JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, menduga para penipu bermodus romansa mirip film dokumenter "The Tinder Swindler" mengincar korban lantaran dengan kelemahan yang sama.
Dengan kelemahan itu, kata Reza, para pelaku bisa menjerat dengan mudah para wanita Indonesia yang hendak serius membangun masa depan.
Menurut Reza, manusia punya kelemahan berupa hindsight bias, yaitu sebuah kecenderungan seseorang dalam melihat suatu kejadian menjadi lebih dapat diprediksi.
Baca juga: Tinder Swindler Indonesia Rugikan Korban hingga Miliaran Rupiah, Polisi Gerak Cepat Cari Pelaku
"Cirinya, menyepelekan risiko, mengesampingkan bahaya, plus kelewat yakin pada kemampuan menangkal risiko viktimisasi," tutur Reza kepada Kompas.com, dikutip Rabu (23/8/2023).
Pada saat bersamaan, korban bertemu dengan pelaku dengan sosok yang secara afektif atau perasaan dan emosinya sudah terpaut. Afeksi adalah dimensi psikis yang paling memengaruhi perilaku manusia.
"Jadi, ketika perasaan positif sudah menguasai, orang menjadi gelap mata, termasuk dalam urusan asmara," tutur Reza.
Seperti diketahui, para korban juga bukanlah wanita biasa-biasa saja. Kebanyakan dari mereka memiliki latar pendidikan yang cukup baik. Profesi para korban juga tidak main-main.
Baca juga: Pelaku Tinder Swindler Indonesia Akui Punya Profesi yang Berbeda-beda pada Setiap Korbannya
Ada yang berprofesi sebagai auditor keuangan, manajer perusahaan swasta, guru di sekolah internasional, bankir, pengusaha, hingga dokter.
Di sisi lain, mayoritas korban juga memiliki status yang sama, yaitu orangtua tunggu (single mom), mapan secara finansial, serta hendak mencari pasangan hidup.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, jumlah korban yang sudah berhasil terhimpun sebanyak 27 orang. Adapun, total kerugian ditaksir lebih dari Rp 3 miliar.
"Jangan-jangan pelaku sudah melakukan victim profiling (mengindentifikasi korban)," ucap Reza.
Baca juga: Kisah Pengusaha Perhiasan Nyaris Terjerat “Tinder Swindler Indonesia” saat Cari Pasangan Hidup...
Menurut Reza, dengan kelemahan itu pelaku menargetkan perempuan yang secara umum dianggap punya 'kelemahan', misal usia sudah 'telat' menikah.
Nah, perpaduan tiga hal itu (hindsight bias, afeksi, victim profiling) yang mungkin sudah dipelajari pelaku hingga ngelotok," ucap Reza.
Kasus penipuan ini cukup memberatkan mental dan pikiran beberapa korban. Karena, mereka sebenarnya hanya ingin membangun kehidupan rumah tangga yang baru usai mengalami kegagalan.
"Ada yang bilang, mau bunuh diri segala. Kan kasihan banget ya,” ujar salah satu korban berinisial TY kepada Kompas.com pada pertengahan Juli lalu.
Baca juga: Para Korban Tinder Swindler Indonesia Temukan Sendiri Indikasi kalau Pelaku Berjejaring
Profesi para korban juga tidak main-main. Ada yang berprofesi sebagai auditor keuangan, manajer perusahaan swasta, guru di sekolah internasional, bankir, pengusaha, hingga dokter.
Maka tak heran bila pelaku bisa meraup untuk yang tidak sedikit dari para korbannya. Ada yang puluhan juta, bahkan ada yang tertipu nyaris Rp 1 miliar.
Menurut TY, latar belakang seperti itu yang memang diincar pelaku. Sebab, pelaku sendiri mencitrakan diri sebagai sosok pria tampan, memiliki pekerjaan bonafid, kaya raya, memprioritaskan keluarga, tetapi kesepian.
"Di mata wanita-wanita seperti kami, image pelaku itu sempurna. Family man banget, suka sama anak kecil, mau bersih-bersih kayak menyapu mengepel, suka masak. Pokoknya perfect banget,” ujar TY.
Baca juga: Saat Para Korban Tinder Swindler Indonesia Berjejaring demi Hentikan Kejahatan Serupa...
"Itulah yang mungkin bikin para korban ini langsung klepek-klepek,” lanjut dia.
Kini, para korban sudah saling berjejaring. Per Rabu (19/7/2023), jumlah korban yang sudah berhasil terhimpun sebanyak 27 orang. Adapun, total kerugian ditaksir lebih dari Rp 3 miliar.
Mereka juga sudah memutuskan untuk melaporkan kasus itu ke Polda Metro Jaya pada hari yang sama. Laporan polisi teregister dengan nomor LP/B/4163/VII/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Namun, bagi para korban, peristiwa ini jauh lebih penting untuk diketahui oleh masyarakat Indonesia, terutama para wanita yang hendak membangun hubungan melalui dating apps agar tidak ada korban lagi di kemudian hari.
Berdasarkan keterangan para korban, pertemuan dengan pelaku seluruhnya melalui dating apps. Pelaku berupaya meraih kepercayaan dari korban terlebih dahulu dengan berbagai cara.
Setelah berhasil membangun kepercayaan, pelaku menyinggung bisnis jual beli daring yang disebutnya sebagai salah satu sumber kekayaannya selama ini, yakni berjualan barang secara daring di sebuah website.
Korban pertama-tama diminta membuat akun di website itu. Artinya, korban mendaftarkan diri menjadi merchant di sana.
Meski berstatus merchant, korban diminta membeli barang di dalam website itu. Semisal meja, kursi, lampu hias, dan sebagainya. Belanja dilakukan menggunakan aplikasi.
Baca juga: Wanita Korban “Tinder Swindler” Versi Indonesia Kebanyakan “Single Mom”, Kaya, dan Sedang Cari Jodoh
Sekilas, mekanisme kerjanya seperti dropshipper di mana pemilik toko tidak mesti berurusan dengan barang dan pengemasan. Pemilik toko hanya membeli item di daftar yang disediakan, lalu menjualnya kembali.
Pelaku menjanjikan keuntungan 10 persen setiap barang laku terjual.
Setelah korban top up di aplikasi tersebut dalam kurs Dollar AS, muncul notifikasi pemesanan barang. Artinya, dana yang sudah di-top up korban terpotong sesuai dengan nilai barang.
Mekanisme itu terus menerus terjadi sehingga memaksa korban untuk terus melakukan top up. Seolah-olah tokonya laris manis, padahal semua aktivitas perdagangan di website itu adalah bikinan pelaku.
Baca juga: Cerita Guru Korban “Tinder Swindler Indonesia”, Cari Jodoh Berujung Tertipu Rp 354 Juta
Korban tidak sempat mencicipi keuntungan. Tanpa disadari, modal yang digelontorkan sudah banyak dan pada momen inilah biasanya para korban baru menyadari bahwa mereka telah tertipu.
(Penulis : Dzaky Nurcahyo | Editor : Jessi Carina)
Catatan redaksi: Apabila Anda merupakan korban penipuan seperti artikel di atas dan ingin berbagi kisah, silakan hubungi tim Megapolitan di sejumlah akun media sosial Kompas.com, yakni Twitter, Instagram, TikTok, atau Telegram.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.