JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyayangkan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) dijadikan alasan upah minimum provinsi (UMP) tak naik tinggi.
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal menetapkan UMP DKI Jakarta 2024 mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang pengupahan.
Padahal, menurut Bhima, penetapan UMP ini sejatinya hanya untuk mengatur upah minimum untuk buruh. Artinya, bukan seluruh upah juga ikut naik.
Baca juga: Tolak Kenaikan UMP di Bawah 15 Persen, Buruh Ancam Mogok Nasional
"Jad, kalau UMP naik kemudian terjadi PHK, sepertinya ada pengusaha yang memang suka bayar karyawan dengan upah minimum," ucap Bhima kepada Kompas.com, Senin (20/11/2023).
Dalam PP 52/2023, ditentukan bahwa nilai variabel alfanya berada di rentang 0,1 hingga 0,3. Variabel alfa adalah indeks yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta disebut tetep mengacu pada PP 51 tetapi nilai variabel alfanya 0,3. Dengan mengacu pada PP itu, UMP DKI diperkirakan menjadi Rp 5.063.000.
Bhima menyayangkan keputusan tersebut karena kenaikan upah yang terlampau kecil. Artinya, kenaikan UMP DKI Jakarta tahun depan hanya sekitar 3,2 persen dari UMP 2023 sebesar Rp 4,9 juta.
Baca juga: Heru Budi Terima Rekomendasi Dewan Pengupahan soal UMP DKI 2024
Padahal, kata Bhima, berbagai studi termasuk yang dilakukan pemenang Nobel Ekonomi, David Card menemukan dampak positif kenaikan upah dengan makin terbuka nya lapangan kerja baru.
"Logikanya ketika upah naik, buruh akan lebih banyak membelanjakan uangnya di berbagai barang dan jasa dan kembali masuk ke kantong pengusaha sebagai profit," ucap Bhima.
"Karena bisnis berkembang akhirnya terjadi kenaikan pembukaan lapangan kerja baru," ucap Bhima lagi
Menurut Bhima, idealnya kenaikan UMP DKI Jakarta 2024 bisa di atas 10 persen dengan melihat tekanan inflasi yang terjadi saat ini.
"Kalau naiknya upah di bawah 5 persen, buruh mana bisa hadapi inflasi. Belum pentingnya soal kontribusi pekerja agar menikmati bagian pertumbuhan ekonomi," ucap Bhima.
Bhima mencatat tingkat inflasi bahan pangan DKI Jakarta per Oktober 2023 sebesar 4,92 persen dan diperkirakan tahun depan inflasi pangan masih tinggi.
Padahal, kata Bhima, menjaga daya beli pekerja di Jakarta merupakan kunci agar tahun depan ekonomi bisa lebih tahan hadapi guncangan.
"Karena konsumsi rumah tangga masih jadi motor pertumbuhan ekonomi yang akan diandalkan pada 2024," ucap Bhima.