengaku merasa sakit hati.

Baca juga: Perdebatan Luhut Vs Haris Azhar soal Tudingan Minta Saham Freeport

Ia bertanya-tanya mengapa Haris Azhar membuat podcast tersebut. Padahal, kata Luhut, dia dan Haris memiliki hubungan baik.

"Saya terus terang sedih, kenapa Saudara Haris melakukan itu ke saya. Saya baik sama dia kok," tutur Luhut.

Tak alami kerugian materi

Luhut mengaku tak mengalami kerugian materi saat namanya dicemarkan. Namun, Luhut mengaku anak dan cucunya mengalami kerugian moral.

Sebab, Luhut disebut sebagai penjahat dan dijuluki "lord" di podcast Haris-Fatia.

"Tapi, (merugi) secara moral anak cucu saya. Saya dibilang penjahat, saya dibilang lord, saya dibilang apalagi coba," tutur Luhut.

Baca juga: Hujan Debat di Sidang Luhut Vs Haris-Fatia: Mulai dari Pesan WhatsApp Minta Tolong soal Freeport sampai Minta Saham

Sebagai orang tua dan eks perwira TNI, Luhut mengaku tidak terima dengan tindakan Haris-Fatia.

Luhut mengaku sudah dua kali menawarkan Haris-Fatia untuk meminta maaf. Namun, menurut Luhut, Haris-Fatia tak kunjung meminta maaf.

"Jadi, Yang Mulia, menurut saya sebagai seorang tua, seorang bekas prajurit, saya di Kopassus sekian lama, saya tidak terima perlakuan itu," kata Luhut.

"Saya minta dua kali untuk ada dia minta maaf, itu pun tidak dilakukan. Jadi mesti gimana," lanjut dia.

Salahkan Haris-Fatia

Luhut juga menyalahkan Haris dan Fatia karena menayangkan podcast tentang dirinya tanpa melakukan upaya konfirmasi terlebih dahulu.

Majelis hakim awalnya bertanya apakah Luhut dikonfirmasi oleh Haris-Fatia sebelum podcast percakapan mereka dipublikasikan di kanal YouTube.

Luhut lantas menyatakan bahwa Haris dan Fatia tak pernah melakukan upaya konfirmasi. Hal itulah yang disesalkan oleh Luhut hingga akhirnya melaporkan dua aktivis itu.

"Yang Mulia, itu salah satu yang saya salahkan," kata Luhut.

Baca juga: Pengakuan Luhut soal Haris Azhar Minta Saham Freeport...

Menurut Luhut, Haris harusnya bisa menghubunginya dengan mudah untuk mengonfirmasi soal tudingan keterlibatannya dalam bisnis tambang di Papua, sebagaimana yang dibahas di podcast itu.

"Saya kan bisa ditanya Saudara Haris, kapan telepon, saya jawab," tutur Luhut.

Tawari Haris masuk Harvard

Kemudian, Luhut mengaku telah berupaya baik kepada Haris. Salah satunya, menawari Haris Azhar bersekolah di Universitas Harvard.

"Saya baik sama dia (Haris Azhar) kok. Mau dia minta tolong sekolah apa pun, waktu itu saya dorong ke Harvard untuk ambil (gelar) doktornya," ungkap Luhut.

Menurut Luhut, Haris pun mengiakan tawaran itu.

"Dan dia (Haris) bilang, ya silakan Pak kalau bisa bantu saya," kata Luhut.

"Tapi, kami beberapa lama enggak ketemu. Tapi, (saat) ketemu lagi, dia (Haris) enggak masuk sekolah itu (Universitas Harvard)," imbuh dia.

Baca juga: Saat Luhut Bantah Bermain Tambang Emas di Papua lewat PT Tobacom Del Mandiri...

Dalam kesempatan itu, Luhut tidak menjelaskan cara dia membantu Haris untuk masuk Universitas Harvard.

Luhut juga tidak menjelaskan mengapa Haris batal masuk Universitas Harvard. Namun, Luhut mengaku sudah beberapa kali dimintai tolong oleh Haris.

Tak ikut andil dalam operasi militer Intan Jaya

Dalam kesempatan itu, Luhut juga mengaku tidak ikut campur dalam operasi militer di Intan Jaya, Papua.

Ia juga mengaku tak mungkin mengerahkan tentara untuk operasi militer di Intan Jaya.

"(Operasi militer Intan Jaya) tidak ada kaitannya dengan tugas pokok saya," kata Luhut.

"Tidak mungkin saya bisa memberikan gerakan-gerakan militer dan tidak pada posisi yang bisa memberikan arahan-arahan itu," lanjut dia.

Luhut menyebutkan, orang yang berkapasitas untuk menggerakkan operasi militer di Intan Jaya adalah Menteri Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Sebut Haris minta saham Freeport

Kemudian, Luhut mengeklaim, Haris Azhar pernah meminta saham PT Freeport.

Luhut berujar, Haris pernah datang ke rumahnya pada Maret atau April 2021. Saat itu, menurut Luhut, Haris meminta beberapa persen saham PT Freeport.

"Tidak sampai detail, tapi (Haris) meminta sejumlah saham (PT Freeport). Kalau saya enggak keliru beberapa persen," ujar dia.

Baca juga: Sidang Digelar Tertutup Saat Luhut Bersaksi, Fatia: Saya Kecewa, Semoga Tak Ada Diskriminasi Lagi

Luhut mengaku tidak tahu Haris Azhar mewakili suku mana saat meminta saham PT Freeport. Kepada Haris, Luhut mengaku tidak mudah untuk memberikan saham.

"Tapi kan tidak segampang itu juga. Saya telepon Freeport, Freeport jawab. Kan kami tanya suku mana dulu, karena banyak suku yang klaim punya saham di sana," tutur Luhut.

Sementara itu, Haris membantah meminta saham kepada Luhut.

Kasus "papa minta saham" disinggung

Dalam sidang itu, kuasa hukum Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti bertanya tentang kasus "papa minta saham Freeport" kepada Luhut Binsar Panjaitan, tetapi dipotong oleh jaksa dan hakim.

Awalnya, seorang kuasa hukum Haris-Fatia bernama Ma'ruf bertanya kepada Luhut, apakah pernah ada pihak lain menyebut nama Luhut soal kegiatan perusahaan tambangnya di Papua.

Luhut kemudian menjawab, "Sepanjang saya ingat, enggak ada".

Kuasa hukum Haris-Fatia lantas mencoba mengingatkan Luhut dengan menyebutkan kasus "papa minta saham".

Terdakwa dalam kasus itu, yakni Setya Novanto.

Kuasa hukum mengatakan, dalam persidangan kasus itu, nama Luhut disebut 66 kali sebagai salah satu pihak yang meminta bagian saham Freeport. Pada momen inilah jaksa memotong tanya jawab.

"Keberatan, Yang Mulia," celetuk jaksa.

Baca juga: Luhut Sebut Haris Azhar Bantu Urus Persoalan Saham Freeport Milik Suku di Timika

Hakim Cokorda Gede Arthana juga meminta kuasa hukum Haris-Fatia untuk fokus bertanya, bukan menjelaskan perkara lain yang dianggap tidak berhubungan dengan materi persidangan ini secara langsung.

"Jangan saudara memberikan penjelasan ya. Saudara tidak boleh memberikan penjelasan kepada saksi. Cukup ditanyakan," ujar hakim.

Kuasa hukum kemudian berupaya menjelaskan bahwa kasus "papa minta saham" itu merupakan konteks dari pertanyaan yang akan diajukan. Oleh sebab itu, penting untuk diungkapkan.

"Ini pengantar, Yang Mulia. Biar ada konteks dari pertanyaan saya," ujar kuasa hukum.

Di tengah perdebatan kuasa hukum-jaksa-hakim, Luhut akhirnya menjawab pertanyaan mengenai kasus "papa minta saham" secara singkat.

"Begini, begini. Kasus saham Freeport itu kan sudah selesai. Tidak ada alat bukti. Jadi ngapain saudara mesti ulang-ulangin," kata Luhut.

Baca juga: Fatia Ungkap Penjahat yang Dimaksud dalam Konten YouTube-nya Bukan Luhut

Meski demikian, jaksa terus mendorong hakim agar kuasa hukum Haris-Fatia tidak bertanya di luar pokok perkara.

Hakim pun meminta kuasa hukum tidak memberikan penjelasan dan cukup bertanya saja.

"Saya berkali-kali sudah mengingatkan, jangan keluar dari permasalahan ini. Cukup kepada saudara saksi, (berikan) pertanyaan. Jangan saudara menjelaskan kepada saksi, jangan menyimpulkan," ujar hakim.

Kuasa hukum Haris-Fatia pun menaati perintah hakim dan beralih bertanya dengan topik lain.

Haris disebut bantu masalah saham PT Freeport

Lalu, kata Luhut, Haris Azhar sempat membantu persoalan saham PT Freeport milik suku di Timika, Papua.

Luhut mengaku hendak menunjukkan pesan di WhatsApp-nya soal Haris yang membantu mengurus persoalan saham PT Freeport milik suku di Timika.

"Saya bisa tunjukkan WhatsApp dia (Haris) bantu urus saham dari suku di Timika yang belum beres," tutur Luhut.

Kemudian, Luhut mengaku meminta stafnya untuk membantu Haris menangani persoalan saham PT Freeport milik suku tersebut.

Namun, Luhut mengaku kesulitan menangani persoalan saham tersebut.

Luhut lantas menyebutkan, suku di Timika seharusnya tidak usah dibantu menggunakan uang, tetapi lebih baik dibantu mengakses pendidikan.

"Kalau mau ngasih itu ke suku ini, saya sih ingin supaya dilakukan pada pendidikan, jangan pada uang," ucap Luhut.

Luhut salaman dengan Haris-Fatia

Menjelang sidang berakhir, Luhut bersalaman dengan Haris dan Fatia.

Awalnya Haris memberikan tanggapan atas kesaksian Luhut. Kemudian, hakim Cokorda bertanya apakah Haris ingin menyalami Luhut.

"Kalau saya menangkap, Saudara Azhar sepertinya sudah... kalau Saudara merasa mungkin khilaf, bagaimana? Saudara mau menyalami Pak Luhut?" tanya Cokorda.

"Kalau salaman, saya salaman, Pak," jawab Haris.

Baca juga: Dituding Cemarkan Nama Luhut, Fatia: Konten yang Saya Bicarakan Itu Kepentingan Publik

Haris mengaku akan bersalaman dengan Luhut di luar ruang sidang. Namun, Cokorda meminta mereka bersalaman di ruang sidang.

Haris kemudian berdiri dari kursi yang berada di area kuasa hukumnya. Fatia juga berdiri.

Haris terlebih dahulu bersalaman dengan Luhut. Mereka bersalaman tak sampai lima detik. Raut wajah Haris-Luhut tak menampakkan emosi apa pun. Mereka tampak mengobrol sebentar.

Fatia kemudian mendekat kepada Luhut dan menyalaminya. Durasi salaman Fatia dengan Luhut lebih sebentar daripada saat Luhut-Haris bersalaman.

Fatia juga menunjukkan wajah tanpa emosi. Momen ini diakhiri tepuk tangan oleh orang-orang yang berada di ruang sidang.

Ricuh usai sidang

Usai sidang, Luhut keluar dari Gedung PN Jakarta Timur sekitar pukul 15.30 WIB. Luhut menggunakan mobil Lexus LX570 hitam dengan pelat nomor B 2702 L.

Di luar gedung, massa pendukung Haris-Fatia sudah bersiaga. Seratusan orang telah menunggu Luhut keluar dari gedung pengadilan.

Massa berupaya menghalang-halangi mobil Luhut untuk keluar dari PN Jakarta Timur. Namun, upaya itu digagalkan puluhan personel TNI-Polri yang perlahan mendorong mundur massa.

Baca juga: Luhut Ungkap Sakit Hati kepada Haris Azhar dan Fatia

Seorang pria di mobil komando juga meminta massa aksi mundur. Namun, massa aksi menolak untuk mundur.

"Mundur saja, mundur," kata pria di mobil komando menggunakan pengeras suara.

Mobil yang ditumpangi Luhut sempat terhenti 1-2 menit karena massa aksi menolak mundur. Saat mobil Luhut berhenti, massa mengolok-olok Menko Marves.

"Lord, mau ke mana, Lord?" tanya salah satu pendukung Haris-Fatia.

"Menteri segala menteri mau ke mana?" timpal pendukung lain.

"Huuu," massa aksi bersorak.

Personel TNI-Polri sempat terlibat aksi dorong-mendorong dengan massa. Tak lama kemudian, meski jumlahnya tergolong banyak, massa perlahan dipukul mundur secara paksa.

Mobil Luhut dan rombongannya pun berhasil menjauhi Gedung PN Jakarta Timur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com