Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Tejo Jadi Petani di Jakarta, Kini Kerja Serabutan karena Lahannya Kekeringan

Kompas.com - 10/10/2023, 18:12 WIB
Baharudin Al Farisi,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang warga bernama Tejo (50) sudah menjadi petani di kampung halamannya sejak kecil.

Ketika memutuskan merantau ke Jakarta pada 1997, ia pun tetap melakoni profesi petani di Ibu Kota.

"Jadi petani mah dari kecil saya, di kampung saya. Terus merantau ke Jakarta, ke Rorotan. Kalau enggak salah 1997 baru jadi petani di sini," ungkap Tejo saat ditemui Kompas.com di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Senin (9/10/2023).

Baca juga: Sawah di Rorotan Kering 2 Bulan Terakhir, Petani Kini Kerja Serabutan

Tejo mengungkapkan, sebagai petani, ia harus melewati proses panjang dan penuh hati-hati demi mendapatkan hasil yang maksimal.

Berdasarkan pengalamannya, Tejo menjelaskan bahwa petani di Rorotan biasanya mengalami musim panen sebanyak dua kali dalam satu tahun.

"Kalau petani, setahun dua kali panen, setahun dua kali tanam. Di sini, tanamnya itu bulan tiga (Maret) sampai tujuh (Juli). Nah, baru motong (panen Juli), bulan Maret itu nyebar (menanam). Kalau orang Jakarta, semai kalau enggak salah bahasanya," kata Tejo.

Baca juga: Sawah di Rorotan Kering akibat Kemarau Panjang, Petani Tunda Tanam Padi

Di Rorotan, Tejo menyewa lahan garapan seluas tiga hektar dari seseorang dengan tarif Rp 5 juta per hektar. Namun, dia tidak menyebut apakah itu sewa tahunan atau bulanan.

"Kan sewa, rata-rata di sini Rp 5 juta untuk satu hektar. Ibaratnya kayak orang mengontrak saja," ungkap Tejo.

Hasil panen tak menentu

Sebagai petani, Tejo tak selalu mendapatkan hasil maksimal saat musim panen tiba. Semua hasil yang didapat tergantung proses, ketekunan petani, hingga iklim.

"Ya iya (pasang surut). Kadang-kadang motong (panen), kadang-kadang enggak. Kalau orang nyawah kan kayak orang berdagang, enggak ketahuan hasilnya," ujar Tejo.

Tejo bercerita, ia mengeluarkan Rp 18 juta sampai Rp 21 juta untuk modal menggarap lahan seluas 3 hektar.

"Ya itu, (modal) Rp 6 juta untuk satu hektar. Termasuk pupuk, traktor, sama tandur, minimal segitu (Rp 6 juta) dan maksimal Rp 7 juta. Dikali tiga hektar, ya Rp 18 juta sampai Rp 21 juta," ujar Tejo.

Baca juga: 20 Tahun Jadi Petani di Jakarta, Tejo: Kalau Panas Kekeringan, Hujan Kebanjiran

Namun, hasil yang didapatkan tak selalu sama. Ia biasanya akan mendapatkan 7-8 ton padi dari satu hektar lahan garapannya. Satu ton padi dijual seharga Rp 5,5 juta.

Namun, pada akhir tahun lalu, hasil panen yang didapatnya jauh merosot.

"Kan kadang-kadang padinya putih, itu paling tiga ton. Itu sudah dapat bagus itu. Nah, kemarin cuma tiga kuintal. Itu Desember 2022 kemarin," keluh Tejo.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Frustasi Dijauhi Teman Picu Siswa SMP Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Frustasi Dijauhi Teman Picu Siswa SMP Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Megapolitan
Ulah Polisi Gadungan di Jaktim, Raup Jutaan Rupiah dari Memalak Warga dan Positif Gunakan Narkoba

Ulah Polisi Gadungan di Jaktim, Raup Jutaan Rupiah dari Memalak Warga dan Positif Gunakan Narkoba

Megapolitan
Jukir Liar Muncul Lagi Usai Ditertibkan, Pengamat : Itu Lahan Basah dan Ladang Cuan Bagi Kelompok Tertentu

Jukir Liar Muncul Lagi Usai Ditertibkan, Pengamat : Itu Lahan Basah dan Ladang Cuan Bagi Kelompok Tertentu

Megapolitan
Darurat Pengelolaan Sampah, Anggota DPRD DKI Dukung Pemprov Bikin 'Pulau Sampah' di Jakarta

Darurat Pengelolaan Sampah, Anggota DPRD DKI Dukung Pemprov Bikin "Pulau Sampah" di Jakarta

Megapolitan
Peringatan Pemkot Bogor ke Pengelola Mal, Minta Tembusan Pasar Jambu Dua Tidak Ditutup Lagi

Peringatan Pemkot Bogor ke Pengelola Mal, Minta Tembusan Pasar Jambu Dua Tidak Ditutup Lagi

Megapolitan
Polisi Tangkap Maling Motor Bersenpi Rakitan di Bekasi, 1 Orang Buron

Polisi Tangkap Maling Motor Bersenpi Rakitan di Bekasi, 1 Orang Buron

Megapolitan
Pemkot Bogor Buka Akses Jalan Tembusan Pasar Jambu Dua, Pengelola Mal: Bukan Jalan Umum

Pemkot Bogor Buka Akses Jalan Tembusan Pasar Jambu Dua, Pengelola Mal: Bukan Jalan Umum

Megapolitan
Penumpang Lebih Pilih Naik Jaklingko, Sopir Angkot di Jakut Selalu 'Nombok' Setoran

Penumpang Lebih Pilih Naik Jaklingko, Sopir Angkot di Jakut Selalu "Nombok" Setoran

Megapolitan
Terungkapnya Polisi Gadungan di Jakarta, Berawal dari Kasus Narkoba

Terungkapnya Polisi Gadungan di Jakarta, Berawal dari Kasus Narkoba

Megapolitan
Ketika Siswa SMP di Jaksel Nekat Melompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah karena Frustrasi Dijauhi Teman...

Ketika Siswa SMP di Jaksel Nekat Melompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah karena Frustrasi Dijauhi Teman...

Megapolitan
Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 21 Mei 2024

Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 21 Mei 2024

Megapolitan
Sejumlah Angkot di Tanjung Priok Diremajakan demi Bisa Gabung Jaklingko

Sejumlah Angkot di Tanjung Priok Diremajakan demi Bisa Gabung Jaklingko

Megapolitan
Daftar Lokasi SIM Keliling di Jakarta 21 Mei 2024

Daftar Lokasi SIM Keliling di Jakarta 21 Mei 2024

Megapolitan
Jukir Liar di Jakarta Sulit Diberantas, 'Bekingan' Terlalu Kuat hingga Bisnis yang Sangat Cuan

Jukir Liar di Jakarta Sulit Diberantas, "Bekingan" Terlalu Kuat hingga Bisnis yang Sangat Cuan

Megapolitan
Asal-usul Pesawat Jatuh di BSD, Milik Anggota Indonesia Flying Club yang Ingin Survei Landasan

Asal-usul Pesawat Jatuh di BSD, Milik Anggota Indonesia Flying Club yang Ingin Survei Landasan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com