JAKARTA, KOMPAS.com - Pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat yakni Edi (40), menginginkan pemerintah pusat bisa serius menangani soal minimnya pembeli di Pasar Tanah Abang.
Menurut Edi, perhatian khusus untuk Pasar Tanah Abang diperlukan mengingat pasar itu disebut sebagai yang terbesar di Asia Tenggara.
"Buat pemerintah, dipantaulah. Masak pusat grosir terbesar se-Asia Tenggara kayak kuburan?" kata Edi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (15/9/2023).
Selain diperhatikan, Edi juga menginginkan pemerintah membuat regulasi tentang penjualan pasar daring.
Baca juga: Frustasi Pasar Tanah Abang Sepi Pembeli, Pedagang: Kami Ingin Orang Balik Berbelanja Lagi
Sebab, masifnya aktivitas pasar daring membuat pembeli enggan untuk datang ke Pasar Tanah Abang.
"Nah, pemerintah mungkin punya regulasi untuk pedagang online bagaimana caranya biar seimbang. Pedagang online jalan, pedagang offline jalan," kata Edi.
Edi mengakui bahwa persaingan antara pasar online dan pasar offline masih dalam persaingan yang sehat. Namun ia tetap merasa bahwa pedagang pasar offline sedang kalah telak dengan kondisi yang ada.
Kekalahan itu adalah makin merosotnya kehadiran pembeli untuk datang ke sana.
Edi menduga, salah satu hal yang membuat penghasilan pedagang Pasar Tanah Abang terus merugi adalah tentang perbedaan harga sewa kios.
Baca juga: Tanah Abang Sepi Pembeli, Pemprov DKI Diminta Buat Regulasi Batasi TikTok Shop
Fleksibelnya pedagang online untuk berjualan di mana pun dan kapan pun menjadi salah satu yang paling berpengaruh.
Mereka bisa menggelar lapak dagang di rumah dengan hanya bermodalkan ponsel tanpa beban biaya yang besar.
Pedagang online juga cenderung bisa menjual barang dagangan dengan harga murah karena tidak ada beban biaya sewa kios. Mereka bahkan tidak perlu memikirkan beban biaya untuk karyawan.
Sementara dari sisi pembeli, mereka tinggal menunggu barang datang dan tidak perlu membuang waktu untuk pergi mencari barang yang dicari.
Baca juga: Sepi Pembeli, Pedagang Tanah Abang Ingin Ada Regulasi yang Mengatur Penjualan Daring
"Logikanya kalau online itu enggak sewa toko. Kasarnya tanpa karyawan pun bisa di rumah. Enggak sewa toko, enggak bayar biaya service charge," imbuh Edi.
"Ini kami sewa toko sekian juta, (gaji) karyawan sekian. Otomatis harga barang ikuti beban. Kalau di rumah kan bisa tekan harga, makanya lebih murah. Wajar saja sih itu," tutur dia melanjutkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.