Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lelahnya Jadi PPK Pemilu 2019, Baba sampai Kena Gejala Tipes, Kini Berharap Tak Terulang di 2024

Kompas.com - 06/12/2023, 07:03 WIB
Baharudin Al Farisi,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Warga RT 008 RW 12 Kelurahan Cipayung bernama Bachtiarudin Alam (26) menceritakan masa-masa melelahkan saat menjadi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Cipayung, Jakarta Timur, pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Pria yang akrab disapa Baba itu bertugas sebagai anggota PPK Cipayung selama enam bulan, setelah mengikuti proses seleksi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta Timur.

“Di PPK itu ada lima anggota. Saya itu yang membangun komunikasi kepada masyarakat, misalnya sosialisasi ke pemilih berkebutuhan khusus,” kata Baba saat dihubungi Kompas.com, Rabu (5/12/2023).

Gaji pokok Rp 1,5 juta

Selama enam bulan menjadi anggota PPK Cipayung, Baba menerima gaji pokok senilai Rp 1,5 juta setiap bulannya.

Angka tersebut belum termasuk uang dinas ketika ada bimbingan teknis (bimtek) atau pelatihan.

“Ya nanti ada uang dinas atau kayak (uang) transportasi gitu. Kalau misalnya bimtek atau pelatihan gitu, nanti dapat. Paling Rp 300.000-Rp 500.000, tapi enggak setiap hari,” ujar Baba.

Baca juga: Cerita Baba Lelahnya Jadi Petugas PPK Saat Pemilu 2019, Kerja Lebih dari 12 Jam Bahkan sampai Menginap

Momen melelahkan

Saat ditanya momen yang paling diingat, Baba langsung terbayang lelahnya menjadi anggota PPK.

“Apalagi mendekati hari pencoblosan, menyiapkan alat peraga pencoblosan kayak kotak suara dan sebagainya. Ya kerja bisa dibilang 12 jam lebih. Bahkan, saya sampai menginap (di Kantor Kecamatan),” ungkap dia.

Kesulitan utama petugas PPK pada Pemilu 2019 adalah memberikan pemahaman kepada masing-masing tim sukses (timses) calon legislatif atau partai yang mengikuti penghitungan suara sampai tingkat kecamatan.

Baca juga: Tak Ingin Tragedi 2019 Terulang, Eks Anggota PPK Cipayung Berharap Petugas Pemilu 2024 Diperbanyak

Pada Pemilu 2019, total terdapat lima surat suara, yakni untuk pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk daerah luar Jakarta.

“Di situ, enggak menutup kemungkinan, pada saat proses Pemilu serentak 2019 itu, banyak kesalahan yang terjadi di proses pemilihan untuk legislatif, baik di tingkat DPRD maupun DPR RI,” ujar Baba.

“Kami komunikasikan kepada timses, kami jelaskan satu per satu, merekap bila ada perbedaan selisih angka, kami buka lagi surat suara dari awal, menghitung lagi apa yang salah. Ya begitulah,” imbuh dia.

Terpaksa menginap

Pada hari pencoblosan, Baba baru bisa pulang ke rumah keesokan harinya karena saking padatnya kegiatan dan lamanya penghitungan suara.

“Saya menginap di GOR Cipayung, baru balik ke rumah besok maghrib. Ya karena kami menunggu kotak suara, banyak TPS yang baru mengembalikan kotak suara sampai pukul 03.00 WIB dini hari,” ungkap dia.

Baca juga: Pemilu Serentak Sangat Melelahkan, Jangan sampai Petugas Jadi Korban Lagi!

Setelah hari pencoblosan, Baba baru bisa merebahkan badan dengan waktu yang panjang. Namun, gejala tifus menyerang.

“Gejala tifus, punggung pegal, demam, sakit semua. Pas bangun tidur, saya kayak enggak bisa bangun gitu, napas sesak. Karena mungkin faktor saya yang selalu bergadang, tidur kurang beberapa waktu terakhir itu,” imbuh Baba.

Beruntung, tidak ada gugatan yang masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga Baba bisa menyelesaikan tugasnya dengan aman dan lancar.

Honor tak sebanding dengan beban berat

Setelah merasakan menjadi penyelenggara pemilu, Baba berpendapat bahwa honor yang diterima petugas, baik Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan PPK sangat tidak sebanding dengan tugas berat yang diemban.

Karena itu, Baba berharap jumlah petugas pada Pemilu 2024 diperbanyak, sehingga beban yang ditanggung lebih ringan.

“Belum lagi teman-teman petugas di daerah (luar Jakarta) yang ada surat suara DPRD kabupaten/kota, itu bebannya sangat berat. Jadi kan ini sudah telanjur pengin ada pemilu serentak lagi di 2024, ya diperbanyak petugasnya,” tutur Baba.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Naedi Acungkan Jempol dan Tersenyum Usai Faizal Terhasut Bunuh Sang Paman di Pamulang

Naedi Acungkan Jempol dan Tersenyum Usai Faizal Terhasut Bunuh Sang Paman di Pamulang

Megapolitan
PDI-P Bebaskan Sekda Supian Suri Pilih Bakal Calon Wakil Wali Kota di Pilkada 2024

PDI-P Bebaskan Sekda Supian Suri Pilih Bakal Calon Wakil Wali Kota di Pilkada 2024

Megapolitan
Dibacok Empat Kali oleh Keponakan yang Dendam, Penyebab Pria di Pamulang Tewas di Tempat

Dibacok Empat Kali oleh Keponakan yang Dendam, Penyebab Pria di Pamulang Tewas di Tempat

Megapolitan
Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Diduga akibat Penyempitan Jalan Imbas Proyek LRT

Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Diduga akibat Penyempitan Jalan Imbas Proyek LRT

Megapolitan
Bunuh Pamannya, Faizal Emosi Dibangunkan Saat Baru Tidur untuk Layani Pembeli di Warung

Bunuh Pamannya, Faizal Emosi Dibangunkan Saat Baru Tidur untuk Layani Pembeli di Warung

Megapolitan
Hindari Kecurigaan, Faizal Sempat Simpan Golok untuk Bunuh Pamannya di Atas Tumpukan Tabung Gas

Hindari Kecurigaan, Faizal Sempat Simpan Golok untuk Bunuh Pamannya di Atas Tumpukan Tabung Gas

Megapolitan
Minta Dishub DKI Pilah-pilah Penertiban, Jukir Minimarket: Kalau Memaksa, Itu Salah

Minta Dishub DKI Pilah-pilah Penertiban, Jukir Minimarket: Kalau Memaksa, Itu Salah

Megapolitan
Babak Baru Kasus Panca Pembunuh 4 Anak Kandung, Berkas Segera Dikirim ke PN Jaksel

Babak Baru Kasus Panca Pembunuh 4 Anak Kandung, Berkas Segera Dikirim ke PN Jaksel

Megapolitan
KPU DKI Beri Waktu Tiga Hari ke Dharma Pongrekun untuk Unggah Bukti Dukungan Cagub Independen

KPU DKI Beri Waktu Tiga Hari ke Dharma Pongrekun untuk Unggah Bukti Dukungan Cagub Independen

Megapolitan
Mahasiswa Unjuk Rasa di Depan Istana Bogor, Minta Jokowi Berhentikan Pejabat yang Antikritik

Mahasiswa Unjuk Rasa di Depan Istana Bogor, Minta Jokowi Berhentikan Pejabat yang Antikritik

Megapolitan
Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Warga: Sudah Jadi Pemandangan yang Umum Setiap Pagi

Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Warga: Sudah Jadi Pemandangan yang Umum Setiap Pagi

Megapolitan
Menolak Ditertibkan, Jukir Minimarket: Besok Tinggal Parkir Lagi, Bodo Amat...

Menolak Ditertibkan, Jukir Minimarket: Besok Tinggal Parkir Lagi, Bodo Amat...

Megapolitan
3 Pemuda di Kalideres Sudah 5 Kali Lakukan Penipuan dan Pemerasan Lewat Aplikasi Kencan

3 Pemuda di Kalideres Sudah 5 Kali Lakukan Penipuan dan Pemerasan Lewat Aplikasi Kencan

Megapolitan
Kejari Jaksel: Rubicon Mario Dandy Dikorting Rp 100 Juta Agar Banyak Peminat

Kejari Jaksel: Rubicon Mario Dandy Dikorting Rp 100 Juta Agar Banyak Peminat

Megapolitan
Jebak Korban di Aplikasi Kencan, Tiga Pemuda di Kalideres Kuras 'Limit Paylater' hingga Rp 10 Juta

Jebak Korban di Aplikasi Kencan, Tiga Pemuda di Kalideres Kuras "Limit Paylater" hingga Rp 10 Juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com