JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Mario Dandy Satriyo (20), Andreas Nahot Silitonga, mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim untuk memfasilitasi pemeriksaan kejiwaan kliennya di Lapas Salemba, Jakarta Pusat.
Hal itu diminta Andreas dalam persidangan dalam lanjutan sidang kasus penganiayaan D (17) dengan terdakwa Mario dan Shane Lukas (19) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/7/2023).
"Kami mau minta izin secara tertulis, tadi sudah disampaikan juga melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), ini mohon pemeriksaan psikiater terhadap Mario," ujar dia di dalam ruang sidang.
Andreas mengatakan, pemeriksaan kejiwaan diperuntukkan untuk bahan pembelaannya di dalam sidang.
"Kami mohon izin, kalau misalkan bisa, kami mau menghadirkan psikiater di lapas," ungkap dia.
Baca juga: Apakah Kondisi D yang Membaik Bisa Ringankan Hukuman Mario Dandy? Ini Penjelasan Ahli
Ketua Majelis Hakim Alimin Ribut Sujono kemudian mempersilahkan Andreas untuk menjadwalkan pemeriksaan kejiwaan terhadap kliennya.
Namun dengan catatan tidak mengganggu jadwal persidangan.
Selain itu, psikiater itu harus melakukan pemeriksaan sebelum dihadirkan di persidangan.
"Baik, sepanjang tak mengganggu persidangan, ya silahkan saja ajukan permohonannya dan kami akan mengikuti jadwal secepatnya. Jadi jangan sampai nanti pada waktunya psikiater itu memberikan keterangan di sini ternyata belum, belum melakukan pemeriksaan di sana," kata hakim.
"Rencananya kapan akan melakukan pemeriksaan," timpal hakim.
Andreas mengungkapkan, masih menunggu jadwal dari psikiater, tetapi pihaknya ingin pemeriksaan kejiwaan dilakukan pada hari Jumat mendatang.
"Kami jadwalkan Jumat, Yang Mulia, tapi masih berkoordinasi dengan psikiater soal jadwal yang bersangkutan," beber Andreas.
Ketidakpastian psikiater yang bakal memeriksa Mario membuat Hakim Alimin membuat pernyataan tegas.
Baca juga: Mario Dandy Akhirnya Turuti Jaksa, Pakai Kemeja Putih Saat Sidang
Hal itu dinyatakan karena pemeriksaan di lapas membutuhkan surat dan surat itu hanya berlaku satu hari.
"Di sana kan butuh surat, pastikan dahulu, jangan ajukan permohonan dahulu. Psikiaternya kapan bisanya, gitu. Kalau permohonan Jumat, ya Jumat, kan di sana juga ada hal-hal tertentu yang kita tak tahu supaya dari pihak sana, yang melakukan penahanan itu, juga bisa mempersiapkan segala sesuatunya," tegas hakim.
Untuk diketahui, Mario Dandy Satriyo merupakan anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, Rafael Alun Trisambodo.
Mario menganiaya korban D pada 20 Februari 2023 di Kompleks Green Permata, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Mario marah karena mendengar kabar dari saksi bernama Amanda (19) yang menyebut AG (15) yang dulu merupakan kekasihnya mendapat perlakuan tidak baik dari korban. Mario lalu menceritakan hal itu kepada temannya, Shane Lukas.
Kemudian, Shane memprovokasi Mario sehingga Mario menganiaya korban sampai koma. Shane dan AG ada di TKP saat penganiayaan berlangsung. Shane juga merekam penganiayaan yang dilakukan Mario.
Kini, Shane dan Mario sudah ditetapkan sebagai terdakwa dan ditahan di ruang Lembaga Pemasyarakatan (LP) Salemba, Jakarta Pusat.
Baca juga: Ahli: Restitusi Rp 120 Miliar Tidak Bisa Dibebankan ke Orangtua Mario Dandy, kecuali Sukarela
Menurut jaksa, Mario Dandy telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 355 KUHP Ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP subsider 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau ke-2 Pasal 76 C juncto Pasal 50 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Shane juga didakwa dengan dakwaan serupa. Ia didakwa melakukan penganiayaan berat terencana terhadap D bersama Mario Dandy dan anak AG.
Shane didakwa Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP subsider 355 KUHP Ayat 1 juncto Pasal 56 ayat (2) KUHP atau ke-2 Pasal 76 C juncto Pasal 80 ayat (2) UU RI No 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU No 23 tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.
Khusus AG, hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah memvonis AG dengan hukuman penjara 3,5 tahun. Hakim menyebut, AG terbukti bersalah karena turut serta melakukan penganiayaan berat dengan perencanaan terlebih dahulu terhadap D.
Putusan ini kemudian diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.