JAKARTA, KOMPAS.com - Isu jual beli video gay anak secara daring bukan kali pertama mencuat di Indonesia. Kepolisian di DKI Jakarta pernah mengungkap kasus yang sama pada 2017.
Menurut Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar, kasus ini terungkap berdasarkan laporan-laporan dari masyarakat.
"Iya, sebetulnya dulu kita kan ada kasus ini, kemudian polisi juga menangani kasus-kasus seperti ini, rumusnya sama yang melibatkan anak, terkait dengan pornografi," ujar Nahar kepada Kompas.com.
Baca juga: Menelusuri Praktik Jual Beli Video Gay Anak di Media Sosial
Setelah itu, muncul kasus pornografi anak melalui grup media sosial "Loly Candy" pada 2018.
Menurut Nahar, kasus video gay kid (VGK) dan Loly Candy memiliki kesamaan, yaitu menjadikan anak sebagai korban dalam praktik tindak pidana pornografi.
"Soal candy Loly itu yang banyak beredar. Rumusnya sama. Jadi sepanjang apakah perbuatan ini mengakibatkan anak jadi korban, bisa dikaitkan dengan persoalan tindak pidana perlindungan anak dan tindak pidana kekerasan seksual," kata Nahar.
Baca juga: Jual Ratusan Video Gay Anak di Twitter, Pelaku Dapat Rp 10 Juta
Berdasarkan catatan Kompas.com, 17 September 2017, Polda Metro Jaya mengungkap kasus peredaran video gay anak. Sebanyak tiga pelaku berinisial Y (19), H (30), dan I (30) ditangkap.
Pelaku yang ditangkap di Purworejo, Garut, dan Bogor itu beraksi melalui media sosial Twitter dan aplikasi pesan singkat Telegram.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, para pelaku berafiliasi dengan jaringan internasional. Anggota di dalam jaringan itu berasal dari 49 negara.
Dalam kasus ini, para pelaku dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Pornografi, serta UU Perlindungan Anak.
Baca juga: Pelaku Jual Beli Online Video Gay Anak Berafiliasi dengan 49 Negara
Kini, praktik jual video pornografi anak di media sosial kembali terjadi. Secara spesifik, konten itu menampilkan aktivitas menyimpang antara anak laki-laki dengan pria dewasa.
Penelusuran Kompas.com, Jumat (28/7/2023), konten itu diistilahkan sebagai "VGK", singkatan dari video gay kid.
Promosinya dilakukan di sejumlah media sosial, misalnya Instagram dan Twitter.
Akun yang memperjualbelikan video gay anak mengunggah foto anak dan mendeskripsikan sosok maupun aktivitasnya.
Unggahan itu mayoritas mendapatkan komentar dari pengikut akun yang tertarik dengan video sang anak. Mereka meminta pemilik akun mengirimkannya secara privat.
Dari beberapa akun yang mempromosikan VGK, Kompas.com mendapat dua nomor WhatsApp Business dan Telegram yang khusus dipakai untuk transaksi video gay anak.
Nomor pertama memakai nama samaran "James Hopkinst", sedangkan nomor kedua menggunakan nama "MoreKidd".
Baca juga: Keberanian Ojol Bantu Penumpang Kabur dari Ruko Penipuan Kerja di Bekasi
Menyamar sebagai pembeli, Kompas.com menghubungi dua nomor tersebut.
Saat dihubungi, admin dari kedua nomor telepon itu langsung menjelaskan daftar harga dan mengirimkan beberapa contoh video gay anak.
Admin James Hopkinst menawarkan paket video gay anak seharga Rp 20.000. Pembayaran dilakukan dengan mentransfer uang ke akun dompet digital DANA milik admin.
"Untuk 20k kamu dapat video 900 vgk. Kalau beli sekarang dapat bonus juga," kata admin James Hopkinst.
Sementara itu, admin Morekidd menawarkan tiga paket video dengan harga Rp 20.000 sampai Rp 40.000. Pembayaran yang disediakan MoreKidd melalui ShopeePay, Gopay, dan Paypal.
Nantinya, pembeli akan dimasukkan ke dalam kanal Telegram khusus untuk streaming video gay anak.
"Paket The Kids - 40K dapat 1.000 video. Paket The Baby - 35K dapat 500 video. Paket Hemat - 20K dapat 200 video durasi panjang," tulis admin.
"Khusus untuk paket hemat tidak masuk channel. Video dikirimkan melalui chat," sambung dia.
Baca juga: Penipuan Tukar Uang Koin Berisi Tanah di Bekasi yang Jadi Modus Kejahatan Baru
Setelah Kompas.com membayar, admin James Hopkinst langsung mengirimkan kurang lebih 900 video gay anak melalui ruang percakapan.
Sementara itu, Morekidd langsung memasukkan Kompas.com ke kanal Telegram khusus untuk menonton atau mengunduh 1.118 video yang disediakan.
Kepada Kompas.com, admin mengungkapkan bahwa anak yang videonya diperjualbelikan berusia di bawah 5 tahun sampai 12 tahun.
Video itu berasal dari beberapa negara, mulai dari Indonesia, Jepang, hingga negara-negara di Benua Eropa dan Amerika.
"Tapi usia rata-rata 7 sampai 12 tahun. Ada banyak video Indonesia, Jepang, dan bule (Amerika dan Eropa)," kata admin.
Adapun para pembeli diduga kuat merupakan laki-laki dengan penyimpangan seksual, yakni penyuka sesama laki-laki, khususnya anak-anak di bawah umur.
Video gay anak itu pun diduga telah dibeli oleh banyak orang. Sebab, admin menunjukkan testimoni beserta bukti pembayaran yang dikumpulkan dari para pembeli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.