JAKARTA, KOMPAS.com - Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tidak ingin berkomentar saat ditanya soal nasib warga Kampung Bayam, Jakarta Utara, korban penggusuran proyek Jakarta International Stadium (JIS).
Warga Kampung Bayam diketahui belum juga bisa menempati Kampung Susun Bayam yang sebelumnya dijanjikan Pemprov DKI.
"Tanya sama Biro Hukum," ujar Heru Budi setelah mengukuhkan pasukan pengibar bendera (paskibra) di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (15/8/2023).
Baca juga: Ngotot Ingin Tinggal di Kampung Susun Bayam, Warga Tolak Pindah ke Rusun Nagrak
Pada 24 Februari lalu, Heru juga pernah ditanya isu yang sama. Namun, saat itu eks Wali Kota Jakarta Utara tersebut lebih memilih diam dan langsung pergi meninggalkan wartawan.
Begitu pun pada 22 Februari 2023. Heru Budi juga memilih diam saat ditanya mengenai Kampung Susun Bayam.
Sebelumnya, warga korban gusuran JIS mengajukan gugatan karena Kampung Susun Bayam hingga saat ini belum dapat dihuni.
Warga menggugat Pemprov DKI dan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada Senin (14/8/2023).
Baca juga: Warga Kampung Bayam Tidak Tahu Dapat Tawaran Berwirausaha di Rusunawa Nagrak
Karena belum bisa menghuni Kampung Susun Bayam, sejumlah warga masih tinggal di tenda di depan JIS sejak November 2022.
Jakpro selaku pengelola sekaligus pemilik aset KSB mengatakan, KSB belum bisa dihuni karena masalah aset. KSB berdiri di lahan aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Vice President Corporate Secretary PT Jakpro Syachrial Syarif sebelumnya berdalih, Pemprov DKI Jakarta hingga saat ini belum memberikan legalitas secara resmi kepada Jakpro untuk mengelola KSB.
"Yang jelas, kami masih berdiskusi dengan dinas di Pemprov (DKI) untuk memberikan legalitas ke kami untuk menyewakan (KSB)," ujar Syachrial, Senin (20/2/2023).
Baca juga: Warga Kampung Bayam Tagih Janji: Katanya Dulu Bakal Dipekerjakan di JIS
Di sisi lain, Jakpro juga harus mengetahui sampai kapan harus mengelola KSB. Sebab, pemilik bangunan KSB dan lahan tempat berdirinya rusun tersebut berbeda.
"Kalau kami bilangnya bukan kendala, tapi lebih kepada proses legalisasi," tutur Syachrial.
"Siapa yang pengelola sebenarnya dan sampai kapan pengelolaan itu, karena kepemilikan lahan dan gedung itu kan kepemilikannya berbeda," sambung dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.