Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta PLN Denda Warga Cengkareng Rp 33 Juta atas Dugaan KwH Meter Palsu

Kompas.com - 17/10/2023, 10:15 WIB
Dzaky Nurcahyo,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa kurang menyenangkan menimpa salah satu keluarga yang tinggal di Perumahan Citra Garden, Cengkareng, Jakarta Barat.

Mereka didenda puluhan juta rupiah oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) karena disinyalir menggunakan kilowatt per hour (KwH) meter bersegel palsu.

Korban berinisial AS (66) mengungkapkan, peristiwa ini bermula ketika kompleks kediaman yang ditempatinya diikursertakan dalam program penggantian KwH meter atau meteran listrik secara serentak.

Waktu itu, AS mendapatkan jadwal bahwa KwH meter di kediamannya bakal diganti pada 18 Agustus 2023.

Baca juga: Penjelasan PLN Soal Warga Cengkareng Didenda Rp 33 Juta karena Pakai Segel Palsu

Ketika hari H penggantian KwH meter, petugas PLN mulanya melakukan pengecekan sebelum mencopot mesin meteran listrik.

Namun, petugas PLN disebut menemukan keanehan di dalam KwH meter di rumah AS.

Meteran listrik tersebut diklaim memiliki perbedaan antara mesin dan segel yang terpasang.

"Mereka menginfokan bahwa segel yang kami gunakan ini tidak sama tahunnya dengan meterannya," kata dia saat dihubungi, Minggu (15/10/2023).

Hasil uji laboratorium

Melihat adanya perbedaan antara mesin dan segel yang terpasang, petugas PLN kemudian membawa contoh mesin ke laboratorium untuk pengujian.

AS yang percaya diri bahwa dirinya tak melakukan kecurangan akhirnya datang seorang diri ke lokasi laboratorium guna menyaksikan langsung proses uji mesin.

Setelah pengujian selesai, teknisi yang ada di laboratorium menyebut tak menemukan adanya keanehan dalam mesin KwH meter yang digunakan AS.

Baca juga: Didenda Rp 33 Juta oleh PLN, Warga Cengkareng: Tak Ada Pelanggaran Kwh Meter Saat Diperiksa di Laboratorium

"Saya lihat sendiri board itu diuji dan memang punya saya. Kemudian teknisinya bilang ke saya hasil pengujiannya masih di dalam tahap wajar dan tidak ditemukan adanya kecurangan," ujar dia.

Namun, petugas PLN memiliki keterangan yang berbeda dengan penguji yang ada di laboratorium.

Petugas PLN tetap menyatakan AS bersalah karena mesin dan segel yang ada di KwH meter berbeda.

Selain itu, pihak PLN menyebut ada salah satu timah di mesin KwH meter milik AS yang dinilai telah disolder ulang.

Baca juga: Warga Cengkareng Mengaku Dipaksa PLN untuk Tanda Tangani Surat Utang Rp 33 Juta

"Dasar mereka menyatakan kami bersalah karena ada kelainan pada segel dan ada board (mesin) yang disolder ulang. Tapi kalau dilihat lagi, alat board yang digunakan untuk saya memang lain daripada yang ditunjukkan PLN saat itu. Kami punya itu timahnya ada di tengah, kalau yang tunjukkan mereka ke saya itu adanya di ujung," tutur dia.

PLN ngotot denda Rp 33 juta

AS sempat adu mulut dengan petugas PLN ketika dirinya tetap dinyatakan bersalah meski tak ditemukan adanya kecurangan.

Ia membantah pernyataan petugas PLN soal aktivitas solder ulang timah mesin KwH meter.

Sebab, mesin pada KwH meter diganti langsung oleh petugas PLN pada 2016 lalu.

"Jadi saya bilang gini, setahu saya kalau board itu disolder ulang atau dikerjakan ulang, pasti board-nya akan terbakar, pasti akan kelihatan bahwa itu hasil disolder ulang," ucap AS.

Baca juga: Pengakuan Pelanggan PLN yang Didenda Rp 33 Juta: Dipaksa Tanda Tangan Surat Utang, Tanpa Ada Berita Acara

"Tapi mereka tetap ngotot ke saya, jadi saya ditekan begitu dan saya diwajibkan bayar denda (Rp 33 juta)," lanjut dia.

Setelah itu, petugas PLN menyadorkan secarik kertas yang berisi surat denda atau surat utang sebesar Rp 33 juta.

AS diminta untuk membubuhkan tanda tangan pada surat tersebut tanpa tanda tangani berkas berita acara pengujian laboratorium lebih dulu.

Lantaran diancam aliran listriknya akan diputus, AS akhirnya menandatangani surat utang tersebut.

"Ini yang bikin saya waktu itu mikir begini, kalau saya tidak menyetujui untuk tanda tangan surat utang itu, saya pasti diputuskan listriknya sama mereka. Makanya akhirnya saya tanda tangan," kata dia.

Ajukan keberatan, tetapi ditolak

Melalui kuasa hukumnya, AS sebenarnya telah mengajukan keberatan atas denda yang dijatuhkan PLN.

Kuasa hukumnya bahkan sempat mengikuti sidang yang dipimpin langsung oleh tim dari Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Kamis (12/10/2023).

Namun, berdasarkan keputusan sidang, AS tetap dinyatakan bersalah.

Keesokan harinya, listrik di rumah AS tiba-tiba diputus oleh pihak PLN atas dasar putusan sidang.

Baca juga: Warga Cengkareng Dituduh Ganti Meteran Listrik, YLKI Minta PLN Buktikan secara Transparan

"Listrik kami diputus sekitar pukul 11.00 WIB, kemudian kami diharuskan bayar denda 30 persen jika listrik ingin tersambung kembali," tutur dia.

AS kemudian meminta anak-anaknya untuk membantu mengirimkan uang sebesar Rp 10 juta kepada PLN.

Merasa diperas dan difitnah

AS menilai PLN telah memfitnah dan memerasnya atas peristiwa yang terjadi.

Sebab, ia tak pernah mengganti mesin KwH meter.

"Kami difitnah (PLN). Kami difitnah bikin sendiri meteran listriknya. Saya enggak punya pabrik meteran," ucap dia.

Di lain sisi, AS merasa dirinya telah diperas oleh PLN karena tuduhan di atas.

Baca juga: Merasa Difitnah oleh PLN, Warga Cengkareng: Saya Enggak Punya Pabrik Meteran Listrik

Sebab, ia harus membayar denda sebesar Rp 33 juta terhadap tuduhan yang tak berdasar.

Ia juga menegaskan tak pernah mengutak-atik mesin KwH meter.

Seharusnya yang dipertanyakan adalah petugas yang memasang KwH meter waktu itu, mengapa ada perbedaan antara mesin dan segelnya.

"Jadi sudah kami difitnah, diperas juga dengan denda yang sangat besar," ucap dia.

Sudah pernah didenda Rp 17 juta

AS menjelaskan asal-muasal kenapa meteran listriknya diganti pada 2016 lalu.

Ia mengaku KwH meternya terpaksa diganti lantaran petugas PLN menemukan adanya indikasi kecurangan, mirip dengan kasus yang dialaminya saat ini.

AS menerangkan, pemberian denda senilai Rp 17 juta berawal dari adanya operasi penertiban aliran listrik (opal).

Petugas PLN mulanya mendatangi rumah AS tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Ia kemudian mengecek KwH meter yang terpasang di rumahnya dan menyebut adanya kejanggalan.

Baca juga: Sebelum Didenda Rp 33 Juta, Warga Cengkareng Juga Pernah Didenda PLN Rp 17 Juta pada 2016

"Bahwa tahun 2016 kami masih memakai KwH meter yang piring, yang putar, yang ternyata tutupnya itu dari plastik. Saya juga enggak tahu kalau tutupnya dari plastik dan pada satu saat ada tim dari PLN yang datang ke rumah saya. Dia mengatakan bahwa itu plastik ada lubang sebesar lubang jarum," ujar dia.

Lubang sebesar ukuran jarum itu lantas dipermasalahkan oleh PLN.

Petugas PLN menyebut AS telah melakukan pencurian listrik karena hal tersebut.

"Katakan saya mencuri listrik, padahal itu meteran ada di halaman rumah saya, siapa pun bisa masuk, tetapi kami tidak pernah mengerjakan itu. Kembali lagi, dapat dilihat dari tagihan-tagihan saya, tidak pernah turun, selalu sama," ungkap dia.

"Saat itu, seperti yang saya alami sekarang, mereka juga ngotot, akhirnya saya bayar denda itu," imbuh AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Megapolitan
Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Megapolitan
Gelar 'Napak Reformasi', Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Gelar "Napak Reformasi", Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Megapolitan
Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Megapolitan
Pelajar SMK Lingga yang Selamat dari Kecelakaan Tiba di Depok, Disambut Tangis Orangtua

Pelajar SMK Lingga yang Selamat dari Kecelakaan Tiba di Depok, Disambut Tangis Orangtua

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Minggu 12 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Minggu 12 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
Teka-teki Kematian Pria dengan Tubuh Penuh Luka dan Terbungkus Sarung di Tangsel

Teka-teki Kematian Pria dengan Tubuh Penuh Luka dan Terbungkus Sarung di Tangsel

Megapolitan
Rute Transjakarta 10B Cipinang Besar Selatan-Kalimalang

Rute Transjakarta 10B Cipinang Besar Selatan-Kalimalang

Megapolitan
Adik Kelas Korban Kecelakaan Bus di Subang Datangi SMK Lingga Kencana: Mereka Teman Main Kami Juga

Adik Kelas Korban Kecelakaan Bus di Subang Datangi SMK Lingga Kencana: Mereka Teman Main Kami Juga

Megapolitan
Orangtua Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang Mendatangi SMK Lingga Kencana

Orangtua Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang Mendatangi SMK Lingga Kencana

Megapolitan
Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Megapolitan
Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Megapolitan
Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com