JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena rakyat tidak mampu "dibantu" oleh keuntungan praktik prostitusi di Gang Royal, Penjaringan, Jakarta Utara, mengingatkan pada apa yang terjadi di era Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
Demikian diungkapkan Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rakhmat Hidayat.
"Kalau kita bicara historis, sebenarnya fenomena itu bukan hal baru dalam pandangan saya sebagai sosiolog perkotaan. Kenapa? Karena, ini sudah pernah dilakukan era Gubernur Ali Sadikin," kata Rakhmat saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (23/9/2023).
Bedanya, aktor dalam fenomena di Gang Royal adalah kelompok masyarakat setempat. Sementara itu, peristiwa di masa lampau diinisiasi oleh pejabat setingkat kepala daerah, Ali Sadikin.
Baca juga: Satpol PP DKI: Tak Ada Relokasi untuk Ratusan Bangunan Liar di Gang Royal
Sekitar tahun 1970, Bang Ali-sapaan Ali Sadikin-memanfaatkan pendapatan dari kawasan lokalisasi Kramat Tunggak dan Kalijodo untuk pembangunan kampung-kampung kumuh di Ibu Kota.
Kebijakan Ali yang merupakan mayor jenderal Angkatan Laut dari kesatuan Korps Komando Operasi (KKO/Marinir) itu sempat menuai kontroversi, khususnya di kalangan alim ulama.
Tetapi, Ali memiliki watak keras serta teguh dalam prinsip. Ia tetap menjalankan rencana kebijakannya itu.
"Bang Ali mengatakan, 'ini untuk pembangunan rakyat, ini untuk pembangunan masyarakat. Jadi, jangan dilihat sumbernya dari mana, tapi dilihat untuk kepentingan masyarakat'," tutur Rakhmat.
Baca juga: Ironi di Gang Royal, Saat Warga Tak Mampu Dapat Bantuan dari Lokalisasi
Bagi Rakhmat, konsep kebijakan Ali Sadikin setali tiga uang dengan kelompok masyarakat di Gang Royal. Keuntungan finansial yang didapat dari praktik prostitusi dimanfaatkan untuk rakyat yang tidak mampu.
"Apa yang terjadi sekarang mengingatkan di era Bang Ali bahwa ada forum warga yang melihatnya dari sisi kemanusiaan, sisi ekonomi, sisi kemiskinan. Orang tidak mampu disumbang dari praktik (prostitusi) Gang Royal," ujar Rakhmat.
Meski demikian, Rakhmat berpendapat, persoalan itu harus tetap dilihat secara jernih dan radikal. Akar persoalan fenomena itu sejatinya adalah ekonomi dan pemerintah harus mengambil peran demi memutusnya.
Pemerintah tingkat bawah, mulai dari kota, kecamatan, hingga kelurahan, bahkan RT dan RW harus lebih responsif lagi dalam hal peningkatan kesejahteraan warga miskin di area prostitusi.
"Harusnya ini yang ambil peran terdepan adalah pemerintah yang terdekat, yakni Kelurahan, Kecamatan, atau yang lebih rendah lagi, RT/RW. Harusnya itu di-take over, jangan oleh forum warga itu," ujar Rakhmat.
Dengan demikian, pemerintah dapat mendorong kualitas kehidupan warga yang lebih baik lagi dan tidak membiarkan warga miskin hidup dalam 'lingkaran buruk' tersebut.
Baca juga: Minta Uang dari Lokalisasi Gang Royal, Warga Penjaringan: Tidak Ada Paksaan
Diberitakan sebelumnya, pembongkaran bangunan semipermanen di Gang Royal, Jl Rawa Bebek Selatan, RW 13, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (20/9/2023), menyingkap fenomena sosial yang menarik sekaligus ironi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.