JAKARTA, KOMPAS.com - Sosok Argiyan Arbirama (19), pembunuh seorang mahasiswi di Depok, KRA, terungkap berdasarkan hasil tes psikologinya.
Untuk diketahui, KRA ditemukan tewas pada Kamis (18/1/2024) sore oleh ibu pelaku, FT, usai mendapatkan pesan WhatsApp dari sang anak.
Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) menemukan beberapa faktor yang menyebabkan Argiyan memerkosa dan membunuh kekasihnya itu.
Baca juga: Polisi: Pemerkosa dan Pembunuh Mahasiswi di Depok Gemar Menonton Konten Porno
Kanit 5 Subdit Jatanras Ditreskrimum Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya Komisaris Yandri Mono berujar, salah satu adalah faktor dari lingkungan pelaku sejak kecil.
"Dia sudah terbiasa dengan kata-kata kasar, tindakan berbau kekerasan," kata Yandri saat dihubungi, Rabu (7/2/2024).
Ahli menemukan fakta bahwa Argiyan tinggal di lingkungan yang terbiasa dengan tindakan kekerasan.
Namun, polisi tak menyebutkan apakah Argiyan korban atau pelaku kekerasan di lingkungannya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan psikologis yang dilakukan Apsifor, kebiasaan Argiyan yang suka menonton video porno disebut memicunya memerkosa sang kekasih.
Hal ini sejalan dengan hasil penelusuran polisi yang menemukan banyak video porno di ponsel tersangka beberapa waktu lalu.
Baca juga: Cek Psikologi Pembunuh Mahasiswi di Depok, Apsifor Juga Bakal Periksa Ibu Pelaku
"Hasilnya biar sudah resmi baru (diinformasikan). Tetapi ada kaitannya, kalau kata ahli ada kaitan (dengan tindak pemerkosaan)," ungkap Yandri.
"Itu kan masalah perilaku sehari-harinya. Artinya dia memang gemar menonton atau melihat konten-konten porno," tambah dia.
Ahli psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel, berpandangan, kepemilikan video porno bisa berkedudukan sebagai penyebab dan bisa juga sebagai akibat.
"Jika sebagai penyebab, maka boleh jadi terobsesi dan terstimulasi oleh seks itulah yang mendorong pelaku menyalurkannya dengan menyetubuhi pihak lain," ucap Reza kepada Kompas.com, Selasa (23/1/2024).
Apabila video porno itu jadi elemen akibat, kata Reza, maka menonton tayangan porno dan melakukan kontak seks menjadi cara yang ia lakukan secara silih berganti guna menyalurkan dorongan seksualnya.
"Apa pun itu, tidak berpengaruh pada proses hukumnya," ucap Reza.