Kita tahu bahwa Jakarta dengan daerah sekitar sudah menjadi suatu mega urban region. Secara administratif terpisah ke dalam beberapa satuan pemerintahan daerah, tetapi secara ekosistem, lingkungan, dan ekonomi tidak bisa terpisah.
Sejumlah badan/lembaga pernah dibentuk untuk menangani koordinasi dan sinkronisasi. Namun, tidak ada yang betul-betul efektif karena persoalannya lintas daerah dan lintas sektor.
Oleh karena itu, perlu ada Dewan Kawasan untuk mengonsolidasikan semua daerah dan semua kementerian/lembaga.
Tidak bisa dipimpin seorang menteri, karena boleh jadi melibatkan kepentingan beberapa kementerian. Maka, wakil presiden menjadi pilihan paling logis untuk memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi.
Terlepas dari perdebatan soal penunjukan kepala daerah dan Dewan Kawasan Aglomerasi, ada banyak hal yang seharusnya menjadi perhatian dari RUU DKJ.
Esensi dari desentralisasi asimetris yang diatur dalam UU Kekhususan lebih pada kewenangan-kewenangan khusus yang membedakannya dengan daerah lain.
Di RUU DKJ, ada setidaknya 15 urusan pemerintahan yang dimungkinkan mendapat kewenangan khusus ditambah dengan kewenangan dalam bidang kelembagaan.
Pada 16 aspek tersebut seharusnya perhatian publik, khususnya para praktisi dan pengamat dicurahkan.
Pemindahan ibu kota niscaya tidak akan serta merta membuat Jakarta meredup. Catatan sejarah menunjukkan, Jakarta sudah menjadi pusat bisnis jauh sebelum republik ini berdiri.
Data sektor ekonomi, di antaranya kontribusi 17,8 persen kontribusi perekonomian Jakarta bagi perekonomian nasional semakin menegaskan posisi Jakarta.
Oleh karena itu, pascapemindahan ibu kota, Jakarta dibayangkan akan menjadi kota pusat bisnis dan ekonomi berskala global. Mewujudkannya tentu tidak mudah.
Kita tidak mungkin sekadar mengklaim Jakarta sebagai kota global, tetapi pada kenyataannya tertinggal jauh di percaturan ekonomi dunia.
Saat ini, Provinsi Daerah Khusus Jakarta menempati peringkat ke-69 (enam puluh sembilan) dari 156 (seratus lima puluh enam) kota di Global Cities Index (GCI, tahun 2022), dan peringkat ke-45 (empat puluh lima) dari 48 (empat puluh delapan) kota di Global Power City Index (GPCI, tahun 2022).
Jakarta tertinggal jauh dari kota-kota global lain yang sudah mapan. Sehingga dibutuhkan upaya ekstra untuk bisa mengejarnya.
UU DKJ akan menjadi tools bagi Jakarta dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Apa saja yang dibutuhkan Jakarta untuk menjadi kota global, harus terakomodasi secara aturan dalam UU tersebut.
Sisa waktu yang cuma sebulan harus dimanfaatkan dengan baik. Mari kita kawal pembahasan antara DPR dan Pemerintah nanti.
Ini adalah soal pertaruhan masa depan Jakarta, bukan sekadar untuk kepentingan segelintir orang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.