JAKARTA, KOMPAS.com - Salak condet, maskot DKI Jakarta ini kian sulit ditemukan peredarannya di pasaran. Nyaris tidak ada lagi, padahal rasa dari buah komoditas asli Jakarta itu tak kalah dari salak lokal lainnya.
Budayawan Betawi, Yoyo Muchtar juga mengakui hal ini. Bagaimana bisa menemukan buahnya, jika pohonnya saja sudah begitu langka?
"Bukan susah emang kagak ada lagi. Pohon salaknya saja sudah pada enggak ada, bagaimana buahnya," celetuk Yoyo saat dihubungi Kompas.com, Kamis (21/9/2023).
Padahal, kata dia, pada tahun 1940-1950, pohon-pohon salak condet tersebar begitu banyak di bantaran Sungai Ciliwung.
Baca juga: Salak Condet, Maskot DKI yang Makin Langka dan Tak Dikenal Sebagian Warga Jakarta
"Dulu tuh ada sebenarnya ketika zaman 1940-1950 an itu salak condet ada di sepanjang Kali Ciliwung, tapi kan dah habis tuh. Sepanjang kali itu dulunya tanaman salak condet dan terpelihara, karena manusianya belum banyak," ujar dia.
Namun, seiring dengan bertambah banyaknya penduduk disertai perubahan pola pikir masyarakat Betawi, maka lahan untuk cocok tanam salak condet pun kian tergeser dinding-dinding beton.
"Nah ketika perkembangan zaman itu, perubahan paradigma dan cara hidup, salak itu tergerus habis," kata Yoyo.
Ditambah lagi masa itu salak condet harus bersaing pula dengan komoditas salak lokal lain di pasaran. Akhirnya sebagian masyarakat Betawi merasa, perlu beralih ke sesuatu yang lebih menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Baca juga: Susah Gampang Merawat Salak Condet dan Menjaganya dari Tangan-tangan Jahil...
"Sekarang kan banyaknya salak dari Jawa Tengah. Kita juga enggak bisa salahkan juga karena masyarakat kita enggak bisa hidup dari buah itu saja," kata Yoyo.
Karena perkembangan zaman, anak-anak masyarakat Betawi pun tidak lagi ingin sebatas berkebun saja.
"Kan enggak kepingin jadi seorang tukang kebun saja, ikut perkembangan seperti anak-anak lain lah. Karena perubahan kehidupan kan sehingga mengakibatkan perubahan cara berpikir juga, daripada jual buah mendingan sekolah masuk kantor gitu," kata Yoyo.
"Atau sekarang mendingan bikin kontrakan daripada kebun salak ha-ha. Itulah perubahan, ada satu hal yang tidak bisa dipertahankan," tambah Yoyo.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.