"Takut di got ada ular, memang saya belum temui, tapi saya sudah ngeri. Akhirnya saya memutuskan tidur (tinggal) di warung," kata dia.
"Akhirnya saya memutuskan untuk tidur (tinggal) di warung," sambung Ngadenin.
Sedihnya lagi, Ngadenin harus berpisah dengan kelima anaknya yang memilih untuk menyewa kos karena tak cukup tinggal di warung.
Ngadenin mengaku sudah tinggal di daerah Pondok Gede sejak 1999 atau 24 tahun lalu. Semula, dia tinggal tepat di pinggir jalan raya.
Baca juga: Repotnya Lansia di Bekasi Lewat Selokan Berlumpur dan Jendela Tetangga untuk Masuk Rumah Sendiri
Bagian depan dibuat untuk berdagang sate dan tongseng. Sementara itu, rumahnya berada di bagian belakang, menyatu dengan kedainya.
Namun, selang beberapa lama kemudian, tetangga Ngadenin yang berjualan ayam bakar menjual lahannya ke pengusaha hotel.
Ngadenin lalu dipaksa dengan ancaman apabila tidak menjual lahan kepada pengusaha hotel. Tak punya kuasa, Ngadenin akhirnya menyerah.
"Saya ditakut-takuti kalau enggak mau jual ke dia (pemilik hotel), nanti saya ditakut-takuti akan dikurung, ditutup (akses jalan) akhirnya saya nyerah," tutur Ngadenin.
Sedihnya, harga jual yang ditawarkan pihak hotel tidak seberapa. Ngadenin hanya bisa membeli rumah kecil yang tak jauh dari lokasi.
"Ditawar harganya sangat sangat rendah, tidak sesuai kalau buat beli rumah pengganti enggak dapet, setengah saja enggak dapat," kata dia.
Baca juga: Tiga Tahun Sudah Lansia di Bekasi Kehilangan Akses Menuju Rumah yang Ditutup Tembok Hotel
Ngadenin membeli rumah yang kini aksesnya telah ditutup. Saat awal membeli dan tinggal selama 10 tahun, akses jalan masih tersedia.
Kemudian, para pemilik lahan di sekitar rumahnya menjual ke pihak hotel, termasuk juga tanah wakaf yang dijual.
"Saya beli di sini awalnya ada jalan, katanya sudah diwakafkan, tapi akhirnya dijual semua ke hotel sama jalannya saya enggak tahu," ucap dia.
Penutupan akses terjadi selama tiga tahun. Pihak hotel menutup jalan tanpa memberitahu Ngadenin dan keluarganya.
Baca juga: Lansia di Bekasi Harus Lewat Got Penuh Beling untuk Masuk Rumah karena Akses Ditutup Tembok Hotel
Selain Ngadenin, terdapat dua orang tetangganya yang bernasib serupa. Namun satu di antaranya telah menjual rumahnya ke pihak hotel.
Kini, hanya tersisa rumah Ngadenin dan Peni. Ngadenin tidak lagi menempati rumahnya lantaran kondisinya sudah tidak layak huni. Begitu juga dengan Peni.
"Tadinya ada tiga rumah, tapi sekarang hanya sisa dua, rumah saya dan Bu Peni. Rumah Pak Marno sudah dijual," kata Ngadenin.
(Penulis: Firda Janati | Editor: Icha Rastika, Jessi Carina).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.