JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi permukiman warga di kolong Tol Angke 2 Jelambar, Jakarta Barat, yang sangat memprihatinkan dinilai harus dibenahi.
Kolong tol yang menghubungkan itu tak layak huni. Selain merusak estetika, kondisi sirkulasi udara hingga sanitasi di permukiman kumuh ini tidak memadai.
"Munculnya permasalahan stunting adalah dari problematika seperti ini, karena kurangnya kesadaran diri dengan kebersihan dan kesehatan diri," ujar anggota Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta, Hardiyanto Kenneth, Minggu (18/6/2023).
Mengutip dari Kompas.id, akses menuju permukiman yang berada di bawah kolong Jalan Tol Cawang-Tomang-Pluit Kilometer 17, Jelambar, Jakarta Barat, itu sangat sulit.
Mereka yang hendak masuk ke wilayah itu harus melewati celah kecil dari beton yang membatasi Kali Grogol dan jalan tol. Ruang gerak mereka juga tak leluasa.
Bagaimana tidak, ketinggian kolong itu yang hanya 90-130 sentimeter membuat warga yang masuk harus membungkukkan badan atau bahkan harus jongkok. Cahaya matahari yang sulit masuk membuat kawasan terasa lembab.
Dengan ruang terbatas itu, kolong tol tetap terdapat taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Tepat di sampingnya terdapat mushala berukuran 5 meter x 5 meter dengan tinggi sekitar 90 cm untuk beribadah.
Mayoritas rumah di sana berdindingkan kayu dan beratapkan beton jalan tol. Meski terbatas, warga telah terbiasa beraktivitas di celah sempit tersebut, mulai dari memasak, mencuci baju, hingga belajar.
Baca juga: Minta Permukiman Kolong Tol Angke 2 Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Relokasi ke Rusun
Salah satu warga di kawasan tersebut, H (54), yang ditemui, Senin (19/6/2023), menceritakan, ia sudah tinggal di sana sejak tahun 2007 karena terdampak penertiban di tempat tinggalnya.
Ia mengaku pernah beberapa kali ditawarkan untuk pindah ke rumah susun sederhana sewa di Kapuk Muara, Jakarta Utara, tetapi biaya sewa yang dianggap cukup tinggi mengurungkan niatnya.
"Kalau diminta pindah ke rusunawa tentu mau ya, tetapi takut tidak ada kerjaan di sana dan harga sewanya saya tidak sanggup," ujar H dikutip dari Kompas.id, Selasa (20/6/2023).
Karman (29), pria yang bekerja sebagai pemulung dengan pendapatan sekitar Rp 30.000 per hari, juga bertahan meski pernah ditawarkan pindah ke Rusunawa Marunda, Jakarta Utara.
Ia bertahan dengan mengontrak sebuah bangunan semipermanen sebesar Rp 450.000 per bulan. Beberapa dari mereka juga pindah ke tempat ini setelah terdampak revitalisasi Kalijodo pada 2016.
Tak jauh, sekitar 200 meter dari jalan utama, Kompas.com melihat ada gubuk yang dijadikan warga untuk duduk bersantai. Di balik gubuk, terdapat tembok beton berkelir oranye dengan sedikit celah.